BAIT KE-21 HINGGA KE-22: HADIS SYĀŻ DAN MAQLŪB

159
BAIT KE HINGGA KE HADIS SYAZ DAN MAQLUB
Perkiraan waktu baca: 3 menit

SYARAH MUDAH MATAN AL-BAIQŪNI[1]
BAIT KE-21 HINGGA KE-22: HADIS SYĀŻ DAN MAQLŪB

Imam al-Baiqūni:

وَمَا يُخَالِفْ ثِقَةٌ بِهِ الَمَلَا … فَالشَّاذُّ وَالمقْلُوْبُ قِسْمَانِ تَلا

إبْدَالُ رَاوٍ مَا بِرَاوٍ قِسْمُ … وَقَلْبُ إسْنَادٍ لِمَتْنٍ قِسْمُ

Artinya:
“(Hadis) yang dengannya seorang ṡiqah menyelisihi mala’, maka ia adalah syāż. Adapun (hadis) maqlūb ada dua macam sebagai berikut.

“Menukar seorang rawi dengan rawi lain adalah satu macam, dan mengganti isnad sebuah matan adalah macam yang lain.”

Definisi:

Al-mala adalah jamaah. Dikatakan juga bahwa maknanya adalah pembesar dan pemuka suatu kaum. Yang dimaksud dalam konteks ini adalah jemaah (sejumlah) rawi.[2]

Al-syāż[3] adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang ṡiqah yang menyelisihi rawi yang lebih rājiḥ (kuat) dari dirinya dari segi hafalan atau lebih banyaknya jumlah mereka (yang diselisihi).

Contoh:

Ibn Mājah meriwayatkan dalam Sunan-nya,[4] beliau berkata: Uṡmān bin Abu Syaibah mengabarkan kepada kami: Mu’āwiyah bin Hisyām menyampaikan kepada kami: Sufyān menyampaikan kepada kami, dari Usāmah bin Zaid, dari Uṡmān bin ‘Amr, dari ‘Urwah, dari ‘Āisyah raḍiyallāhu’anha, beliau berkata: Rasulullah ṣallallāhu‘alaihiwasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوْفِ[5]

Artinya:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat atas sisi kanan saf-saf.”

Para rawi dalam isnad hadis ini ṡiqah dan secara zahir hadis ini sahih.[6] Akan tetapi, Usāmah bin Zaid keliru dalam matannya sehingga ia meriwayatkan dengan lafaz

مَيَامِنِ الصُّفُوْفِ yang dalam hal ini ia diselisihi oleh sejumlah rawi ṡiqah[7] yang meriwayatkannya dengan lafaz

…عَلَى الَّذِينَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوفَ

Artinya:
“… atas orang-orang yang menyambung saf-saf.”

Oleh karena itu, Imam al-Baihaqi dalam Sunan-nya[8] -mengisyaratkan keadaan syāż hadis di atas (hadis pertama)- berkata, “Hadis ini (hadis kedua) yang mahfuz.”[9]

Baca juga:  BAIT KE-19 DAN KE-20: HADIS MUDALLAS

Definisi:

Al-maqlūb ada dua jenis.

Jenis pertama hadis maqlūb adalah mengganti sebuah lafaz dengan lafaz lain. Terkadang hal tersebut terjadi dalam sanad, yaitu pada nama para rawinya.

Contoh:

Sebuah hadis diriwayatkan dari Ka’ab bin Murrah, maka ada rawi yang membaliknya menjadi Murrah bin Ka’ab.

Terkadang juga terjadi dalam matan hadis, yaitu pada lafaz-lafaznya.

Contoh:

Hadis Abu Hurairah[10] tentang tujuh golongan yang Allah naungi dengan naungan Arasy-Nya, di dalamnya,

…ورجلٌ تصدَّق بصدقةٍ فأخفاها، حتى لا تعلم يمينُه ما تُنْفِق شمالُه…

Artinya:
“…Seseorang bersedekah dengan sebuah sedekah yang ia sembunyikan sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kirinya….”

Ini di antara contoh lafaz yang terbalik oleh para rawi sebab yang benar adalah

…حتى لا تعلم شمالُه ما تُنْفِق يمينُه…

Artinya:
“…sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kirinya…”

Jenis kedua hadis maqlūb adalah mengganti sanad dari sebuah matan dengan sanad dari matan lain dan mengganti sanad matan tersebut dengan sanad yang matan yang pertama yang dilakukan sebagai bentuk ujian.

Contoh:

Apa yang dilakukan oleh penduduk Bagdad terhadap Imam al-Bukhāri raḥimahullāh di mana mereka mengubah sanad seratus hadis dan menanyai beliau akan hal tersebut sebagai uji coba terhadap hafalan beliau. Beliau pun mengembalikan hadis-hadis tersebut seperti sedia kala dan tidak keliru dalam satu hadis pun.[11]

Kisah ini menunjukkan keluasan hafalan, kecerdasan otak, kejelian pemahaman, dan ketajaman pandangan Imam al-Bukhāri raḥimahullāh.

 


Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab al-Ta’liqāt al-Aariyyah ‘ala al-Manẓūmah al-Baiquniyyah karya Syekh ‘Ali bin Ḥasan al-Ḥalabi al-Aṡari rahimahullāh.

[2] Lisān al-‘Arab (1/159).

Baca juga:  BAIT KE-16: HADIS MURSAL DAN GARIB

[3] Lihat: al-Taqyīd wa al-Īḍāḥ (h. 83), al-Tadrīb (1/193), dan Tauḍīḥ al-Afkār (1/377).

[4] Sunan Ibn Mājah (1/123).

[5] Lihat risalah Syekh al-Ḥalabi raḥimahullāh yang berjudul Zahru al-Rauḍ fi Hukm Ṣiyām Yaum al-Sabt fi Gair al-Farḍ (h. 79), di dalamnya terkandung faedah penting seputar hadis syāż.

[6] Karena itulah al-Ḥāfiẓ Ibn Ḥajar menghasankannya dalam Fatḥ al-Bāri (2/213).

[7] Lihat: ‘Ulūm al-Ḥadī (h. 91).

[8] Al-Sunan al-Kubra (3/103).

[9] Syekh al-Albāni menyetujuinya dalam ta’līq beliau terhadap al-Misykāh (1/342).

[10] H.R. Mālik dalam al-Muwaṭṭa (2/952) dan Muslim (no. 1031) dari Abu Said al-Khudrī atau Abu Hurairah. Hadis ini diriwayatkan juga oleh Ahmad (2/439), al-Bukhāri (no. 660), Muslim (no. 1031), dan al-Nasāi (8/222) dari Abu Hurairah. Lihat juga: al-Tamhīd (2/281) karya Ibn ‘Abd al-Barr.

[11] Rujuk: Tārīkh Bagdād (2/20) karya al-Khaṭīb al-Bagdādi. Kisah ini diperselisihkan validitasnya, namun yang rājiḥ menurut Syekh al-Ḥalabi bahwa kisah tersebut valid. Lihat juga: Asmā Man Rawa ‘Anhum al-Bukhāri (h. 62-64) karya Ibn ‘Adī dengan ta’līq Badr al-‘Ammāsy.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments