Allah ‘azza wa jalla telah menjadikan siang sebagai waktu untuk mencari rezeki dan karunia-Nya, dan menciptakan malam sebagai waktu untuk beristirahat menenangkan diri dari rasa letih dan penatnya kesibukan siang. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتاً : ٩ وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاساً : ١٠ وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشاً : ١١
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (Surah An-Naba’: 9-11)
Itulah nikmat waktu, rezeki dan ketenangan yang dicurahkan oleh Allah ‘azza wa jalla atas hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu, dalam setiap waktu dan keadaan, Allah ‘azza wa jalla memerintahkan mereka untuk selalu bersyukur dan berzikir mengingat-Nya baik dalam heningnya, suasana malamnya, maupun di sela-sela padatnya kesibukan siang. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُوراً :٦٢
“Dan Dia pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (Surah Al-Furqan: 62)
Demi mewujudkan tertanamnya rasa syukur para hamba dalam hati mereka. Allah ‘azza wa jalla menyariatkan kepada mereka berbagai macam ibadah -sebagai tujuan terciptanya makhluk-, baik berupa ibadah wajib maupun sunah. Salah satu ibadah yang paling agung dan utama yang Allah syariatkan sebagai bentuk penghambaan dan apresiasi rasa syukur terhadap-Nya adalah salat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
….وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ..
“…Dan ketahuilah, bahwa sebaik-baik amal kalian adalah salat…”1
Oleh sebab itu, kendatipun Allah ‘azza wa jalla telah mewajibkan salat lima waktu atas seorang muslim, Dia masih memberikan kesempatan kepadanya untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai macam salat sunah di waktu-waktu malam dan siang hari. Di antara salat-salat sunah itu adalah “Salat Dhuha” yang banyak diabaikan oleh kebanyakan kaum muslimin, mungkin karena faktor ketidaktahuan mereka tentang salat ini ataupun karena faktor kemalasan dan tidak adanya semangat ibadah yang tinggi dalam diri mereka.
Jika dalam keheningan malam, Allah ‘azza wa jalla telah menjadikan tahajud dan witir sebagai ibadah sang hamba menyertai kenyamanan istirahat malam-malamnya, maka di sela-sela padatnya aktifitas dan kesibukan siang, Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam menjadikan salat ini sebagai ibadah sunah yang paling utama di dalamnya. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mewasiatkan salat ini kepada beberapa sahabatnya, di antaranya Abu Hurairah, Abu Darda’ dan Abu Dzar al-Ghifary radhiyallahu anhum dengan wasiat yang sama. Simaklah penuturan Abu Hurairah radhiyallahu anhu tentang wasiat yang agung ini sebagaimana yang terdapat dalam kitab Shahihain bahwasanya Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, “Kekasihku shallallahu ’alaihi wasallam mewasiatkan padaku dengan tiga perkara yang tidak akan saya tinggalkan, yaitu agar saya tidak tidur malam kecuali setelah salat witir, agar saya tidak meninggalkan dua rakaat salat Dhuha karena itu adalah salatnya orang-orang yang senantiasa kembali (bertobat) kepada Allah, dan agar berpuasa tiga hari setiap bulan.“2
Ketahuilah -wahai saudaraku-, sesungguhnya hati yang berada dalam kesibukan dan padatnya aktifitas, kadang mengalami gangguan konsentrasi, lemahnya semangat kerja dan hilangnya ketenangan berpikir. Namun dengan berhenti sejenak, mengheningkan jiwa dan perasaan untuk mengingat dan berzikir kepada Allah ‘azza wa jalla serta memperbaharui niat amal dan aktifitas harian, hati dan pikiran akan kembali pada ketenangan yang dengannya seseorang dapat mencapai titik konsentrasi dan peningkatan aktifitas yang maksimal. Allah‘azza wa jalla telah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ :٢٨
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.” (Surah Ar-Ra’ad : 28)
Dan sebagaimana yang telah disebutkan bahwa bentuk zikir (mengingat) Allah ‘azza wa jalla yang paling agung adalah salat, maka menjadi suatu hikmah yang indah dan hal yang pantas, ketika Allah‘azza wa jalla meletakkan waktu salat Dhuha, tepat dalam momen-momen kesibukan mencari rezeki dan padatnya aktifitas harian yang menjenuhkan, baik itu sebelum mengawali aktifitas di awal pagi, di tengah-tengah aktifitas maupun menjelang istirahat sebelum tengah hari.
Jadi tidak diragukan lagi, salat Dhuha merupakan wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang penting bagi para hamba yang senantiasa bertakarub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla, sebab mereka akan selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan, bahkan di sela-sela kesibukan yang padat sekalipun, mereka masih dapat meluangkan sedikit waktu mereka untuk bermunajat kepada Rabb mereka Yang Maha Pemurah. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika Abu Hurairah radhiyallahu anhu menyebut salat Dhuha sebagai salatnya orang yang senantiasa kembali bertakarub dan bertobat kepada Allah ‘azza wa jalla.
Subhanallah…
Seandainya hamba yang selalu melaksanakan salat Dhuha yang mendapatkan gelar dari Allah ‘azza wa jalla sebagai “al-tawwab (hamba yang senantiasa kembali bertobat dan bertakarub kepada Allah)”, maka cukuplah ini sebagai fadilah dan keistimewaan baginya, apatah lagi jika dalam hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam egitu banyak menyebutkan manfaat di balik salat Dhuha ini, di antaranya:
Pertama, salat dhuha sebagai pengganti bagi sedekah persendian tubuh. Dalam kitab Shahih Muslim, dari Abu Dzar radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda (artinya), “Tatkala pagi, setiap persendian salah seorang di antara kamu memiliki sedekah, setiap ucapan tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap ucapan tahmid (alhamdulillah) adalah sedekah, setiap ucapan tahlil (laa ilahaillallah) adalah sedekah, setiap ucapan takbir (Allahuakbar) adalah sedekah, memerintahkan kepada kebaikan adalah sedekah dan mencegah dari kemungkaran adalah sedekah, namun (pahala) semuanya cukup diraih dengan dua rakaat dari salat Dhuha.”3
Kedua, dengannya Allah ‘azza wa jalla mencukupkan nikmat-Nya pada orang yang melaksanakannya hari itu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
يقول الله عز وجل : يا ابن آدم لا تعجز من أربع ركعات في أول نهارك أكفك آخر
“Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Wahai anak Adam, janganlah engkau merasa lemah untuk melakukan empat rakaat (Dhuha) pada awal siang hari agar Aku mencukupkan (nikmat-Ku) padamu di akhir siang’.”4
Ketiga, keluar ke tempat salat untuk salat dhuha, pahalanya menyamai pahala umrah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لاَ يُنْصِبُهُ إِلاَّ إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ
“Barangsiapa yang keluar (ke tempat salat) untuk salat Dhuha, dan tidak ada yang mengeluarkannya kecuuali untuk itu, maka pahalanya seperti pahala orang yang melaksanakan umrah.”5
Keempat, dua rakaat di awal waktu Dhuha seusai duduk berzikir dari salat Subuh, menyamai pahala haji dan umrah. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang melakukan salat Subuh secara berjemaah lalu duduk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian salat dua rakaat maka ia mendapatkan pahala seperti pahal haji dan umrah.”
Anas radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallambersabda, ‘Sempurna, sempurna, dan sempurna’.”6
Salat ini sering dikenal “Salat Isyraq”. Namun ia tetap merupakan salat Dhuha yang dilakukan di awal waktu Dhuha, seusai duduk berzikir dari waktu Subuh. Barangsiapa yang melakukannya, ia akan mendapatkan keutamaan ini, Insya Allah.
Inilah sebagian fadilah dan keistimewaan yang dikhususkan oleh Allah ‘azza wa jalla atas hamba-hamba-Nya yang menjaga salat Dhuha sebagai penyejuk hati dan penenang pikiran dan jasadnya di waktu siang.
Bergegaslah -wahai saudaraku- untuk meraihnya dengan hanya meluangkan beberapa menit untuk bermunajat dengan Rabb-mu dalam indahnya salat Dhuha. Apalagi di antara kemurahan-Nya, Dia menyariatkannya dalam tenggang waktu yang panjang, dari meningginya mentari setinggi mata tombak (sekitar 15 menit dari terbitnya matahari) sampai tengah hari, saat mentari tepat berada di atas kepala (waktu zawal atau sekitar 15 menit sebelum waktu Zuhur). Di antara dua waktu inilah yang dikenal sebagai waktu Dhuha. Dibolehkan untuk melakukan salat Dhuha di permulaan pagi, mengawali aktifitas harian, atau di sela-sela aktifitas maupun tatkala mentari memanas sebelum waktu zawal (tengah hari). Waktu terakhir inilah yang paling afdal, sebagaimana dalam hadits,
صلاة الأوابين حين ترمض الفصال
“Salatnya orang-orang yang senantiasa kembali (bertobat) kepada Allah adalah tatkala mentari memanas.”7
Adapun jumlah rakaatnya, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama adalah minimal dua rakaat, berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang telah disebutkan. Adapun jumlah rakaat maksimalnya adalah tanpa ada batasan berdasarkan amalan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang dikisahkan oleh Aisyah radhiyallahu ’anha dalam kitab Shahih Muslim (719), “Adalah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam melakukan salat Dhuha empat rakaat, dan menambahnya sesuai yang dikehendaki Allah (semampunya).“
Demikian, semoga bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala Muhammad wa ’ala ali Muhammad.
Footnote:
- HR. Ibnu Majah (277, 278, 279) dan dishohihkan oleh AL-Albani dalam Al-Irwa’ (2/137).
- HR. Al-Bukhari (1178) Muslim (721), dan Ibnu Khuzaimah dengan lafal ini.
- HR. Muslim (720)
- HR. Abu Daud (1289), At-Tirmidzi (475) dan dishohihkan oleh Al Albany dalam At-Ta’liq Ar-Raghib (1/236).
- HR. Abu Daud (008), dengan derajat hasan.
- HR. At-Tirmidzi (586) dan berkata : “Ini hadits hasan ghorib” dan dihasankan oleh Al-Albany dalam Al-Misykat (971).
- HR. Muslim (748).