Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
عن جَرِير بْن عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
Dari Jarīr bin Abdullāh raḍiyallāhu ‘anhu, dari Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa tidak mengasihi maka dia tidak akan dikasihi.”
TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, kitab al-Adab, Bab “Rahmat kepada Manusia dan Hewan”, nomor 6013, dan Imam Muslim dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Muslim, kitab al-Faḍā’il, Bab “Sayangnya Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam kepada Anak-anak dan Keluarga serta Sifat Tawaduk Beliau dan Keutamaannya”, nomor 2319.
BIOGRAFI PERAWI HADIS(1):
Nama lengkap beliau adalah Jarīr bin Abdullāh bin Jabir bin Malik bin Naḍr bin Tsa’labah al-Bajalī al-Qasri al-Yamanī, kuniyah beliau adalah Abū Amru dan ada yang mengatakan Abū Abdullāh. Para ulama berbeda pendapat tentang kapan beliau masuk Islam. Al-Waqidi menyebutkan bahwa Jarīr masuk Islam pada bulan Ramadan tahun 10 H. Imam Ibnu Abdilbār menyebutkan bahwa Jarīr masuk Islam 40 hari sebelum wafatnya Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam. Kedua pendapat tersebut dilemahkan oleh al-hāfiẓ Ibnu Hajar al-Asqalānī dan beliau berpendapat bahwa keislaman Jarīr bin Abdullāh sebelum tahun 10 H karena Jarīr juga hadir pada saat Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam dan para sahabat menyalati jenazah al-Najasyi secara gaib dan itu terjadi di bulan Rajab tahun 9 H. Jarīr bin Abdullah adalah seorang yang terpandang di kaumnya. Oleh karenanya, Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam membentangkan kainnya agar Jarīr duduk di atasnya pada saat Jarīr berbaiat masuk Islam. Jarīr pernah mengatakan bahwa sejak beliau masuk Islam, setiap bertemu dengan Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam, beliau selalu saja tersenyum kepadanya.
Jarīr berperawakan tinggi, sekitar 3 m, dan dikenal sebagai seorang sahabat yang sangat tampan hingga ‘Umar bin al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu menjulukinya sebagai nabi Yusufnya umat Islam. Beliau juga terkenal sebagai sahabat yang tawaduk. Anas bin Malik raḍiyallāhu ‘anhu mengatakan bahwa Jarīr kadang berkhidmah kepadanya padahal beliau lebih tua darinya. Jarīr, sebagaimana sahabat yang lain, juga berperan dalam jihād fī sabīlillāh. Di masa ‘Umar bin al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu, beliau dikedepankan dalam perang Irak dan punya peran besar dalam penaklukan Qadisiyah. Beliau akhirnya berpindah ke Kufah dan termasuk di antara sahabat yang menghindari dan tidak terlibat dalam perang fitnah antara sahabat. Jarīr bin Abdullāh wafat pada tahun 51 H dan versi lain menyebut di tahun 54 H, raḍiyallāhu ‘anhu.
FAEDAH DAN KESIMPULAN:
1. Matan hadis ini serupa dengan hadis yang sudah pernah disebutkan sebelumnya yaitu dari sahabat Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, namun redaksi hadis Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu lebih lengkap karena menyebutkan sabab wurūd al-hadīṡ.(2)
2. Keutamaan sifat kasih sayang kepada sesama makhluk.
3. Hadis ini adalah salah satu dalil dari kaidah “al–jazā’u min jinsi al-‘amal” (balasan dan pahala bagi seseorang sangat tergantung dan sesuai dengan perbuatan dan penyikapannya).
4. Allah ‘azza wa jalla, manusia dan seluruh makhluk tidak akan sayang dan kasih kepada manusia yang tidak sayang kepada sesamanya dan makhluk lain yang ada di sekitarnya.
5. Allah ‘azza wa jalla, manusia dan seluruh makhluk akan sayang dan kasih kepada manusia yang sayang kepada sesamanya dan juga kepada seluruh makhluk yang ada di sekitarnya
Footnote:
(1) Lihat: al-Istī’āb fī Ma’rifah al-Aṣhāb karya Ibn Abdilbār (1/236), Usdu al-Gābah karya Ibn al-Aṡir (1/529), dan al-Iṣābah fi Tamyīz al-Ṣahābah karya Ibnu Hajar (1/581).
(2) Silakan lihat kembali penjelasannya di link berikut: https://markazsunnah.com/menyayangi-dan-mencium-anak/