SYARAH MUDAH MATAN AL-BAIQŪNI[1]
Imam al-Baiqūni:
عَزِيْزُ مَرْوِيْ اثْنَيْنِ أوْ ثَلَاثَهْ … مَشْهُوْرُ مَرْوِيْ فَوْقَ مَا ثَلَاثَهْ
Artinya:
“Aziz adalah yang diriwayatkan oleh dua atau tiga. Masyhur adalah yang diriwayatkan oleh lebih dari tiga.”
SYARAH
Definisi:
Syekh ‘Abd al-Sattār raḥimahullāh juga mengoreksi penulis manẓūmah pada bagian ini dengan berkata,
عَزِيزُ مَرْوِي اثْنَيْنِ يَا بَحَّاثَهْ … مَشْهُورُ مَرْوِيٌّ عَنِ الثَلَاثَهْ
Artinya:
“Aziz adalah yang diriwayatkan oleh dua -wahai peneliti-. Masyhur adalah yang diriwayatkan oleh tiga.”
Aziz[2] adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh dua rawi pada seluruh ṭabaqah (tingkatan) sanadnya dan tidak kurang dari itu.
Contoh:
Al-Ḥāfiẓ Ibn Ḥajar menyebutkan dalam Nuzhah al-Naẓr[3] dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Syaikhān (al-Bukhāri dan Muslim) dari hadis Anas raḍiyallahu’anhu, dan al-Bukhāri dari hadis Abu Hurairah raḍiyallahu’anhu bahwa Rasulullah ṣallallāhu‘alaihiwasallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ حتَّى أكُوْنَ أحَبَّ إلَيْهِ مِن وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ والنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ[4]
Artinya:
“Tidaklah sempurna keimanan seseorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.”
Yang meriwayatkan dari Anas adalah Qatādah dan ‘Abd al-Āzīz; yang meriwayatkan dari Qatādah adalah Syu’bah dan Sa’īd;[5] yang meriwayatkan dari ‘Abd al-‘Azīz adalah Ismā’īl bin ‘Ulayyah dan ‘Abd al-Wāriṡ; dan yang meriwayatkan dari keduanya ada sejumlah rawi.
Definisi:
Masyhur[6] adalah yang diriwayatkan oleh tiga rawi atau lebih pada setiap ṭabaqah sanadnya selama belum mencapai tingkatan mutawatir. Ini yang disebut dengan masyhūr isṭilāḥi (hadis masyhur menurut terminologi ilmu hadis).
Contoh:
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash raḍiyallahu ’anhumā bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda,
إنَّ اللَّهَ لا يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، ولَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بقَبْضِ العُلَمَاءِ، حتَّى إذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا؛ اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤَسَاءَ جُهَّالًا، فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيرِْ عِلْمٍ، فَضَلُّوْا وأَضَلُّوْا[7]
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya sekaligus dari para hamba. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama. Hingga bila sudah tidak lagi tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Ketika mereka ditanya, mereka berfatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan.”
Yang meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash raḍiyallahu ’anhumā dari seluruh ṭabaqah sanadnya adalah tiga rawi atau lebih sebagaimana diuraikan dalam sanad-sanadnya.[8]
Hadis masyhūr gairu isṭilāḥi (masyhur di luar terminologi ilmu hadis) adalah hadis yang populer di suatu kalangan atau di suatu generasi karena faktor tertentu. Bisa jadi hadis-hadis yang populer di tengah masyarakat tersebut tidak memiliki asal usul atau sanad[9] dan bisa jadi juga hadis tersebut sahih atau mutawatir. Jenisnya beragam, antara lain:[10]
- Hadis yang populer di kalangan ahli hadis secara khusus;
- Hadis yang populer di kalangan ahli hadis, ulama, dan orang-orang awam;
- Hadis yang populer di kalangan fukaha;
- Hadis yang populer di kalangan uṣūliyyūn (ahli usul fikih);
- Hadis yang populer di kalangan ahli nahu; dan
- Hadis yang populer di masyarakat umum.
Footnote:
[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab al-Ta’liqāt al-Aṡariyyah ‘ala al-Manẓūmah al-Baiquniyyah karya Syekh ‘Ali bin Ḥasan al-Ḥalabi al-Aṡari rahimahullāh.
[2] Lihat: al-Tadrīb (2/181), ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (h. 243) karya Ibn al-Ṣalāḥ.
[3] Nuzhah al-Naẓr (h. 70) dengan tahkik Syekh ‘Ali bin Ḥasan al-Ḥalabi raḥimahullāh.
[4] H.R. al-Bukhāri (no. 14) dan Muslim (no. 44).
[5] Dalam hal ini juga terdapat pembahasan. Lihat isyarat terhadap hal tersebut dalam ta’līq Syekh ‘Ali terhadap risalahnya al-Nukat ‘ala Nuzhah al-Naẓr (h. 70). Lihat juga: Tuḥfah al-Asyrāf (1/305).
[6] Lihat: Ḥāsyiyah al-Ajhūri (h. 34) dan al-Tadrīb (2/173).
[7] H.R. al-Bukhāri (no. 100) dan Muslim (no. 2673).
[8] Lihat: Fatḥ al-Bāri (1/195).
[9] Tadrīb al-Rāwi (2/183). Syekh ‘Ali Hasan juga memiliki kitab khusus dengan pembahasan hadis-hadis populer yang daif (yang kontemporer).
[10] Al-Taqyīd wa al-Īḍāḥ (h. 263-267) karya al-Ḥāfiẓ al-‘Irāqi, al-Tadrīb (2/157), dan Tauḍīḥ al-Afkār (2/406) karya al-Ṣan’āni.
Bismillah.
Mengapa hadis masyhur istilahi seakan dipisah dgn hadis masyhur goiru istilahi??
Bukankah keduanya sama2 hadis masyhur??
Karna di dalam hadis ahad itu ada yg diterima dan ada yg ditolak, lalu knpa hadis mayhur ini seakan terbagi dua?? Toh tolak ukurnya nanti pada sanadnya, jika gk bermasalah diterima, jika bermasalah boleh jadi sampai pada derajat maudhu.
Trimakasih.
Masyhur ghairu istilahy maksudnya masyhur dikalangan golongan tertentu saja. ( yakni misalnya ada hadis yang hanya masyhur dikalangan ahlu hadis saja, masyhur dikalangan ulama fikih, ahli bahasa, masyarakat awam ). jenis hadis ini ada yg memiliki sanad dan ada yang tidak memiliki sanad sama sekali. wallahu a’lam