SILATURAHMI MEMBERKAHI REZEKI DAN UMUR

10087
SILATURAHMI MEMBERKAHI REZEKI DAN UMUR
SILATURAHMI MEMBERKAHI REZEKI DAN UMUR
Perkiraan waktu baca: 6 menit

Redaksi Hadis

عن أبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ:((مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ))، أخرجه البخاري.

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia menyambung silaturrahminya (dengan kerabat).”

Takhrij Hadis

Hadis ini dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari (5985), dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (7571). Selain diriwayatkan oleh Abu Hurairah, hadis ini juga diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik, yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari (2067) dan Imam Muslim (2557), Abu Dawud (1695), dan Ibnu Hibban (439).

Profil Sahabat1

Abu Hurairah adalah sebuah kuniyah (nama panggilan yang didahului dengan ‘abu’ atau ‘ummu’). Nama aslinya diperselisihkan oleh para ulama hadis. Namun yang paling rajih  (kuat) adalah Abdurrahman bin Shakhr ad-Dausi. Beliau berasal dari kabilah Daus di negeri Yaman. Beliau adalah sahabat Nabi yang paling menonjol dalam meriwayatkan hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan didaulat sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi dibandingkan dengan para sahabat yang lainnya. Hadis yang diriwayatkan mencapai 53742 hadis. Beliau mendapat anugerah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa doa untuk dikuatkan hafalannya. Alhasil, hafalan beliau bak mukjizat sebab doa dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau wafat pada tahun 57 H.

Penjelasan Hadis

Hadis ini memaparkan tentang anjuran untuk melakukan silaturrahmi dan secara spesifik membahas terkait keutamaan menyambung tali silaturrahmi, yaitu dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan usianya.

  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ

“Dilapangkan rezekinya.”

Secara eksplisit, maknanya adalah dilapangkan rezekinya secara hakiki. Maksudnya, rezeki yang sedikit, akan diperbanyak, rezeki yang sempit akan diperluas. Dengan demikian, makna ‘dilapangkan’ disini adalah secara kuantitas. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan dilapangkan rezekinya’ adalah  diberkahi’. Sebab sejatinya, yang terpenting bukan banyaknya rezeki yang dianugerahkan kepada seseorang semata, namun yang terpenting adalah kecukupan harta tersebut bagi seorang hamba, dan manfaat serta kebaikan dari rezeki tersebut3.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ

Secara harfiah, makna dari kalimat ini adalah  “dan dipanjangkan umurnya”, namun ada perbedaan interpretasi para ulama terhadap kalimat ini. Ada dua makna yang disebutkan oleh para ulama, yaitu makna hakiki dan makna ma’nawi.

Pertama, makna hakiki, yaitu dipanjangkan usianya dan ditambah umurnya. Makna ini diisyaratkan oleh Imam al-Bukhari. Beliau membuat Bab untuk hadis ini di kitab Adabul Mufrad,باب صلة الرحم تزيد في العمر  (Bab: ‘silaturrahmi menambah usia’). Selain itu, Imam an-Nawawi di dalam kitab Riyadlus Shalihin, ketika beliau menyebutkan hadis ini, beliau menjelaskan bahwa maskudnya adalah يؤخر لَهُ في أجلِهِ وعمرِهِ (ditunda baginya ajalnya), sebagaimana juga dijelaskan oleh al-Qurthubi di dalam tafsirnya4.

Baca juga:  BERGAUL DENGAN ISTRI YANG SEDANG DALAM MASA HAID

Kedua, usianya ditakdirkan dengan syarat: jika orang ini menyambung silaturrahminya maka usianya dipanjangkan sampai sekian5, jika tidak menyambung tali silaturrahmi, maka usianya ditakdirkan sampai sekian. Al-Halimy rahimahullah mengatakan,

من الناس من قضى الله عز وجل بأنه إذا وصل رحمه عاش عددا من السنين مبينا، وإن قطع رحمه عاش عددا دون ذلك، فحمل الزيادة في العمر على هذا

“Ada sebagian dari manusia, ada yang ditakdirkan oleh Allah, jika ia menyambung tali silaturrahminya, maka akan hidup bertahun-tahun, namun jika memutuskan tali silaturrahmi maka ia hidup tidak selama itu, inilah makna bertambahnya usia itu”6

Ibnu Taimiyah mengatakan, 

والأجل أجلان ” أجل مطلق ” يعلمه الله ” وأجل مقيد ” وبهذا يتبين معنى قوله صلى الله عليه وسلم ((مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ)) فإن الله أمر الملك أن يكتب له أجلا، وقال :”إن وصل رحمه زدته كذا وكذا ” والملك لا يعلم أيزداد أم لا ؛ لكن الله يعلم ما يستقر عليه الأمر فإذا جاء ذلك لا يتقدم ولا يتأخر”.

“Ajal ada dua jenis: (pertama), ajal mutlak; ajal yang hanya diketahui oleh Allah azza wa jalla, dan (kedua) ajal muqayyad (terikat). Dengan klasifikasi ini maka jelaslah makna hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia menyambung silaturrahmi. Sesungguhnya Allah memerintahkan malaikat untuk menulis ajal seseorang, Dia mengatakan, ‘Jika orang ini menyambung silaturahminya maka tambahlah usianya begini dan begini’, dan malaikat tidak mengetahui apakah usia orang tersebut akan bertambah atau tidak, yang mengetahui perkara tersebut secara pasti hanyalah Allah semata, dan jika ajal orang tersebut benar-benar tela datang maka tidak akan dimajukan dan ditunda lagi.”7

Jika diteliti, sejatinya kedua interpretasi di atas memiliki makna yang hampi sama, yaitu bermakna dipanjangkan usia secara hakiki. Hanya saja, interpretasi yang kedua lebih bersifat teknis, yaitu lebih spesifik pada teknis penulisan takdir.

Ketiga, berkah dalam usia, mendapatkan taufik dari Allah azza wa jalla  untuk beribadah dan memanfaatkan waktu dengan amalan-amalan yang bermanfaat baginya8.

Keempat, kekalnya pujian manusia setelah kematiannya. Interpretasi ini selaras dengan doa Nabi Ibrahim yang di abadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an,

وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ

“Dan  jadikan aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang akan datang kemudian.” (Surah Asy-Syu’ara: 84)

Makna yang ketiga dan keempat adalah makna maknawi bagi kalimat d iatas. Maksudnya, ajal dan usianya tidak ditunda dan dipanjangkan, namun yang dikekalkan adalah pahala amalan dan pujian manusia bagi orang tersebut, sehingga meskipun sudah meninggal dunia, seakan ia masih hidup.

Baca juga:  AIR DUA QULLAH

Jika ditelisik dua interpretasi ini, maka keduanya bisa dipadukan. Oleh karena itu, al-Qurthubi menyebutkan keduanya dalam satu interpretasi. Beliau mengatakan,

عن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:” من أحب” فذكره بلفظه سواء، وفيه تأويلان: أحدهما- معنوي، وهو ما يبقى بعده من الثناء الجميل والذكر الحسن، والأجر المتكرر، فكأنه لم يمت...

“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda, ‘Siapa yang ingin dilapangkan rezeki…’, hadis ini memiliki dua interpretasi, yang pertama adalah interpretasi secara maknawi, yaitu sesuatu yang kekal dari orang yang meninggal dunia berupa pujian yang baik dan nama yang harum, serta pahala yang terus mengalir pasca wafatnya, maka seakan-akan ia belum meninggal dunia.”9

  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

maka hendaknya ia menyambung silaturrahminya (dengan kerabat).”

Kekerabatan di sini terbagi menjadi dua10. Pertama, kekerabatan yang disebabkan oleh faktor nasab. Mereka adalah orang-orang yang bersaudara disebabkan karena hubungan darah, mereka adalah orang tua, kakek dan nenek, saudara kandung, paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu, serta para keturunan mereka. Kedua, kekerabatan yang disebabkan oleh faktor agama, yang lebih populer dengan sebutan ukhuwah islamiyah. Mereka adalah orang-orang bersaudara disebabkan oleh faktor kesamaan agama dan akidah, jadi persaudaraan ini dibangun atas landasan agama.

Allah berfirman,

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Dan sembahlah Allah subhanahu wa ta’ala dan jangan engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapunm dan berbuat baiklah kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawab, ibnus sabil dan hamba sahaya yang engkau miliki.” (Surah An-Nisa: 36)

Korelasi antara dilapangkan rezeki dengan disambungnya silaturrahmi adalah:

  1. Menyambung tali silaturrahmi adalah bagian dari ketakwaan kepada Allah. Di antara keutamaan takwa adalah dilapangkanya rezeki. Allah azza wa jalla berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِب

“Dan siapa yang bertakwa kepada Allah, maka niscaya Ia akan membuka jalan keluar baginya, dan memberi rezeki dari arah yang tidak diduga.” (Surah Ath-Thalaq: 2-3)

Dan di dalam riwayat Ibnu Hibban dan yang lainnya, ada isyarat terhadap perkara ini,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِيِ رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَجَلِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ وَلِيَصِل رَحِمَهُ

“Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah azza wa jalla, dan menyambung silaturrahminya (dengan kerabat).”11

Pada hadis ini, Rasulullah menyebutkan sebab khusus setelah menyebutkan sebab umum bagi dilapangkannya rezeki. Sebab umumnya adalah takwa kepada Allah, adapun sebab khususnya adalah menyambung silturrahmi, karena menyambung silaturrahmi adalah bagian dari ketakwaan.

  1. Orang yang berinteraksi dengan orang lain, secara alami akan luas pergaulannya dan banyak kenalannya, sehingga ada potensi mudah mengakses informasi dari kenalannya berupa lowongan pekerjaan, kesempatan untuk berinvestasi, meminjam modal dan lain sebagainya, sehingga memudahkan baginya untuk berusaha mencari kesempatan dalam bekerja dibandingkan dengan orang yang tidak bergaul di daerah dan lingkungannya.     
Baca juga:  HADIS KE-32 AL-ARBA’IN: MUDARAT

Fikih Hadis

  1. Boleh mengharap sisi-sisi dari kehidupan dunia, seperti dilapangkannya rezeki dan dipanjangkan usia, selama tidak terlalu dominan dan memalingkannya dari kehidupan akhirat.
  2. Boleh menyisipkan harapan dari sisi duniawi pada niat pada saat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan catatan; tidak menjadikan persentase dari harapan tersebut lebih besar daripada niat untuk mengharapkan pahala dari Allah azza wa jalla.
  3. Secara prinsip, hukum asal dari seorang muslim adalah berinteraksi dengan orang lain, baik dari kalangan kerabat  maupun orang-orang di sekelilingnya, dan tidak apatis dalam bergaul dengan kerabat dan orang-orang yang ada di lingkungannya.
  4. Menyambung tali silaturrahmi merupakan bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan ini ditegaskan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَاليَومِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya menyambung silaturrahminya.”

5. Di antara keutamaan menyambung tali silaturrahmi adalah dilapangkannya rezeki dan dipanjangkannya usia.

6. Allah menjadikan bagi  segala sesuatu sebab, dan sebab terbagi menjadi dua12,

  • Sebab kauni, yaitu sebab-sebab yang berbasis penelitian, kajian dan nilai-nilai atau pengalaman yang beredar di tengah masyarakat. Contohnya, sebab kauni bagi datangnya rezeki adalah bekerja, makan adalah penyebab kenyang dan hilangnya lapar, berobat adalah penyebab sembuh dari penyakit dll.
  • Sebab syar’i, yaitu sebab-sebab yang direkomendasikan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Contohnya, sebab syar’i bagi dilapangkannya rezeki adalah menyambung silaturrahmi, maksiat merupakan penyebab musibah dan marabahaya dan lain sebagainya.

والحمد لله رب العالمين

Footnote:

  1. Silahkan merujuk ke Taqribu Tahdzib (12/237-240), dan Taqribut Tahdzib hal. 729 cetakan Baitul Afkar Ad-Dauliyah.
  2. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Hazm, Ibnul Jauzi dan Adz-Dzahabi rahimahumullah jami’an, jumlah tersebut berdasarkan Kitab Musnad Baqi bin Makhlad, lihat Majmu-ah Rasa-il Hadisiyah jilid 2 hal 710-711.
  3. lihat Syarhun Nawawi ‘ala Muslim (16/144), dan link حديث «من أحب أن يبسط له في رزقه..»
  4. lihat Al-Adab Al-Mufrad hal. 34, Riyadlus Shalihin hal. 212,  Tafsir Al-Qurthubi (9/330).
  5. Fathul Bari (4/302).
  6. Syu’abul Iman (10/329).
  7. Majmu’ul Fatawa (8/517).
  8. Syarhun Nawawi ‘Ala Muslim (16/144).
  9. Tafsir Al-Qurthubi (9/330).
  10. صلة الرحم فرضت على المسلم وجعلها الله أساساً للمجتمع المستقر
  11. Ibnu Hibban (439).
  12. الأسباب الكونية والأسباب الشرعية
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments