HADIS KETIGA PULUH SATU: ISTIKAMAH SETELAH RAMADAN

93
ISTIKAMAH SETELAH RAMADAN
Perkiraan waktu baca: 3 menit

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، قُلْ لِي فِي الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ. قَالَ: {قُلْ: آمَنْتُ بِاللهِ، ثُمَّ اسْتَقِمْ} رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Sufyan bin Abdillah radhiyallahu anhu beliau berkata, “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sampaikanlah kepadaku dalam Islam suatu perkataan yang tidak perlu aku tanyakan kepada seorang pun setelahmu!’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah lalu beristiqamahlah!’” (HR. Muslim No. 38)

Hadis ini menunjukkan bahwasanya seorang hamba setelah beriman kepada Allah diperintahkan untuk istikamah dalam ketaatan dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hal itu dilakukan dengan senantiasa meniti jalan yang lurus (agama yang benar) dengan tidak condong kepada jalan yang sesat.

Jika seorang muslim selama Bulan Ramadan, memakmurkan siangnya dengan berpuasa dan malamnya dengan salat malam, membiasakan dirinya melakukan kebaikan, maka hendaknya dia tetap melakukan ketaatan kepada Allah secara kontinu dan berkesinambungan.

Jika di dalam Bulan Ramadan seorang muslim melakukan ketaatan yang berbagai macam, memperbanyak ibadah-ibadah sunah, bukan berarti dia dituntut untuk terus menerus dalam hal tersebut dibulan-bulan lainnya, akan tetapi tetap dianjurkan untuk semangat melakukan kebaikan dan waspada terhadap kemaksiatan sehingga dapat dikatakan telah mengambil faedah dari Bulan Ramadan.

Sesungguhnya sikap istikamah, tutur kata, dan perilaku yang baik dari seorang muslim, keinginan yang kuat untuk senantiasa melakukan ketaatan setelah Ramadan merupakan tanda dia telah mengambil faedah dari Bulan Ramadan, dan hal tersebut merupakan tanda diterimanya amalan dan tanda keberuntungan. Amalan seorang muslim tidak terhenti dengan berakhirnya bulan dan masuknya bulan yang lain, namun tetap berlanjut hingga kematian menjemput,

Baca juga:  BAHAYA RIA

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ} [الحجر: 99]

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai keyakinan (ajal) mendatangimu!” (Q.S. al-Hijr: 99)

Meskipun puasa Ramadan telah berakhir, namun puasa sunah tetap disyariatkan sepanjang tahun, walaupun qiyam Ramadan (tarawih) telah berakhir, namun sepanjang tahun semuanya adalah waktu untuk tetap melakukan qiamulail.

Meskipun waktu zakat fitrah telah berakhir, namun waktu zakat wajib dan sedekah  tetap berlanjut sepanjang tahun, membaca al-Quran, mentadaburinya serta semua amalan saleh tetap dituntut dari seorang muslim disetiap waktu.

Di antara bentuk karunia Allah atas hamba-Nya adalah pintu-pintu ketaatan, jalan kebaikan yang banyak dan beranekaragam, agar semangat seorang muslim dalam ibadah terjaga, dan senantiasa tetap terus menerus dalam kebaikan.

Hal yang memilukan dan sangat disayangkan ketika sebagian orang berada pada Bulan Ramadan dengan berbagai macam ketaatan, menjaga salat fardu lima waktu di masjid, memperbanyak membaca al-Quran, bersedekah, namun ketika Ramadan telah berakhir mereka kemudian bermalas-malasan melakukan ketaatan, bahkan mungkin mulai meninggalkan kewajiban seperti salat berjamaah secara umum, atau salat subuh secara khusus, melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti tertidur dan lalai dari kewajiban salat, memainkan alat-alat musik, atau bahkan menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat. Orang yang demikian pada hakikatnya telah menghancurkan apa yang telah mereka bangun, menguraikan kembali apa yang telah mereka pintal dari kebaikan-kebaikan, dan hal tersebut adalah tanda seseorang diharamkan dari kebaikan dan alamat kerugian

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita keselamatan dan keistikamahan. Para salaf saleh selalu berusaha keras untuk menyelesaikan dan menyempurnakan setiap amalan mereka, kemudian setelah itu mereka sangat memperhatikan bagaimana agar amalan mereka diterima dan merasa takut jika tertolak.

Baca juga:  HADIS KETIGA PULUH DUA: QADA PUASA RAMADAN

Dalam sebuah atsar, Ali radhiyallahu anhu beliau berkata, “Hendaklah perhatian kalian terhadap diterimanya amalan itu lebih besar dibanding perhatian terhadap amalan itu sendiri! Tidakkah kalian mendengar firman Allah, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”

Dan dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah tentang ayat, ‘Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut.’ (Q.S. al-Mukminun: 60).’ Aisyah berkata, “Apakah mereka orang-orang yang minum khamar dan mencuri?’ Rasulullah menjawab, ‘Tidak wahai putri al-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, salat, bersedekah, namun mereka takut amalan mereka tertolak. Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu mendapatkannya.’” (H.R. al-Tirmizi (no. 3175), Ibnu Majah (no. 4198), Ahmad (42/156), Ibnu Jarir al-Thabari (18/26), al-Hakim (2/393) dan beliau berkata, “Sanadnya sahih,” dan Imam al-Zahabi tidak mengomentarinya, hadis ini sanadnya terputus, akan tetapi dikuatkan dengan hadis riwayat Abu Hurairah yang diisyaratkan oleh imam al-Tirmizi. Lihat: Silsilah Shahihah (no. 162)). Wallahualam.

Ya Allah, bantulah kami untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, beribadah dengan sebaik-baiknya kepada-Mu, dan karuniahkanlah kami keistikamahan di dalam beribadah kepada-Mu. Ya Allah berikanlah taufik-Mu untuk segala kemaslahatan kami, lindungilah kami dari segala bentuk kemaksiatan dan keburukan, jadikanlah kami orang-orang yang diberikan petunjuk yang benar dan bukan orang yang tersesat dan menyesatkan, ampunilah dosa-dosa kami, orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments