HADIS KEEMPAT BELAS: PENGARUH MUNTAH TERHADAP ORANG YANG BERPUASA

456
HADIS KEEMPAT BELAS PENGARUH MUNTAH TERHADAP ORANG YANG BERPUASA 1
HADIS KEEMPAT BELAS PENGARUH MUNTAH TERHADAP ORANG YANG BERPUASA 1
Perkiraan waktu baca: 2 menit

SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)

Daftar Isi:

REDAKSI HADIS

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنِ استَقَاءَ فَلْيَقْضِ. رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وأحمد، ورواته ثقات

Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  bersabda, “Barang siapa yang muntah, tidak wajib baginya untuk mengqada puasanya, namun siapa yang muntah dengan sengaja, wajib baginya untuk mengqada puasanya.” (HR. Abu Dawud, Tirmizi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Para perawinya tsiqat.)

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (2380), Tirmizi (720), Ibnu Majah (1/536), Ahmad (16/283), Hakim (1/427) dan lain-lain dari jalur Isa bin Yunus, dari Hisyam bin Hassan dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah. Sanadnya sahih sesuai syarat Imam Muslim. Imam Daraqhutni (2/84) berkata, “Semua rawinya tsiqah.” Namun, terdapat ilat dalam hadis ini. Imam Ahmad, Bukhari, al-Darimi, Abu Dawud, Tirmizi, dan lain-lain telah menyebutkan ilat hadis ini yaitu hadis ini tidak mahfuz karena Abu Hurairah telah berfatwa menyelisihi hadis ini sebagaimana yang akan dijelaskan. Telah diketahui bersama bahwa kalimat “para rawinya tsiqah” tidak berarti bahwa hadis ini sudah pasti kesahihannya.

BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS

Silakan mengunjungi: https://markazsunnah.com/perawi-islam-abu-hurairah/ dan https://markazsunnah.com/perisai-bagi-abu-hurairah-radhiyallahu-anhu/

SYARAH HADIS

Hadis ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa apabila orang yang berpuasa muntah dengan disengaja, puasa yang dia kerjakan batal. Wajib baginya unuk mengqada. Demikianlah mazhab mayoritas ulama. Namun bila dia muntah tanpa disengaja, puasanya sah dan tidak apa-apa.

Al-Khattābi berkata, “Saya tidak tahu bahwa ada silang pendapat di antara ahli ilmu dalam permasalahan ini.” (2)

Baca juga:  HADIS KE-22 AL-ARBA’IN: KADAR TERENDAH ISTIKAMAH

Ibnu Qudāmah berkata, “Demikianlah pendapat kebanyakan ahli ilmu.”(3)

Makna muntah dengan disengaja ialah bermaksud mencari sebab untuk muntah. Muntah dengan tidak disengaja ialah ketika muntah itu keluar dengan sendirinya dan tidak mampu ditahan.

Jika seseorang muntah dengan sengaja maka puasanya batal, sedikit maupun banyak muntahan tersebut. Ini berdasar pada zahir hadis. Juga karena tidak adanya perbedaan banyak dan sedikit pada pembatal-pembatal puasa lainnya.

Al-Muwaffaq Ibnu Qudāmah mengatakan, “Tidak ada beda antara muntahan makanan, asam lambung, dahak, darah, dan lain sebagainya karena semua itu masuk dalam keumuman hadis, wallahu a’lam bish shawab.”(4)

Menjelaskan hikmah batalnya puasa disebabkan muntah disengaja, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Orang yang sedang berpuasa dilarang mengonsumsi makanan dan minuman yang menguatkan tubuh dan bergizi. Dia dilarang pula mengeluarkan apa saja yang dapat membuatnya lemah dan isi lambung yang menjadi sumber gizinya. Jika dibenarkan dia memuntahkan isi perutnya, berbahaya bagi dirinya. Dengan demikian dia menjadi orang yang berbuat lalim dalam ibadahnya dan tidak berlaku adil.”(5)

Sebagian ulama memandang bahwa muntah tidak membatalkan puasa. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbās, Abu Hurairah (radhiyallahu ‘anhuma), Ikrimah, Imam Malik (menurut sebuah riwayat), zahir pilihan Imam Bukhari(6) (rahimahumullah). Mereka memilih pendapat ini karena tidak ada hadis sahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam terkait masalah ini padahal muntah ialah permasalahan yang berlaku secara umum dan sering terjadi.

Abu Hurairah berkata, “Apabila muntah, tidak batal puasanya. Dia hanya mengeluarkan (dari perutnya) dan tidak memasukkan.”(7) Wallahualam.

Ya Allah, berilah kami taufik di jalan ketaatan. Kokohkanlah kami di atas tuntunan rasul dan komitmen berjamaah. Jangan jadikan termasuk orang-orang yang mengetahui kebenaran lantas melalaikannya. Ampunilah kami, kedua orang kami dan seluruh kaum muslimin.

 

Baca juga:  LARANGAN MENYERUPAI SUATU KAUM

Footnote:

(1) Disadur dari kitab Mukhtashar Ahāditsi al– Ṣiyām, karya Syekh Abdullah bin Sālih al-Fauzān hafizhahullah dengan sedikit perubahan dan tambahan seperlunya.

(2) Ma’ālim As-Sunan (3/261)

(3) Al-Mughni (4/368)

(4) Al-Mughni (4/369)

(5) Majmu’ Al-Fatāwā (25/250)

(6) Fath Al-Bāri (4/173)

(7) Diriwayatkan secara mu’allaq oleh Bukhari (3/173) dengan sanad yang sahih.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments