KAPAN SESEORANG DIKATAKAN MENDAPATKAN SALAT JUMAT?

547
KAPAN SESEORANG DIKATAKAN MENDAPATKAN SALAT JUMAT
KAPAN SESEORANG DIKATAKAN MENDAPATKAN SALAT JUMAT
Perkiraan waktu baca: 5 menit

HADIS PERTAMA

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat Salat Jumat maka ia telah mendapatkan Salat Jumat tersebut.” (H.R. Nasai)

Daftar Isi:

TAKHRIJ DAN DERAJAT HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam kitabnya al-Sunan al-Shughra atau al-Mujtaba’, kitab al-Jumu’ah, bab Man Adraka Rak’atan min Shalah al-Jumu’ah, no. 1425, dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitabnya al-Sunan, Kitab Iqamah al-Shalah wa al-Sunnah fiiha, bab Fii Man Adraka min al-Jumu’ah Rak’ah, no. 1121 dengan tambahan lafaz, “Maka hendaknya dia menambah satu rakaat.” Keduanya meriwayatkan dari jalur al-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Hadis ini sahih akan tetapi lafaz “Jumat” dinilai syadz oleh ulama kita dan dinilai sebagai periwayatan secara makna.(1) Lafaz yang benar adalah bersifat umum sebagaimana riwayat,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat maka ia telah mendapatkan salat tersebut.” (H.R. Bukhari, no. 580 dan Muslim, no. 607)

HADIS KEDUA

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ أَوْ غَيْرِهَا، فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Barang siapa mendapatkan satu rakaat dari Salat Jumat atau selainnya, maka dia telah mendapatkan salat.’” (H.R. Ibnu Majah)

TAKHRIJ DAN DERAJAT HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitabnya al-Sunan; kitab Iqamah al-Shalah wa al-Sunnah fiiha, bab Fii Man Adraka min al-Jumu’ah Rak’ah, no. 1123, dari jalur Baqiyyah bin Walid dari Yunus bin Yazid al-Aili dari Zuhri dari Salim dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma. Hadis ini dinilai sahih oleh al-Albani sebagaimana disebutkan dalam beberapa kitab beliau.(2) Adapun Syekh Syuaib al-Arnauth beliau menyebut kelemahan sanad ini karena salah seorang perawinya yaitu Baqiyyah bin al-Walid memiliki kelemahan dan dikenal sebagai mudallis, lalu beliau menyebutkan riwayat yang lebih kuat adalah mursal sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nasai dalam al-Sunan al-Kubra dan riwayat maukuf sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi.(3)                                                                      

Baca juga:  SYARAT TEMPAT DAN IZIN PENGUASA (SYARAT-SYARAT WAJIB PELAKSANAAN SALAT JUMAT – BAGIAN KETIGA)

FIKIH DAN FAEDAH HADIS

Kedua hadis di atas dan berdasarkan keumuman lafaz yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menunjukkan bahwa Salat Jumat sudah didapatkan dengan mendapatkan satu rakaat walaupun tidak mendapatkan sedikit pun khotbah Jumat.

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini yaitu kapan seseorang terhitung mendapatkan Salat Jumat, dalam hal ini paling tidak ada ada tiga pendapat yang dikenal:(4)

Pendapat Pertama: Salat Jumat terhitung dengan mendapatkan satu rakaat yaitu dengan mendapatkan rukuk di rakaat kedua. Ini adalah pendapat jumhur ulama(5) di antaranya Mazhab Maliki,(6) Mazhab Syafii(7), Mazhab Hambali(8), Imam al-Auzai, Sufyan al-Tsauri, Abu Yusuf, Ishak bin Rahuyah, Abu Tsaur, dan ulama Mazhab al-Zhahiri, dan selainnya. Pendapat ini juga yang diberpegangi ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabiin di antaranya Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Said bin al-Musayyib, Hasan al-Bashri, Alqamah, al-Aswad, Urwah bin al-Zubair, al-Sya’bi, al-Zuhri, dan Ibrahim al-Nakhai.(9) Bahkan sebagian ulama menukil bahwa pendapat ini merupakan ijmak.(10) Atas dasar pendapat ini, siapa yang hanya mendapatkan tasyahud imam pada Salat Jumat maka dia harus melaksanakan Salat Zuhur empat rakaat setelah salam.

Pendapat Kedua: Atha, Thawus, Mujahid, dan Mak-hul berpendapat bahwa harus mendapatkan sesuatu dari khotbah, karena bagi mereka khotbah adalah syarat di mana Salat Jumat tidak sah tanpa mendapatkannya. Maka siapa yang tidak mendapatkan khotbah maka dia melaksanakan Salat Zuhur empat rakaat.

Pendapat Ketiga: Sebagian ulama mengatakan bahwa barang siapa yang mendapatkan tasyahud pada Hari Jumat bersama imam maka cukup baginya salat dua rakaat setelah imam salam. Pendapat ini diriwayatkan dari al-Nakhai, Hakam, Hammad, al-Dhahhak, dan al-Nu’man.

Imam Ibnu al-Mundzir (w. 319 H) rahimahullah telah menjelaskan masalah ini secara rinci dan beliau menguatkan pendapat pertama. Beliau berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda dalam hadis sahih, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka berarti dia telah mendapatkan rakaat.” Kemudian Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dengan sanadnya hingga ke al-Zuhri berkata Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkanku dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصَّلَاةِ رَكْعَةً، فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka berarti dia telah mendapatkan salat tersebut”

Baca juga:  SYARAT-SYARAT WAJIB PELAKSANAAN SALAT JUMAT (BAGIAN PERTAMA)

Al-Zuhri berkata bahwa Salat Jumat termasuk salat yang disebutkan dalam hadis itu.

Ibnu al-Mundzir berkata, “Kami meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dari beberapa jalur periwayatan sabdanya, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat Jumat maka hendaknya dia sempurnakan dengan satu rakaat berikutnya.”

Sanad-sanad hadis ini (yang menyebutkan Jumat secara khusus) diperbincangkan, seandainya al-Zuhri punya kabar yang valid maka dia tidak perlu berdalilkan dengan hadis umum, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka berarti dia telah mendapatkan salat tersebut.” Lalu al-Zuhri mengatakan bahwa Jumat termasuk bagian dari salat. Seandainya beliau memiliki kabar yang valid maka tentu dia mencukupkan dengannya dan tidak perlu berdalilkan dengan selainnya.

Sanadnya yang terbaik adalah hadis dari jalur Ibnu Ayyub menceritakan kepada kami Allan berkata Ibnu Abi Maryam berkata menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dari Usamah bin Zaid al-Laitsi dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً، فَلْيُصَلِّ إِلَيْهَا أُخْرَى

“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat Jumat maka hendaknya dia salat satu rakaat berikutnya.”

Ibnu al-Mundzir berkata, “Perkataan kami bahwa ini sesuai dengan atsar yang sahih dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Anas, dan seluruh tabiin.”

Ada ikhtilaf dari al-Nakhai, kami riwayatkan dari Hammad bin Abu Sulaiman bahwa beliau rujuk dari pendapatnya yang mengatakan dia salat dua rakaat.

Ibnu al-Mundzir juga menerangkan ijmak para ulama bahwa satu rakaat itu terhitung dengan mendapatkan rukuk, maka tidak terhitung satu rakaat yang hanya mendapatkan sujudnya imam atau tasyahud. Demikian pula ulama telah ijmak bahwa orang yang salat sendirian tidak terhitung melaksanakan Salat Jumat. Kedua konsensus (ijmak) tersebut merupakan dalil yang gamblang bahwa siapa yang mendapatkan jemaah sudah duduk pada saat Salat Jumat maka hendaknya dia salat empat rakaat Zuhur. Karena hukum seseorang yang mendapatkan jemaah sudah sujud atau tasyahud di rakaat kedua Jumat bagaikan orang yang tidak mendapatkan sama sekali salat. Dengan demikian bisa dipahami kelemahan pendapat sebagian ulama yang mengatakan cukup baginya melaksanakan dua rakaat yang sempurna lalu dia dianggap bersendirian di jemaah. Pandangan tersebut tidak tepat dan lemah karena apa yang didapatkan oleh seseorang setelah rukuknya imam pada rakaat kedua Jumat maka itu tidak terhitung dan tidak ada hak bagi seseorang untuk Salat Jumat sendirian. (11)

Baca juga:  SYARAT-SYARAT SAH PELAKSANAAN SALAT JUMAT – BAGIAN KEDUA

Syekh Muhammad Adam al-Itsyubi (w. 1442 H) mengatakan pendapat yang dikatakan oleh Imam Ibnu al-Mundzir ini sangat bagus.

Walhasil, pendapat yang rajih adalah yang mengatakan siapa yang mendapatkan satu rakaat bersama imam maka tinggal menambah satu rakaat lagi dan baginya Salat Jumat, dan barang siapa yang tidak mendapatkan satu rakaat seperti hanya mendapatkan imam waktu tasyahud maka dia harus melaksanakan Salat Zuhur empat rakaat karena dia tidak dianggap mendapatkan Jumat berdasarkan hadis, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka dia telah mendapatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jumat adalah salah satu salat yang disebutkan dalam hadis tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh al-Zuhri.

Adapun pendapat yang mengatakan tidak mendapatkan Jumat bagi yang tidak mendapatkan khotbah atau yang mengatakan siapa yang mendapatkan imam tasyahud maka silakan dia sempurnakan Salat Jumatnya maka kedua pendapat ini tidak dikuatkan oleh dalil-dalil yang sahih, wallahualam.(12)


Footnote:

(1) Lihat: Shahih Ibn Khuzaimah (3/ 173), al-Tsamar al-Mustathab fi al-Sunnah wa al-Kitab karya al-Albani (hal. 94), dan Dzakhirah al-‘Uqba fi Syarhi al-Mujtaba karya Muhammad bin Ali al-Itsyubi (16/ 288).

(2) Lihat: Irwa’ al-Ghalil (3/89), Shahih al-Jami’ al-Shaghir (2/1038), dan Shahih wa Dha’if Sunan Ibn Majah (3/123).

(3) Lihat: Tahkik dan takhrij Syekh Al-Arnauth dalam Sunan Ibn Majah (2/212).

(4) Lihat: Al-Ausath karya Ibnu al-Mundzir (4/100) dan al-Fatawa al-Kubra (2/300).

(5) Lihat: Al-Mughni karya Ibnu Qudamah (2/231) dan al-Majmu’ (4/558)

(6) Lihat: Mawahib al-Jalil karya al-Hatthab (2/397), al-Istidzkar karya Ibnu Abdilbarr (2/32) dan al-Qawanin al-Fiqhiyyah karya Ibnu Juzay (hal. 50).

(7) Lihat: Al-Majmu’ karya al-Nawawi (4/558).

(8) Lihat: Al-Inshaf karya al-Mardawi (2/266) dan Kasysyaf al-Qina’ karya al-Bahuti (2/29).

(9) Lihat: Al-Ausath karya Ibnu al-Mundzir (4/109) dan al-Mughni karya Ibnu Qudamah (2/231).

(10) Lihat: Al-Istidzkar karya Ibnu Abdilbarr (2/32), Majmu’ al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah (23/332), Bada-i’ al-Shana-i’ karya al-Kasani (1/267), al-Muhalla karya Ibnu Hazm (3/285) dan al-Inshaf karya al-Mardawi (2/266).

(11) Al-Ausath (4/ 100-103), dikutip dengan sedikit perubahan dan ringkasan.

(12) Dzakhirah al-‘Uqba fi Syarhi al-Mujtaba (16/291).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments