SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)
Daftar Isi:
REDAKSI HADIS
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ. وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ –مَرَّتَيْنِ-. متفق عليه
Artinya: Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Puasa itu adalah perisai. Maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berkata dan berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat berteriak-teriak (shakhb).’” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “… dan jangan berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka hendaklah dia berkata, ‘Aku sedang berpuasa (dia mengulangi ucapannya dua kali).’” (H.R. Bukhari dan Muslim)
TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Shahih al-Bukhari, no. 1894 dan Muslim dalam kitabnya, Shahih Muslim, no. 1151.
BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:
Lihat: https://markazsunnah.com/perawi-islam-abu-hurairah/
PENJELASAN HADIS SECARA GLOBAL:
Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang puasa dituntut untuk menjaga kesempurnaan puasanya dan menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasanya. Dengan itu dia menghiasi diri dengan akhlak mulia dan menjauhi akhlak yang tercela agar puasanya membuahkan hasil yang diinginkan, sehingga mendapatkan ampunan Allah azza wajalla sebagaimana yang telah dijanjikan.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (perkataan dusta), amalan dusta, dan berbuat jahil (kebodohan), maka Allah tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.”(2)
Sabda beliau: لصِّيَامُ جُنَّةٌ (al-shiyamu junnatun) artinya adalah sesuatu yang menghalangimu. Maksudnya, melindungi dan menjauhkanmu dari sesuatu yang menakutkanmu.
Maknanya bahwasanya puasa itu akan mencegah pelakunya dari berbagai bentuk kemaksiatan di dunia.
Jika di dunia orang yang puasa memiliki perisai melindungi dari kemaksiatan, maka di akhirat kelak ia akan memiliki perisai pelindung dari neraka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
“Puasa itu adalah perisai seperti perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan.”(3)
Hadis ini dalil yang menjelaskan keutamaan puasa .
Sabda Rasulullah: “فَلَا ْيَرْفُثْ” artinya maka jangan berbuat keji. Kata al-rafats juga didefinisikan sebagai interaksi suami istri untuk melakukan jimak atau bercumbu untuk menyalurkan syahwat.
Allah azza wajalla berfiman,
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Banyak ulama mengatakan bahwasanya al–rafats yang dimaksud pada hadits ini adalah perbuatan keji dan perkataan kotor/buruk.
Kalimat: وَلاَ يَصْخُبْ (al–shakhbu) artinya teriakan, kebisingan, suara yang bercampur tidak karuan.
Kalimat: وَلَا يَجْهَلْ , artinya dan jangan berbuat bodoh.
Maksud dari jahil adalah jangan melakukan tindakan orang-orang bodoh seperti berteriak-teriak tidak jelas, menjerit-jerit, dan semisalnya.
Kalimat: فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ (hendaklah dia mengatakan saya sedang berpuasa) maksudnya jika ada seseorang yang mendebatnya, menghinanya, atau mencelanya maka hendaknya orang yang puasa tidak perlu menanggapinya dengan sikap serupa. Tetapi hendaknya dia mengataka , “innii sha-im” (saya sedang puasa). Harapannya, sikap tersebut dapat meredam permusuhan dan hinaan yang lebih parah, yakni dengan menyadarkan dirinya bahwa orang yang dia musuhi sedang melaksanakan ibadah puasa.
Sesungguhnya puasa yang benar-benar diterima adalah menahan anggota badan dari berbagai bentuk dosa, menahan lisan dari dusta dan perkataan keji, menahan perut dari makanan dan minuman, dan menahan kemaluan dari jimak dan percumbuan.
Puasa adalah sebuah madrasah edukasi yang mengajarkan sikap kelembutan, kesabaran, kejujuran, dan dorongan untuk membiasakan diri berbuat akhlak yang mulia dan perkataan dan perbuatan yang terpuji. Orang yang puasa itu semestinya tidak suka berteriak-teriak tidak jelas, tidak melakukan tindakan keji, tidak pemarah, tidak berdusta, dan tidak berkata kotor.
Orang yang puasa semestinya selalu menghiasi lisannya dengan zikir dan diamnya untuk bertafakur karena waktu yang dimiliki orang yang puasa lebih berharga dan lebih mahal dari pada sekadar melakukan semua sikap keburuan yang telah disebutkan tadi. Perbuatan buruk itu justru akan mempengaruhi pahala puasanya dan menghilangkan hakikat ibadah puasa itu. Wallaualam.
اَللَّهُمَّ اهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّاتِنَا، وَأَزْوَاجِنَا وَأَوْلَادِنَا، وَاغْفِرْ اَللَّهُمَّ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ
Ya Allah, tunjukkanlah kami jalan keselamatan, selamatkan kami dari kegelapan menuju cahaya-Mu, jauhkan kami dari perbuatan keji yang tampak atau pun yang tersembunyi, beri berkahlah pada pendengaran kami, pada penglihatan kami, pada kekuatan kami, pada pasangan-pasangan kami, pada anak-anak kami, pada harta benda kami dan ampunilah dosa kami, dosa kedua orang tua kami, dan dosa seluruh kaum muslimin.
Footnote:
(1) Disadur dari kitab Mukhtashar Ahāditsi al- Ṣiyām, karya Syekh Abdullah bin Sālih al-Fauzān hafizhahullah dengan sedikit perubahan dan tambahan seperlunya.
(2) H.R. Bukhari, no. 6057.
(3) H.R. Al-Nasa’i (167/4), Ibnu Majah (no. 1639), Ahmad (26/205), Ibnu Khuzaimah (3/193), Ibnu Hibban (8/409). Hadis ini sanadnya sahih, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, hadis ini memiliki syahid (penguat) dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu anhu.