TERCELA YANG MENCELA ZAMAN

215
TERCELA YANG MENCELA ZAMAN
Perkiraan waktu baca: 3 menit

40 Hadis Qudsi – Hadis 03 – Tercela Yang Mencela Zaman

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِي الْأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Daftar Isi:

Terjemah Hadis

Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasululllah, beliau bersabda, “Allah berfirman, ‘Anak Adam mengganggu-Ku, ia mencela zaman, sedang Aku-lah al-dahr (zaman), urusan ada di tangan-Ku, Aku menjadikan siang dan malam silih berganti.’”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (4826), (7491), dan Muslim (2246), dari berbagai jalur, dari Abu Hurairah (ra).

Kandungan Hadis

  1. Larangan mencela zaman.

Secara lugas Allah melarang manusia untuk mencela zaman, maksud dari pada mencela zaman ialah mencela pencipta zaman. Bangsa Arab di zaman jahiliah memiliki keyakinan bahwa segala kesulitan hidup dan musibah yang menimpa mereka disebabkan oleh zaman. Mereka pun menisbatkan yang terjadi kepada zaman. Salah seorang penyair di zaman jahiliah mengatakan,

رَمَتْنِي بَنَاتُ الدَّهْرِ مِنْ حَيْثُ لَا أَرَى … فَكَيْفَ بِمَنْ يُرْمَى وَلَيْسَ بِرَامِ

فَلَوْ أَنَّنِي أُرْمَى بِنَبْلٍ تَقَيْتُهَا … وَلَكِنَّنِي أُرْمَى بِغَيْرِ سِهَامِ

“Anak-anak zaman melempariku dari arah yang tak ku tahu, bagaimanakah keadaan orang yang dilempari namun tak mampu membalas?

Jika sekirannya aku dilempari dengan panah, aku mampu menahannya, namun ternyata aku dilempari tanpa panah.”[1]

Penyair Arab jahiliah lainnya[2] bersyair menyebut sekelompok kaum yang binasa,

فَاسْتَأْثَرَ الدَّهْرُ الْغَدَاةَ بِهِمْ … وَالدَّهْرُ يَرْمِينِي وَمَا أَرْمِي

يَا دَهْرُ قَدْ أَكْثَرْتَ فَجْعَتَنَا … بِسَرَاتِنَا وَوَقَرْتَ فِي الْعَظْمِ

وَسَلَبْتَنَا مَا لَسْتَ تُعْقِبُنَا … يَا دَهْرُ مَا أَنْصَفْتَ فِي الْحُكْمِ

Baca juga:  HAMBA YANG BERDUSTA TENTANG TUHANNYA

“Zaman memilih mereka di waktu pagi, sedang zaman memanahkanku sedang aku tidak mampu membalas, wahai zaman, sudah telalu sering engkau mengejutkan kami dengan hilangnya para pembesar kami, dan engkau meremukkan tulang, engkau mengambil hal yang tidak engkau ganti bagi kami, wahai zaman, engkau tidak adil!”[3]

Kelompok yang melakukan demikian adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, tidak mengenal sang pencipta, tidak meyakini bahwa Allah yang menghidupkan dan mematikan.  Terdapat pula kelompok lainnya, yaitu orang-orang yang mengimani Allah dan berusaha mensucikan-Nya. Mereka tidak ingin menisbatkan segala musibah dan hal-hal buruk yang mereka alami kepada Allah, lantas mereka pun menisbatkan hal-hal tersebut kepada zaman dan mencelanya. Mereka mengatakan, ‘Sungguh tercela zaman, sungguh zaman yang buruk, dst…’ Hal ini pun dilarang oleh Allah karena Dia adalah zaman, yakni zat yang mengatur dan menciptakan zaman, menghadirkan kegembiraan dan kesedihan seiring dengan berputarnya siang dan malam. Adanya zaman adalah bentuk pengaturan Allah, mencela zaman sama dengan mencela pengaturnya tanpa disadari. [4]

Di dalam hadis lain, Rasulullah bersabda,

وَسَبَّنِي عَبْدِي وَلَا يَدْرِي ، يَقُولُ : وَادَهْرَاهُ وَادَهْرَاهُ وَأَنَا الدَّهْرُ

“… dan (hamba-Ku) mencela-Ku sedang ia tak tahu, ia berkata, ‘Sialnya zaman ini.. sialnya zaman ini…’ sedang Aku adalah (pengatur) zaman.”[5]

  1. Allah mengatakan,

وَأَنَا الدَّهْرُ

“Sedang Aku-lah aldahr.”

Ad-dahr di dalam Bahasa Arab bermakna zaman/waktu, singkat maupun panjang. Allah mengatakan bahwa Dia adalah zaman, para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Allahlah pengatur dan pencipta zaman.

Terdapat riwayat lain (namun riwayat ini lemah[6]) yang berbunyi,

وَأَنَا الدَّهْرَ

Berdasarkan riwayat ini, al-dahr adalah keterangan waktu dan bukan sebagai khabar/predikat. Menurut struktur riwayat ini, hadis diterjemahkan sebagai berikut:

Baca juga:  DEMAM ADALAH API-KU DI DUNIA

“Urusan ada di tangan-Ku sepanjang zaman, Aku menjadikan siang dan malam silih berganti.”

Riwayat yang pertama lebih kuat, didukung pula dengan riwayat dan hadis lainnya yang hampir senada dengannya. Terlepas dari perbedaan kedua riwayat di dalam hadis ini, keduanya tidak menunjukkan bahwa aldahr adalah salah satu nama Allah.[7]

  1. Kesabaran Allah atas tidakberadaban anak cucu Adam kepada-Nya.

Allah berabar terhadap tingkah dan ucapakan anak Adam, bisa saja Allah menurunkan azab-Nya seketika kepada siapa pun yang mengucapkan kata-kata yang tidak ia ridai. Rasulullah bersabda,

لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى  أَذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، إِنَّهُ يُشْرَكُ بِهِ وَيُجْعَلُ لَهُ الْوَلَدُ ، ثُمَّ هُوَ يُعَافِيهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ

“Tidak ada siapa pun yang lebih bersabar atas gangguan yang ia dengar melebihi Allah azza wajalla, ia disekutukan dan dianggap punya anak kemudian Ia memaafkan dan memberi mereka rezeki.”[8]

  1. Kekuasaan Allah dengan menjadikan adanya siang dan malam.

Adanya siang dan malam adalah bukti kebesaran dan kekuasaan Allah (swt), namun karena bergulirnya siang malam berlalu bersama kehidupan manusia, tidak sedikit yang lalai merenungkannya. Allah pun menjadikan panjangnya siang dan malam berbeda-beda sesuai musim dan letak geografis suatu tempat. Di balik itu terdapat hikmah yang Allah selipkan. Allah juga pernah menahan waktu berjalan sebagaimana biasanya, Rasululullah pernah bercerita,

غزا نبي من الأنبياء، فقال لقومه: لا يتبعني رجل ملك بُضْعَ امرأةٍ، وهو يريد أن يبني بها ولما يبنِ بها، ولا أحدٌ بنى بيوتا ولم يرفع سقوفها، ولا آخرُ اشترى غنما أو خَلِفَات وهو ينتظر وِلادَها. فغزا، فَدَنَا من القرية صلاة العصر أو قريبا من ذلك. فقال للشمس: إنك مأمورة وأنا مأمور، اللهم احبسها علينا؛ فَحُبِسَتْ حتى فتح الله عليهم

Baca juga:  BAGIAN ALLAH DAN BAGIAN HAMBA DALAM AL-FĀTIḤAH

“Ada seorang Nabi diantara para nabi yang berperang lalu berkata kepada kaumnya, ‘Janganlah mengikuti aku seseorang yang baru saja menikahi wanita sedangkan dia hendak menyetubuhinya karena dia belum lagi menyetubuhinya (sejak malam pertama), dan jangan pula seseorang yang membangun rumah-rumah sedang dia belum memasang atap-atapnya, dan jangan pula seseorang yang membeli seekor kambing atau seekor unta yang bunting sedang dia menanti-nanti hewan itu beranak!’ Maka Nabi tersebut berperang dan ketika sudah hampir mendekati suatu kampung datang waktu salat Asar atau sekitar waktu itu lalu nabi itu berkata kepada matahari, ‘Kamu adalah hamba yang diperintah begitu juga aku hamba yang diperintah. Ya Allah tahanlah matahari ini untuk kami.’ Maka matahari itu tertahan (berhenti beredar) hingga Allah memberikan kemenangan kepada Nabi tersebut…”[9]

Bahkan di surga kelak, tidak ada siang dan malam. Allah menjadikan penghuni surga berada di dalam cahaya yang abadi. Terdapat beberapa ayat di dalam al-Quran yang secara zahir menunjukkan adanya siang dan malam, namun yang dimaksud hanyalah kadarnya.[10]

 


Footnote:

[1] Lihat: Dīwān ‘Amr bin Qumai`ah (1/39).

[2] Yakni Zuhair bin Abī Salmā.

[3] Lihat: Hamāsah Al-Buḥtury (1/222).

[4] Lihat: Ma’ālim As-Sunan karya Al-Khaṭṭāby (4/158) dan Syarḥ Ṣaḥīh Al-Bukhāry karya Ibnu Baṭāl (9/337).

[5] HR. Ahmad (10670).

[6] Lihat: Al-Mufhim Limā Asykala Min Talkhīs Muslim (5/549).

[7] Lihat: Al-Mufhim Limā Asykala Min Talkhīs Muslim (5/547-548).

[8] HR. Muslim (2804).

[9] HR. Bukhari (3124) dan Muslim (1747).

[10] Lihat: Tafsir Al-Ṭabari (11/126) dan Aḍwā` Al-Bayān (3/470).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments