Daftar Isi:
Hadis-Hadis Marfuk Tentang Keutamaan Malam Nishfu (Pertengahan) Bulan Syakban
Telah diriwayatkan beberapa hadis tentang keutamaan pertengahan bulan Syakban, keutamaan menghidupkan malamnya dengan qiyamullail dan siang harinya dengan berpuasa. Kebanyakan hadis tersebut batil dan tidak ada yang sahih, sebagaimana telah diterangkan oleh banyak ulama rahimahumullah.[1]
Berikut ini klasifikasi pembahasan hadis-hadis tersebut beserta penjelasan singkat tentang kelemahan dan derajatnya:
A. Hadis-Hadis yang Menyebutkan bahwa Allah azza wajalla Mendatangi Hamba-Nya di Malam Nishfu Syakban Lalu Mengampuni Mukmin dan Hamba yang Beristigfar serta Tidak Mengampuni Musyrik, Orang yang Mendengki dan Bermusuhan dengan Saudaranya.
Ada beberapa hadis yang menyebutkan masalah ini, di antaranya:
Hadis Pertama:
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضي الله عنه، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِن
Artinya: Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memeriksa hamba-hamba-Nya pada malam nishfu Syaban maka Allah mengampuni semua hamba-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.”
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh:
- Ibnu Majah dalam kitabnya al-Sunan (no. 1390).
- Ibnu al-Jauzi dalam al-‘Ilal al-Mutanahiyah fi al-Ahadits al-Wahiyah (no. 922).
Keduanya meriwayatkan dari jalur periwayatan al-Walid bin Muslim dari Ibnu Lahi’ah dari al-Dhahhak bin Aiman dari al-Dhahhak bin Abdurrahman bin ‘Arzab dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
Keterangan:
Beberapa penjelasan ulama tentang hadis ini:
- Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) berkata, “Hadis ini tidak sahih, Ibnu Lahi’ah seorang yang Dzāhib al-hadits (hadisnya pergi).”[2]
- Al-Mundziri (w. 656 H) menyebutkan bahwa perawi al-Dhahhāk bin Abdurrahman bin ‘Arzab tidak bertemu dengan sahabat Abu Musa al-‘Asy’ari radhiyallahu anhu.[3]
- Al-Dzahabi (w. 748 H) berkata, “Ibnu Lahi’ah daif”.[4]
- Al-Bushiri (w. 840 H) berkata, “Sanadnya lemah karena kelemahan perawi Abdullah bin Lahi’ah dan tadlis perawi al-Walīd bin Muslim.”[5]
- Kelemahan lain dari sanad ini adalah al-Dhahhak bin Aiman al-Kalbi seorang perawi yang majhul.[6]
- Su’ud bin ‘Ied bin ‘Umair al-Shā’idi (w. 1439 H) berkata, “Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam ta’liqnya terhadap Sunan Ibn Majah, namun penilaian beliau ini tidak bisa disetujui karena hadis ini memiliki ‘illah (cacat) yang banyak dengan berbagai bentuknya sehingga tidak bisa menguatkan dan tidak bisa dikuatkan dengan keberadaan jalur-jalur lainnya.”[7]
Hadis Kedua:
عن الْوَضِينَ بْنِ عَطَاءٍ، قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ يَطَّلِعُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ الذُّنُوبَ لِأَهْلِ الْأَرْضِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ وَلَهُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ عُتَقَاءُ عَدَدُ شَعَرِ مُسُوكِ غَنَمِ كَلْبٍ
Artinya: Dari al-Wadhīn bin ‘Atha berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah datang dan mengetahui keadaan hamba-Nya pada malam nishfu Syakban, lalu mengampuni dosa-dosa penduduk bumi kecuali musyrik atau yang bermusuhan dengan saudaranya. Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari api neraka pada malam tersebut sebanyak bulu kambing kabilah Kalb[8]”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahūyah/Rahawaih dalam Musnadnya (no. 1702) dari jalur Abdurrazzaq dari Ibrahim bin Umar al-Anbari dari al-Wadhin bin ‘Atha.
Keterangan:
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih dengan jalur sanad yang disebutkan di atas dan tidak diketahui ada sanad lain. Hadis ini memiliki beberapa kelemahan di antaranya:
- Al-Wadhi’ bin ‘Atha dalam hadis ini adalah maula Khuza’ah, beliau termasuk penduduk Syam, kuniahnya Abu Kinanah dan memiliki pemahaman qadariyah. Beliau ini dilemahkan oleh beberapa ulama di antaranya al-Walid bin Muslim, Muhammad bin Sa’ad dan Abu Hatim al-Razi.[9]
- Al-Wadhi’ bin ‘Atha termasuk atba’ al-tabi’in dan bukan termasuk sahabat, oleh karena itu periwayatan beliau langsung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam termasuk mu’dhal (memiliki sanad yang terputus secara berturut-turut minimal dua perawi) sehingga termasuk jenis hadis lemah yang tidak bisa dikuatkan oleh selainnya.
Hadis Ketiga:
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ رضي الله عنه، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ اطَّلَعَ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ فَيَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِ، وَيُمْلِي لِلْكَافِرِينَ، وَيَدَعُ أَهْلَ الْحِقْدِ بِحِقْدِهِمْ حَتَّى يَدَعُوهُ
Artinya: Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Apabila datang malam nishfu Syakban Allah akan datang kepada hamba-Nya lalu mengampuni bagi mukmin, membiarkan bagi orang-orang kafir dalam kekufurannya dan meninggalkan (tidak mengampuni) para pendengki hingga mereka meninggalkan kedengkiannya”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama, di antaranya:
- Ibnu Abi al-‘Ashim dalam kitabnya al-Sunnah (no. 511).
- Al-Thabarani dalam kitabnya al-Mu’jam al-Kabir (no. 590, 593 dan 678).
- Al-Laalakaai dalam Syarhu Ushul I’tiqad Ahlissunnah (3/493).
- Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 3551) dan Fadhail al-Awqat (no. 23). Lafaz hadis di atas sesuai periwayatannya.
Kesemuanya melalui jalur periwayatan al-Ahwash bin Hakīm dan setelahnya ada ikhtilaf dalam periwayatannya.
Keterangan:
Hadis ini telah dilemahkan oleh beberapa ulama, di antaranya:
- Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) mengatakan, “Hadis ini tidak sahih. Imam Ahmad berkata, “Al-Ahwash hadisnya tidak diriwayatkan”, Yahya berkata, “Dia tidak memiliki apa-apa”. Al-Daraquthni berkata, “Mungkar hadis, hadisnya mudhtharib (guncang) dan tidak sahih.”[10]
- Al-Dzahabi (w. 748 H) berkata, “Al-Ahwash lemah”.[11]
- Al-Haitsami (w. 807 H) berkata, “Dalam sanadnya terdapat al-Ahwash bin Hakim dan dia seorang perawi yang lemah”.[12]
Hadis Keempat:
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ، فَإِذَا هُوَ بِالبَقِيعِ، فَقَالَ: أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ؟، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ، فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ
Artinya: Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, ‘Pada suatu malam saya kehilangan Rasulullah ﷺ, lalu saya keluar, ternyata saya dapati beliau sedang berada di Baqi’, beliau bersabda, “Apakah kamu takut akan dizalimi oleh Allah dan rasul-Nya?”. Saya berkata, wahai Rasulullah, saya mengira engkau mendatangi sebagian istri-istrimu, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah azza wajalla turun ke langit terendah pada malam pertengahan bulan Syakban, lalu mengampuni manusia lebih banyak dari jumlah rambut (bulu) kambing kabilah Kalb.”
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama dalam kitabnya, di antaranya: Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya (no. 26018), Tirmidzi dalam Sunannya (no. 739) dan lafaz di atas sesuai dengan periwayatannya, juga diriwayatkan oleh ‘Abdu bin Humaid dalam al-Muntakhab (2/373), Ibnu Majah dalam Sunannya (no. 1389), Ibnu Abi Dunya dalam Fadhail Ramadhan (no. 4), Ibnu Mandah dalam Majalis min Amali Abi Abdillah Ibn Mandah (no. 362), Al-Laalakaai dalam Syarhu Ushul I’tiqad Ahlissunnah (3/496), Ishak bin Rahuyah dalam Musnadnya (no. 850), Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 3543 dan 3544) dan dalam Fadhail al-Awqat (no.28), Ibnu Baththah dalam al-Ibanah al-Kubra (7/225), Al-Fakihi dalam Akhbar Makkah (no. 1839), Al-Daraquthni dalam al-Nuzul (no. 89 dan 90) dan Al-Baghawi dalam Syarhu al-Sunnah (4/ 126).
Kesemuanya dari jalur periwayatan al-Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin al-Zubair dari Aisyah radhiyallahu anha
Keterangan:
Beberapa pandangan dan penjelasan ulama tentang hadis ini:
- Al-Tirmidzi (w. 279 H) berkata, “Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu anha ini kami tidak ketahui kecuali dari jalur periwayatan al-Hajjaj, aku mendengarkan Muhammad (Imam Bukhari) melemahkan hadis ini dan ia berkata, Yahya bin Abi Katsir tidak mendengar dari Urwah dan al-Hajjaj bin Arthah tidak mendengar dari Yahya bin Abi Katsir”.[13]
- Al-Daraquthni (w. 385 H) berkata, “Sanadnya mudhtarib (guncang) tidak sahih”.[14]
- Ibnu Dihyah al-Kalbi (w. 633 H) berkata, “Hadis ini terputus, tidak ada seorang pun dari murid al-Hajjah bin Arthah memiliki ijazah untuk meriwayatkan hadis ini darinya, lebih dari itu al-Hajjaj bukan hujah dalam periwayatan.”[15]
- Al-Munawi (w. 1031 H) berkata, Zainuddin al-‘Iraqi berkata bahwa Imam al-Bukhari melemahkan hadis ini karena sanadnya terputus pada dua tempat dan ia menyatakan tidak ada satu pun sanad hadis ini yang sahih. Ibnu Dihyah berkata bahwa tidak ada satu pun hadis tentang malam nishfu Syaban yang sahih dan tidak ada seorang pun perawi yang jujur meriwayatkan hadis tentang salat sunah (malam nishfu Syaban). Hal-itu hanya diada-adakan oleh orang yang mempermainkan syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan senang memakai pakaian Majusi.”[16]
- Al-Albani (w. 1420 H) menyatakan hadisnya [17]
- Al-Arnauth (w. 1438 H) berkata, “Sanad hadis ini lemah karena al-Hajjāj bin Arthāh perawi yang lemah dan juga ada sanad yang terputus”.[18]
Hadis Kelima:
Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَتَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: هَذِهِ اللَّيْلَةُ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَلِلَّهِ فِيهَا عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ بِعَدَدِ شُعُورِ غَنَمِ كَلْبٍ، لَا يَنْظُرُ اللهُ فِيهَا إِلَى مُشْرِكٍ، وَلَا إِلَى مُشَاحِنٍ، وَلَا إِلَى قَاطِعِ رَحِمٍ، وَلَا إِلَى مُسْبِلٍ، وَلَا إِلَى عَاقٍّ لِوَالِدَيْهِ، وَلَا إِلَى مُدْمِنِ خَمْرٍ
Artinya: “Malaikat Jibril alaihissalam mendatangiku dan berkata, “Ini adalah malam nishfu (pertengahan) Syakban. Pada malam ini Allah membebaskan dari neraka (manusia) sejumlah bulu kambing kabilah Kalb. Pada malam ini pula Allah tidak mau melihat kepada orang musyrik, orang yang bermusuhan (dengan sesama muslim), orang yang memutuskan tali kekerabatan, orang yang memanjangkan kainnya melebihi mata kaki, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan pecandu minuman keras.”
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman (No. 3556) dari jalur Muhammad bin Isa bin Hassan al-Madaini dari Salam bin Sulaiman dari Salam al-Thawil dari Wuhaib al-Makki dari Abu Ruhm dari Abu Said al-Khudri dari Aisyah radhiyallahu anhuma
Keterangan:
Beberapa Perkataan Ulama Tentang Hadis ini:
- Al-Baihaqi (w. 458 H) berkata, “Sanad hadis ini lemah”[19]
- Al-Albani (w. 1420 H) berkata, “Hadisnya sangat lemah, pada sanadnya ada Muhammad bin Isa bin Hassan al-Madaini dari Salam al-Thawil; keduanya termasuk perawi yang matruk (ditinggalkan hadisnya)”[20]
Hadis Keenam:
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قالت: قال رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَذِهِ لَيْلَةٌ يُعْتِقُ اللَّهُ فِيهَا مِنَ النَّارِ أَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ، وَيَطَّلِعُ اللَّهُ فِيهَا إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ فَيَغْفِرُ فِيهَا لِمَنْ يَشَاءُ إِلا أَنَّهُ لا يَغْفِرُ لِمُشْرِكٍ وَلا لِمُشَاحِنٍ وَتِلْكَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
Artinya: Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Pada malam ini Allah membebaskan hamba-Nya dari neraka jumlah yang lebih banyak dari bulu kambing Kalb, Allah mendatangi penduduk bumi lalu mengampuni siapa saja yang diinginkannya kecuali musyrik dan yang bertengkar dengan saudaranya, malam itu adalah malam nishfu (pertengahan) bulan Syakban”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya al-‘Ilal al-Mutanāhiyah (2/69) dari jalur al-Daraquthni dari Abdullah bin Sulaiman dari Ishaq bin Ibrahim dari Sa’id bin al-Shalt dari Atha’ bin ‘Ajlan dari Abdullah bin Abu Mulaikah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Keterangan:
Pada sanad hadis ini terdapat perawi yang bernama ‘Aṭā’ bin ‘Ajlān, berikut pernyataan ulama tentang dia:
- Yahya bin Ma’in (w. 233 H) berkata, “Dia bukan apa-apa (bukan perawi yang diperhitungkan), dia seorang pendusta. Hadis-hadis palsu dibuat untuknya, lalu ia meriwayatkannya.”[21]
- Amru bin Ali al-Fallas (w. 249 H) berkata, “Dia pendusta”[22]
- Bukhari (w. 256 H) berkata, “Hadisnya mungkar”[23]
- Abu Hatim al-Razi (w. 277 H) berkata, “‘Dia daif, sangat mungkar hadisnya, …ditinggalkan hadisnya (matrūk al-ḥadīts).”[24]
- Ibn Ḥibbān (w. 354 H) berkata, “Dia meriwayatkan hadis-hadis palsu dari perawi-perawi terpercaya. Tidak halal menulis hadisnya kecuali hanya untuk sekadar pertimbangan (i‘tibār).’”[25]
Hadis Ketujuh:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ
Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah datang dan melihat para hamba-Nya malam nishfu Syakban lalu mengampuni para hamba-Nya kecuali kepada dua orang: Orang yang bermusuhan dan bunuh diri.”
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad (no. 6642) dengan jalur Hasan bin Musa al-Asyyab dari Ibnu Lahi’ah dari Huyai bin Abdullah dari Abu Abdurrahman al-Hubuli dari Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu anhuma.
Keterangan:
- Al-Mundziri (w. 656 H) berkata, “Isnadnya layyin (lembek/kelemahan yang ringan)”.[26]
- Al-Haitsami (w. 807 H) berkata, “Pada sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah dan dia seorang yang hadisnya layyin dan perawinya yang lain tsiqah”.[27]
- Al-Albani (w. 1420 H) menilai hadisnya daif.[28]
- Hadis ini memiliki kelemahan lain selain Ibnu Lahi’ah karena pada sanad hadis ini terdapat juga perawi yang diperbincangkan yaitu Huyai bin Abdullah al-Ma’afiri al-Mishri. Sebagian ulama menerimanya namun kebanyakan ulama melemahkannya atau memasukkan namanya dalam kitab yang memuat perawi-perawi lemah, di antara ulama tersebut: Imam Ahmad (w. 241 H), al-Bukhari (w. 256 H), al-Nasai (w. 303 H), al-‘Uqaili (w. 322 H), Ibnu ‘Adi (w. 365 H), Ibnu al-Jauzi (w. 597 H), dan al-Dzahabi (w. 748 H).[29]
Hadis Kedelapan:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رضي الله عنه، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَطْلُعُ اللَّهُ إِلَى خَلْقِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Artinya: Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah datang dan mengetahui keadaan hamba-Nya di malam pertengahan bulan Syakban lalu mengampuni seluruh hamba-Nya kecuali musyrik atau orang yang bermusuhan.”
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama, di antaranya:
- Ibnu Abi ‘Ashim dalam al-Sunnah (no. 512).
- Ibnu Hibban dalam kitabnya al-Shahih (no. 5665)
- Al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (no. 215), al-Mu’jam al-Awsath (no. 6776) dan Musnad al-Syamiyyin (no. 3570)
- Al-Daraquthni dalam al-Nuzul (no. 77)
- Abu Nu’am al-Ashbahani dalam Hilyah al-Awliya’ (5/191)
- Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 3552 dan no. 6204) dan Fadhail al-Awqat (no. 22)
- Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh al-Dimasyq (54/97).
Kesemuanya dari jalur Hisyam bin Khalid al-Arzuq dari Abu Khulaid ‘Utbah bin Hammad dari al-Auza’i dan Ibnu Tsauban dari bapaknya dari Mak-hul dari Malik bin Yukhamir al-Saksaki dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu. Sebagian meriwayatkan dari Ibnu Tsauban dari Mak-hul tanpa menyebutkan bapaknya dan tidak ada yang meriwayatkam dari al-Auza’i dan Ibnu Tsauban kecuali Abu Khulaid.
Keterangan:
Beberapa penjelasan ulama tentang hadis ini:
- Abu Hatim al-Razi berkata, “Hadis ini mungkar dengan sanad ini, tidak ada yang meriwayatkan dengan sanad ini selain Abu Khulaid dan saya tidak mengetahui dari mana dia datang dengan hadis ini.”[30]
- Al-Daraquthni berkata, “Hadis ini tidak tsabit (tidak sahih)”[31]
Hadis Kesembilan:
عَنْ أَبِي هريرة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا كَانَ لَيْلَة النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يَغْفِرُ اللهُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila malam nishfu Syakban Allah mengampuni para hamba-Nya kecuali musyrik dan musyahin”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama, di antaranya:
- Al-Bazzar dalam Musnadnya (no. 9268).
- Al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (16/416).
- Ibnu al-Jauzi dalam al-‘Ilal al-Mutanahiyah (no. 921).
Kesemuanya dari jalur Abdullah bin Ghalib al-‘Abbadani dari Hisyam bin Abdurrahman dari al-A’masy dari Abu Shaleh dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu.
Keterangan:
- Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) berkata, “Hadis ini tidak sahih, di dalam sanadnya terdapat beberapa perawi yang majhul”.[32]
- Su’ud bin ‘Ied bin ‘Umair al-Shā’idi (w. 1439 H) berkata, “Hadis ini sebatas pengetahuan saya dari jalur ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Ghalib al-‘Abbadani secara bersendiri lalu beberapa orang meriwayatkan darinya. Ibnu Hajar mengatakan bahwa Abdullah bin Ghalib seorang yang mastur (majhul hal). Syekhnya di sanad ini Hisyam bin Abdurrahman al-Kufi disebutkan oleh al-Bukhari dalam al-Tarikh al-Kabir namun tidak banyak keterangan yang disebutkan tentangnya kecuali dikatakan bahwa dia telah meriwayatkan dari al-A’masy yaitu Sulaiman bin Mihran. Al-A’masy seorang mudallis dan dalam periwayatan ini tidak menegaskan bahwa beliau mendengarkan langsung. Hadis ini mungkar darinya; karena diriwayatkan oleh seorang yang tidak dikenal dari muridnya lalu mana murid-murid senior beliau kenapa tidak meriwayatkan hadis ini lalu diriwayatkan oleh murid juniornya?.[33]
Hadis Kesepuluh:
عَنْ عَوْفٍ بن مالك رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَطَّلِعُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لَهُمْ كُلِّهِمْ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Artinya: Dari Auf bin Malik radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah tabaraka wata’ala melihat keadaan para hamba-Nya di malam nishfu Syakban lalu mengampuni seluruh mereka kecuali musyrik atau yang memusuhi saudaranya.”
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnadnya (no. 2754) dari jalur Ibnu Lahi’ah dari Abdurrahman bin Ziyad bin An’um dari ‘Ubadah bin Nusayy dari Katsir bin Murrah dari Auf bin Malik radhiyallahu anhu.
Keterangan:
Penjelasan beberapa ulama tentang hadis ini:
- Al-Haitsami (w. 807 H) berkata, “Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bazzar, pada sanadnya ada perawi Abdurrahman bin Ziyad bin An’um; dia seorang yang dinilai tsiqah oleh Ahmad bin Saleh akan tetapi jumhur ulama menilainya sebagai perawi yang lemah, ada juga Ibnu Lahi’ah seorang yang layyin (lembek/lemahnya ringan) dan para perawi lainnya tsiqat”.[34]
- Su’ud bin ‘Ied bin ‘Umair al-Shā’idi (w. 1439 H) berkata, “Telah saya sebutkan sebelumnya bahwa Ibnu Lahi’ah seorang perawi yang daif dan mudallis, pada sanad ini dia tidak menegaskan bahwa mendengarkan langsung. Gurunya di sini Abdurrahman bin Ziyad bin An’um al-Ifriqi juga seorang perawi yang tidak bisa dijadikan hujah dan memiliki beberapa periwayatan hadis yang mungkar. Di antara ulama yang menegaskan kelemahannya Ibnu Hibban dan Abu al-Hasan bin al-Qaththan, hadis ini termasuk contoh periwayatannya yang mungkar.”[35]
Hadis Kesebelas:
عَنْ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَطَّلِعُ إِلَى عِبَادِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ؛ فَيَغْفِرُ لِخَلْقِهِ كُلِّهِمْ؛ إِلَّا الْمُشْرِكَ وَالْمُشَاحِنَ، وَفِيهَا يُوحِي اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى مَلَكِ الْمَوْتِ لِقَبْضِ كُلِّ نَفْسٍ يُرِيدُ قَبْضَهَا فِي تِلْكَ السَّنَةِ
Artinya: Dari Rasyid bin Saad bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tabaraka wata’ala mendatangi para hamba-Nya malam nishfu Syakban, lalu mengampuni seluruh makhluknya kecuali musyrik dan bermusuhan. Pada malam itu Allah tabaraka wata’ala mewahyukan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawa setiap jiwa yang akan dicabut nyawanya pada tahun tersebut”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Dinawari dalam kitabnya al-Mujalasah wa Jawahir al-‘Ilm (3/303, no. 944) dari Ahmad bin Khulaid al-Kindi dari Abu al-Yaman al-Hakam bin Nafi’ dari Abu Bakar bin Abu Maryam dari Rasyid bin Sa’ad.
Keterangan:
Hadis ini sanadnya lemah, di antaranya perawi Abu Bakar bin Abdullah bin Abi Maryam. Perawi ini lemah dan memiliki beberapa hadis mungkar, di antara ulama yang melemahkannya Muhammad bin Sa’ad, Yahya bin Ma’in, Imam Ahmad, Abu Hatim al-Razi, Abu Zur’ah al-Razi, al-Nasai, al-Daraquthni, Ibnu Hibban, Ibnu ‘Adi , dan banyak lagi.[36]
Di antara kelemahan hadis ini sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh al-Albani karena Rasyid bin Sa’ad adalah seorang tabiin dan bukan sahabat karena itu periwatannya termasuk hadis mursal yang merupakan salah satu jenis hadis daif disebabkan terputusnya sanad[37].
Hal lain yang menunjukkan kelemahannya karena tidak ada yang meriwayatkan hadis ini dari Rasyid bin Sa’ad kecuali Abu Bakar bin Abdullah bin Abi Maryam berarti ini salah contoh hadisnya yang mungkar.[38]
Hadis Keduabelas:
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَنْزِلُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لِكُلِّ نَفْسٍ؛ إِلَّا إِنْسَانٍ فِي قَلْبِهِ شَحْنَاءٌ، أَوْ مُشْرِكٍ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Artinya: Dari Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah tabaraka wata’ala turun malam nishfu Syakban ke langit terendah, lalu mengampuni setiap jiwa kecuali orang yang di hatinya kedengkian atau musyrik kepada Allah azza wajalla”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama, di antaranya: Ibnu Abi al-Dunya dalam Fadhail Ramadhan (no. 2), Ibnu Abi ‘Ashim dalam al-Sunnah (no. 509), Al-Fākihi dalam Akhbar Makkah (3/66), Al-Dārimi dalam Al-Radd ‘ala al-Jahmiyyah (no. 136), Al-Marwazi dalam Musnad Abi Bakar (no. 104), Al-Bazzar dalam Musnadnya (no. 80), Al-‘Uqaili dalam Al-Dhu’afa al-Kabir (3/29), Al-Daraquthni dalam Al-Nuzul (no. 75), Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil fi Dhu’afa al-Rijal (6/535-536), Ibnu Baththah dalam Al-Ibanah (7/222), Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya al-Tauhid (no. 48), Al-Laalakaai dalam Syarhu Ushul I’tiqad Ahli al-Sunnah (3/486, no. 750), Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 3546), Al-Baghawi dalam Syarhu al-Sunnah (4/127) dan Ibnu al-Jauzi dalam al-‘Ilal al-Mutanahiyah (no. 916). Kesemuanya meriwayatkan dari jalur ‘Amru bin al-Harits dari Abdul Malik bin Abdilmalik dari al-Mush’ab bin Abi Dzi’b dari al-Qasim bin Muhammad dari bapaknya atau pamannya dari Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallahu anhu.
Keterangan:
Hadis ini memiliki beberapa ‘illah (cacat), di antaranya:
- Sanad yang terputus antara Muhammad bin Abu Bakar al-Shiddiq dan bapaknya sebagaimana yang telah disebutkan dan dijelaskan oleh al-Bazzar dan al-Daraquthni[39].
- Dalam periwayatan sanadnya disebutkan: Dari al-Qasim bin Muhammad dari bapaknya atau dari pamannya atau dari selainnya, terdapat keraguan pada periwayatannya. Kata selainnya juga tidak disebut siapa nama sebenarnya yang dimaksud dan pamannya juga tidak diketahui siapa identitas sebenarnya.
- Abdul Malik bin Abdil Malik; salah seorang perawi hadis ini telah bersendirian dalam periwayatan hadis ini padahal dia seorang perawi lemah sebagaimana telah dijelaskan oleh beberapa ulama, diantaranya: Al-Bukhari dan Ibnu Hibban[40].
- ‘Amru bin al-Harits dan Mush’ab bin Abi Dzi’b dua perawi yang tidak dikenal oleh Abu Hatim al-Razi sebagaimana yang dinukil oleh anaknya Ibnu Abi Hatim al-Razi.[41]
Hadis Ketigabelas:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَهْبِطُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا إِلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَطَّلِعُ إِلَيْهِمْ، فَيَغْفِرُ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ، وَكُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ، إِلَّا كَافِرًا أَوْ كَافِرَةً، أَوْ مُشْرِكًا أَوْ مُشْرِكَةً، أَوْ رَجُلًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ مُشَاحَنَةٌ، وَيَدَعُ أَهْلَ الْحِقْدِ لِحِقْدِهِمْ
Artinya: Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah azza wajalla turun ke langit terendah melihat para hamba-Nya di malam pertengahan bulan Syakban lalu mengampuni setiap mukmin dan mukminah, muslim dan muslimah, kecuali kafir laki-laki maupun wanita atau musyrik baik itu laki-laki maupun wanita dan juga tidak mengampuni seseorang yang memiliki permusuhan antara dia dengan saudaranya dan Allah juga meninggalkan para pendengki dengan kedengkiannya.”
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama, di antaranya:
- Abu Muhammad al-Khallal dalam Al-Majalis al-‘Asyarah al-Amali (hal.18, no. 3) dari jalur Ali bin ‘Amr al-Jariri dari Ahmad bin ‘Umair dari Said bin ‘Utsman al-Tanukhi dan Ali bin Ma’ruf al-Qashshar dari Abdul Aziz bin Musa dari Saif bin Muhamma al-Tsauri dari al-Ahwash bin Hakim dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu.
- Al-Syajari dalam al-Amali al-Khamisiyyah (lihat: Tartib al-Amali al-Khamisiyyah, no. 1880) dari jalur Abu Mudharr Abdul Wahid bin Hubairah dari Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Muqri dari Abu Bakar Muhammad ‘Ubaid bin ‘Amir al-Samarqandi dari Ibrahim bin Yusuf dari al-Musayyab bin Syarik dari Ja’far bin al-Zubair dari al-Qasim dari Abu Umamah radhiyallahu anhu.
Keterangan:
Adapun periwayatan al-Khallal maka dalam sanadnya Saif bin Muhammad al-Tsauri yang merupakan keponakan dari Sufyan al-Tsauri, Saif ini seorang pemalsu hadis[42]. Kelemahan lain dari hadis ini adalah perawi al-Ahwash bin Hakim yang telah dijelaskan kelemahannya dalam penjelasan hadis ketiga di bagian ini.
Adapun periwayatan al-Syajari maka sisi kelemahannya karena al-Qasim bin Abdurrahman walaupun termasuk perawi yang bisa diterima namun diingkari periwayatannya ketika berasal dari perawi daif dan hal itu terjadi dalam hadis ini karena yang meriwayatkan darinya Ja’far bin al-Zubair al-Syami seorang yang hadisnya ditinggalkan bahkan tertuduh berdusta dan memalsukan hadis. Kelemahan lain karena al-Musayyab bin Syarik seorang yang dilemahkan dan ditinggalkan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Imam al-Bukhari. Perawi darinya yang bernama Ibrahim bin Yusuf al-Kindi juga dilemahkan oleh Imam al-Nasai dan perawi darinya yang bernama Muhammad bin ‘Abd juga dikenal sebagai pendusta.
Kesemua yang telah dijelaskan di atas sangat cukup untuk berkesimpulan bahwa hadisnya palsu.[43]
B. Hadis-Hadis yang Menyebutkan Malam Nishfu (Pertengahan) Bulan Syakban adalah Malam Lailatulqadar, Malam Berberkah, Diatur Padanya Urusan Setahun dan Diampuni Dosa-Dosa.
Hadis Pertama:
عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: لَمَّا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ انْسَلَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مِرْطِي،…قَالَتْ: فَخَشِيتُ أَنْ يَكُونَ أَتَى بَعْضَ نِسَائِهِ، فَقُمْتُ أَلْتَمِسُهُ فِي الْبَيْتِ فَيَقَعُ قَدَمِي عَلَى قَدَمَيْهِ وَهُوَ سَاجِدٌ،…قَالَتْ: فَمَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَائِمًا وَقَاعِدًا حَتَّى أَصْبَحَ، فَأَصْبَحَ وَقَدِ اضْمَعَدَتْ قَدَمَاهُ، فَإِنِّي لَأَغْمِزُهَا، وَقُلْتُ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، أَتْعَبْتَ نَفْسَكَ، أَلَيْسَ قَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ أَلَيْسَ قَدْ فَعَلَ اللَّهُ بِكَ؟ أَلَيْسَ أَلَيْسَ؟ فَقَالَ: بَلَى يَا عَائِشَةُ، أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا؟ هَلْ تَدْرِينَ مَا فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ؟. قَالَتْ: مَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ: فِيهَا أَنْ يُكْتَبَ كُلُّ مَوْلُودٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فِي هَذِهِ السَّنَةِ، وَفِيهَا أَنْ يُكْتَبَ كُلُّ هَالِكٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فِي هَذِهِ السَّنَةِ، وَفِيهَا تُرْفَعُ أَعْمَالُهُمْ، وَفِيهَا تَنْزِلُ أَرْزَاقُهُمْ
Artinya: Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, ‘Ketika malam nishfu Syakban Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pergi dengan sembunyi-sembunyi dari pakaianku…maka aku khawatir jika beliau mendatangi sebagian dari istri-istrinya lalu aku berdiri mencari beliau dalam rumah hingga kakiku menyentuh kedua kakinya sementara beliau sujud…Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terus melaksanakan salat; berdiri dan duduk dalam salatnya hingga masuk waktu Subuh. Ketika waktu Subuh telah masuk kedua kakinya telah diikat dengan kain karena aku memegangnya. Aku berkata, “Aku menebus untukmu dengan bapak dan ibuku, engkau telah meletihkan fisikmu bukankah Allah telah mengampuni dosamu yang telah lampau dan akan datang? Bukankah Allah telah melakukan untukmu ini dan itu? Beliau menjawab, “Betul wahai Aisyah, apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang bersyukur? Apakah engkau tahu malam apa ini? Aku menjawab, “Ada apa dengan malam ini wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Malam ini ditetapkan setiap yang lahir dari anak cucu Adam untuk tahun ini, juga ditetapkan setiap yang meninggal dunia dari anak cucu Adam pada tahun ini, amalan-amalan mereka diangkat, rezki-rezki mereka juga turun”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama dalam kitabnya, di antaranya: Al-Baihaqi dalam kitab al-Da’awat al-Kabir (no. 530), dan Fadhail al-Awqat (no. 26), juga diriwayatkan Al-Daraquthni dalam kitabnya al-Nuzul (no. 93) dan Abu Syekh al-Ashbahani dalam kitabnya Akhlaq al-Nabi (2/517). Kesemuanya meriwayatkan dari Hatim bin Ismail dari Nadhr bin Katsir maula Ali Hasan dari Yahya bin Said dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu anha.
Hadis ini diriwayatkan juga oleh al-Thabarani dalam kitabnya al-Du’a (no. 606), Al-Daraquthni dalam kitabnya al-Nuzul (no. 92) dan Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya al-‘Ilal al-Mutanahiyah (2/69). Kesemuanya dari jalur ‘Amru bin Hasyim al-Bairuti dari Sulaiman bin Abi Karimah dari Hisyam bin Urwah dari Urwah bin Zubair dari Aisyah radhiyallahu anha.
Keterangan:
Sanad di jalur pertama terdapat Nadhr bin Katsir yang menurut Imam al-Bukhari memiliki periwayatan-periwayatan yang mungkar, Abu Hatim al-Razi juga mengisyaratkan tentang kelemahannya dan Ibnu Hibban menegaskan tidak boleh berhujah sama sekali dengannya. Imam al-Dzahabi dan Ibnu Hajar juga melemahkannya.[44]
Adapun jalur kedua maka pada sanadnya terdapat ‘Amru bin Hasyim yang dilemahkan oleh Abu Hatim al-Razi dan al-Dzahabi. Syekhnya Ibnu Abi Karimah seorang perawi yang menurut Ibnu ‘Adi mungkar hadis. Ibnu al-Jauzi juga telah menegaskan bahwa hadis ini tidak sahih[45].
Hadis Kedua:
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ يُقَدِّرُ الْمَقَادِيرَ فِي لَيْلَةِ الْبَرَاءَةِ، فَإِذَا كَانَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ يُسَلِّمُهَا إِلَى أَرْبَابِهَا
Artinya: Dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan takdir-takdir di lailah al-baraah (malam pengampunan yaitu pertengahan bulan Syakban)[46], maka apabila tiba lailatulqadar diserahkan takdir-takdir tersebut kepada pemiliknya”.
Takhrij:
Hadis ini disebutkan oleh Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya di surat al-Qadr ketika menyebutkan salah satu tafsiran lailatulqadar itu terjadi di malam nishfu Syakban namun beliau tidak menyebutkan sanadnya.[47]
Keterangan:
Syekh Dr. Su’ud al-Sha’idi rahimahullah mengatakan, “Saya tidak mendapatkan sanad dari penisbatan hadis ini.”[48]
C. Hadis-Hadis yang Menyebutkan Allah azza wajalla Turun ke Langit Terendah di Malam Nishfu Syakban Lalu Mengampuni Hamba yang Beristigfar, Memberi Rezki kepada yang Meminta dan Menyembuhkan yang Sakit.
Hadis Pertama:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ رضي الله عنه، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، نَادَى مُنَادٍ: هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيَهُ؟ فَلَا يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَحَدٌ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ، إِلَّا زَانِيَةٌ بِفَرْجِهَا أَوْ مُشْرِكٌ
Artinya:Dari Usman bin Abi al-‘Ash radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila masuk malam nishfu Syakban ada penyeru yang akan berseru, ‘Adakah yang meminta ampun lalu niscaya Aku mengampuninya, adakah yang meminta lalu niscaya Aku akan memberikannya, maka tidak seorangpun yang meminta kepada Allah azza wajalla malam itu melainkan akan diberikan permintaannya, kecuali pezina atau musyrik”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama, di antaranya: Al-Kharaithi dalam Masawi al-Akhlaq (no. 467), dari jalur Abdullah bin Ahmad al-Dauraqi dari Muhammad bin Bakkar dari Marhum bin al-‘Aththar dari Daud bin Abdurrahman dari Hisyam dari Hasan dari Usman bin Abi al-‘Ash radhiyallahu anhu. Al-Baihaqi juga meriwayatkan dalam Syu’ab al-Iman (no. 3555) dan Fadhail al-Akhlaq (no. 25). serta Abu Muhammad al-Khallal dalam Al-Majalis al-‘Asyarah al-Amali (no. 4). Keduanya meriwayatkan dari Jami’ bin Shubaih al-Ramli dari Marhum bin Abdul Aziz dari Daud bin Abdurrahman dari Hisyam bin Hassan dari Usman bin Abi al-‘Ash radhiyallahu anhu, dengan demikian ketiganya berporos sanadnya pada Marhum bin Abdul Aziz.
Keterangan:
Hadis ini memiliki beberapa cacat dan kelemahan di antaranya:
- Al-Hasan yang dimaksudkan dalam sanad di atas adalah al-Bashri, beliau seorang mudallis dan dikatakan bahwa beliau tidak mendengar langsung dari Usman bin Abi al-‘Ash maka dengan demikian sanadnya terputus[49].
- Sanad al-Kharaiti ada perawi yang bernama Muhammad bin Bakkar dan dia seorang yang majhul.[50]
- Sanad al-Baihaqi dan al-Khallal ada perawi yang bernama Jami’ bin Shubaih dan dia seorang perawi yang telah dinilai lemah oleh beberapa ulama di antaranya Abdul Ghani bin Sa’id sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan beliau menyetujuinya.[51]
Hadis Kedua
عن علي بن أبي طالب رضي الله عنْه عن رسول الله صلى الله عليه وسلّم: إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Artinya: Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila malam nishfu Syaban maka hendaklah kalian salat malam dan berpuasa di siang harinya karena sesungguhnya Allah turun ke langit terendah pada malam itu sejak matahari tenggelam. Allah berfirman, ‘Adakah orang yang meminta ampunan sehingga Aku pasti mengampuninya? Adakah orang yang meminta rezeki sehingga Aku pasti memberinya rezeki? Adakah orang yang terkena musibah sehingga Aku pasti menghilangkan musibahnya? Adakah orang yang begini? Adakah orang yang begitu? Demikianlah sampai terbit fajar.’’
Takhrij:
Beberapa ulama yang meriwayatkan hadis ini: Ibnu Majah dalam Sunannya (no. 1388), Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 3542) dan Fadhail al-Awqat (no. 24), al-Fakihi dalam Akhbar Makkah (no. 1837), Ibnu Bisyran dalam al-Amālī (no. 703), al-Syajari dalam al-Amālī al-Khamisiyyah (1/372), Abdul Ghani al-Maqdisi dalam al-Targhib fi al-Du’a (no. 33) dan Al-Mizzi dalam Tahdzib al-Kamal (33/107). Kesemuanya dari jalur Abdurrazzaq al-Shan’ani dari Ibnu Abi Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad dari Muawiyah bin Abdullah bin Ja’far dari bapaknya dari Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu.
Keterangan:
- Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) mengatakan hadis ini tidak sahih[52]
- Al-Būshīri (w. 840 H) berkata, “Sanadnya lemah karena kelemahan Ibnu Abi Sabrah, nama lengkapnya adalah Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Abi Sabrah.” Imam Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in berkata, “Ia adalah seorang pemalsu hadis.”[53]
- Ibnu Abi Sabrah telah dilemahkan juga oleh banyak ulama hadis selain yang telah dinukil oleh al-Bushiri.[54]
- Al-Albāni (w. 1420 H) menyatakan hadis ini palsu.[55]
- Al-Arnauth (w. 1428 H) mengatakan hadisnya sangat rusak.[56]
Hadis Ketiga:
عَن عَلِيٍّ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا سُبْحَانَهُ…فَيَقُولُ: هَلْ مِنْ سَائِلٍ، فَأُعْطِيهِ سُؤْلَهُ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرُ لَهُ؟ هَلْ مِنْ تَائِبٍ فَأَقْبَلُ تَوْبَتَهُ؟ هَلْ مِنْ مَدِينٍ فَأُسَهِّلُ عَلَيْهِ قَضَاءَ دَيْنِهِ؟ فَاغْتَنِمُوا هَذِهِ اللَّيْلَةَ، وَسُرْعَةَ الْإِجَابَةِ فِيهَا
Artinya: Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tabaraka wata’ala turun di malam nishfu Syakban ke langit yang terendah…Dia bertanya, ‘Apakah ada yang meminta lalu niscaya Aku akan memberikan permintaannya? Adakah yang meminta ampun lalu Aku mengampuninya? Adakah yang bertobat lalu Aku menerima tobatnya? Adakah yang memiliki utang lalu Aku memudahkan baginya menyelesaikan utangnya? Maka manfaatkanlah malam tersebut dan cepatnya dijawab setiap permohonan”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Syajari dalam Al-Amali al-Khamisiyyah (2/141) dari jalur Abu al-Qasim Abdul Aziz bin Ali al-Arjiy dari Abu al-Qasim Umar bin Muhammad al-Bajali dari Abu al-Husain Umar bin al-Hasan al-Asynani dari Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya al-Marwarrudzi dari Musa bin Ibrahim al-Marwazi dari Musa bin Ja’far al-Kazhim dari Ja’far bin Muhammad al-Shadiq dari bapaknya (Muhamad bin Ali al-Sajjad) dari bapaknya (Ali bin al-Husain) dari al-Husain bin Ali dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.
Keterangan:
Sanad ini memiliki beberapa cacat dan kelemahan bahkan termasuk hadis palsu. Ada beberapa perawi yang dipersoalkan, di antaranya adalah Umar bin al-Hasan al-Asynani, telah dilemahkan bahkan dikatakan pendusta oleh beberapa ulama di antaranya al-Daraquthni, dan al-Dzahabi mengistilahkan dengan shāhib al-balāyā (memiliki banyak masalah dan musibah).[57] Musa bin Ibrahim al-Marwazi juga dikatakan sebagai pendusta, pembuat hadis palsu dan hadisnya ditinggalkan oleh banyak ulama di antaranya Yahya bin Ma’in, Ibnu Hibban, al-Daraquthni dan al-Uqaili.[58]
D. Hadis-Hadis yang Menganjurkan Menghidupkan Malam Nishfu Syakban dengan Ibadah
Hadis Pertama:
عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ أَحْيَا اللَّيَالِيَ الْخَمْسَ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ: لَيْلَةُ التَّرْوِيَّةِ، وَلَيْلَةُ عَرَفَةَ، وَلَيْلَةُ النَّحَرِ، وَلَيْلَةُ الفطر، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
Artinya: Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa menghidupkan lima malam wajib baginya surga: malam tarwiyah, malam Arafah, malam Id kurban, malam Idulfitri dan malam nishfu (pertengahan) bulan Syakban”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama, di antaranya:
- Ibnu Asakir dalam Tarikh al-Dimasyq (43/93).
- Ibnu al-Jauzi dalam al-‘Ilal al-Mutanahiyah (no. 934)
- Ibnu Qudamah dalam Fadhlu Yaum al-Tarwiyah wa ‘Arafah (no. 15)
- Abu al-Qasim Ismail bin Muhammad al-Ashbahani dalam kitabnya al-Targhib wa al-Tarhib (1/248).
Hadis ini diriwayatkan dengan jalur sanad Suwaid bin Said al-Hadatsani dari Abdurrahim bin Zaid al-‘Ama dari bapaknya. Ketiganya dilemahkan oleh sebagian ulama al-Jarh wa al-Ta’dil.
Keterangan
Beberapa penjelasan dan keterangan ulama tentang hadis ini:
- Suwaid bin Said telah dilemahkan oleh beberapa ulama di antaranya Bukhari, Ali bin al-Madini, Yahya bin Ma’in, Nasai dan Ya’qub bin Syaibah[59]
- Ibnu al-Jauzi (w. 597) berkata, “Hadis ini tidak sahih; Yahya berkata, ‘Abdurrahim pendusta, Nasai berkata bahwa dia ditinggalkan hadisnya”[60]
- Bapak dari Abdurrahim yaitu Zaid al-‘Ama juga telah dilemahkan sebagian ulama di antaranya Abu Hatim al-Razi, Abu Zur’ah al-Razi dan Nasai[61]
- Al-Albani (w. 1420 H) mengatakan hadis ini palsu[62]
Hadis Kedua:
عن أبي أمامة الباهلي رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خَمْسُ لَيالٍ لَا تُرَدُّ فِيهِنَّ الدَّعْوَةُ: أوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبانَ وَلَيْلَةُ الجُمُعَةِ وَلَيْلَةُ الفِطْرِ وَلَيْلَةُ النَّحْرِ
Artinya: Dari Abu Umāmah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Lima malam yang pada saat tersebut doa tidak akan ditolak (oleh Allah); malam pertama Bulan Rajab, malam nishfu Syaban, malam Jumat, malam idulfitri, dan malam iduladha.”
Takhrij:
Beberapa ulama yang meriwayatkan hadis ini:
- Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (10/ 408).
- Al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus (2/ 196)
Dari jalur periwayatan Abu Said Bundar bin Umar al-Ruyani dari Abu Muhammad Abdullah bin Ja’far al-Khabbazi dari Abu Ali al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Basysyar dari Ali bin Muhammad al-Qazwini dari Ibrahim bin Muhammad bin Barrah al-Shan’ani dari Abdulquddus dari Ibrahim bin Abu Yahya dari Abu Qa’nab dari Abu Umamah radhiyallahu anhu.
Hadis ini juga diriwayatkan secara maukuf dari perkataan Ibnu Umar sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq[63], al-Baihaqi[64], al-Syahhami[65]. Demikian pula diriwayatkan dari tabiin Khalid bin Ma’dan sebagaimana diriwayatkan oleh al-Khallal[66].
Keterangan:
Beberapa penilaian dan penjelasan ulama tentang hadis ini:
- Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) berkata, “Terdapat hadis yang disebutkan oleh penulis Musnad al-Firdaus dari jalur Ibrahim bin Abu Yahya dari Abu Mi’syar dari Abu Umamah secara marfuk, dan Ibnu al-A’rabi telah meriwayatkan dalam Mu’jamnya dan Ali bin Said al-Askari dalam kitabnya tentang sahabat dari hadis Kurdus serupa dengan hadis Abu Umamah, pada sadanya terdapat Marwan bin Salim, seorang yang binasa”[67]
- Al-Munawi (w. 1031 H) mengatakan sanadnya lemah[68]. Beliau juga berkata, “Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dan al-Dailami dalam al-Firdaus dari jalur Abu Umamah, juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi, Ibnu Nashir, dan al-Askari dari jalur Ibnu Umar. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Semua jalur hadis ini cacat”[69].
- Al-Albani (w. 1420 H) menyatakan bahwa hadis ini palsu karena dalam sanadnya terdapat Abu Said Bundar bin Umar al-Ruyani dan Ibrahim bin Abu Yahya; di mana keduanya adalah pendusta dan semua jalur periwayatan yang ada berporos pada Ibrahim, serta terdapat juga rawi Abu Qa’nab yang tidak dikenal[70].
Al-Baihaqi menukil perkataan Imam al-Syafii, “Sampai kepada kami informasi bahwa dikatakan, “Sesungguhnya doa mustajab pada lima malam: malam Jumat, malam iduladha, malam idulfitri, malam pertama Bulan Rajab dan malam nishfu Syaban.”[71]
Hadis Ketiga:
عَنِ بْنِ كَرْدُوسٍ بن عمرو رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: من أحيي لَيْلَتَيِ الْعِيدِ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ فِيهِ الْقُلُوبُ
Dari Kardus bin Amru radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallah alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa menghidupkan malam Idulfitri dan Iduladha serta malam nishfu Syakban maka hatinya tidak mati pada saat hati-hati manusia yang lainnya pada mati”.
Takhrij:
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya al-‘Ilal al-Mutanahiyah (no. 924)
Keterangan:
Beberapa penjelasan ulama tentang hadis ini:
- Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) berkata, “Hadis ini tidak sahih dari Rasulullah shallallhu alaihi wasallam, dalam sanadnya ada berbagai penyakit/kelemahan; adapun Marwan bin Salim maka Imam Ahmad menyatakan bahwa dia tidak tsiqah, bahkan Imam al-Nasaai, al-Daraquthni, dan al-Azdi semuanya mengatakan matruk (ditinggalkan periwayatannya). Adapun Salamah bin Sulaiman maka al-Azdi berkata daif, adapun Isa maka Yahya mengatakan dia tidak ada apa-apanya”[72].
- Al-Dzahabi (w. 748 H) berkata, “Mungkar mursal”[73]
- Ibnu Hajar (w. 852 H) berkata, “Marwan seorang yang matruk tertuduh berdusta”[74]
Hadis Keempat:
عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ e يَقُولُ: يُعْطَى بِكُلِّ حَرْفٍ أَلْفَ ألف حوراء، من أحيا سَاعَةً مِنْ سَاعَاتِ تِلْكَ اللَّيْلَةِ يُعْطَى بِعَدَدِهِ مَا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ جَنَّاتٍ، فِي كُلِّ جَنَّةٍ بَسَاتِينُ. وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ لَا يَرْغَبُ عَنْ هَذِهِ الصَّلاةِ إِلا فَاسِقٌ أَوْ فَاجِرٌ. وَيُرْفَعُ لَهُ أَلْفُ أَلْفِ مَدِينَةٍ فِي الْجَنَّةِ فِي كُلِّ مَدِينَةٍ أَلْفُ أَلْفِ قَصْرٍ، فِي الْقَصْرِ أَلْفُ أَلْفِ دَارٍ، فِي الدَّارِ أَلْفُ أَلْفِ صُفَّةٍ، فِي الصُّفَّةِ ألف ألف وسَادَة وَألف أَلْفِ زَوْجَةٍ مِنَ الْحُورِ، لِكُلِّ حَوْرَاءَ أَلْفُ أَلْفِ خَادِمٍ، وَفِي الْبَيْت ألف ألف مَائِدَةٌ عَرْضُهَا كَمَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، عَلَى كُلِّ مَائِدَةٍ أَلْفُ أَلْفِ قَصْعَةٍ فِي كُلِّ قَصْعَةٍ أَلْفُ أَلْفِ لَوْنٍ.
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Diberikan pahala bagi setiap huruf yang dibaca dari al-Qur’an satu juta bidadari, barang siapa yang menghidupkan satu saat di antara saat-saat yang ada di malam (pertengahan Syakban) maka akan diberikan sebanyak itu kebun-kebun selama matahari dan bulan masih terbit, pada setiap kebun terdapan taman-taman. Demi Yang Mengutusku dengan kebenaran, tidak ada yang membenci salat ini (pada malam pertengahan Syakban) kecuali fasik dan pendosa dan diangkat bagi-Nya satu juta kota di surga dan setiap kota terdapat satu juta istana, di setiap istana terdapat satu juta rumah,di setiap rumah terdapat satu juta shuffah, di setiap sat shuffah terdapat satu juta bantal dan satu juta istri dari kalangan bidadari, di setiap bidadar memiliki satu juta khadim, di setiap satu rumah terdapat satu juta meja makan yang luasnya sebagaimana jarak antara timur dan barat, di setiap meja makan terdapat satu juta nampan dan disetiap nampan terdapat satu juta jenis makanan”.
Keterangan:
Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Said al-Mili al-Thabari dan Muhammad bin ‘Amr al-Bajali keduanya tidak dikenal, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahumallah.[75]
Beberapa Perkataan dan Pandangan Ulama Tentang Kedudukan Hadis yang Menyebutkan Keutamaan Malam Nishfu (Pertengahan) Bulan Syakban
- Ibnu al-‘Arabi al-Māliki (w. 543 H) berkata, “Tidak ada satu hadis yang bisa dipegangi terkait keutamaan malam nishfu Syakban dan juga yang menyebutkan bahwa ditetapkan ketentuan-ketentuan ajal padanya, maka jangan kalian menoleh kepada hadis-hadis tersebut.”[76]
- Fakhruddin al-Razi (w. 606 H) dalam tafsir Q.S. al-Dukhan ayat 3 berkata, “Apabila kita terapkan apa yang dikatakan oleh para ulama bahwa lailatulqadar terjadi di bulan Ramadan maka kita mengetahui bahwa al-Qur’an (pertama kali) diturunkan pada malam tersebut. Adapun orang-orang yang mengatakan bahwa maksud dari lailah mubarakah (malam keberkahan) yang disebutkan di ayat itu adalah malam nishfu Syakban maka saya tidak melihat dalil yang bisa diperpegangi, mereka hanya mencukupkan dengan apa yang mereka nukil dari perkataan sebagian orang…[77]
- Ibnu Dihyah al-Kalbi (w. 633 H) berkata, “Ulama al-Ta’dil wa al-Tajrih telah mengatakan bahwa tidak ada hadis sahih terkait dengan malam nishfu Syakban, maka jagalah diri kalian wahai hamba Allah dari pendusta yang meriwayatkan kepada kalian hadis yang kelihatannya menyebut kebaikan, akan tetapi sesuatu itu sepatutnya dikatakan baik jika disyariatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu apabila hadisnya sudah jelas dusta maka dia telah keluar dari sesuatu yang dikatakan disyariatkan, orang yang masih menggunakannya bagaikan berkhidmat kepada setan karena dia telah menggunakan hadis palsu yang tidak pernah Allah turunkan sedikitpun keterangan tentang itu”.[78]
- Abu Syamah al-Maqdisi (w. 665 H) berkata, “Hadis yang menyebutkan keutamaan dan kekhususan malam nishfu Syakban lemah, sanadnya jatuh (sangat lemah) menurut ahli hadis, ada bahkan yang mengatakan hadis palsu dan itu yang kami duga serta ada juga yang sekadar mengatakan hadisnya lemah. Walaupun hadis tersebut disebutkan oleh Razin bin Muawiyah dalam kitabnya Tajrid al-Shihah dan juga oleh penulis kitab Ihya’ Ulumiddin dan beliau menjadikan hadis tersebut sebagai dasar beramal namun tidak secara otomatis berpengaruh untuk menjadikannya sebagai hadis sahih,, karena kedua kitab tersebut memang banyak memuat hadis lemah…”[79]
- Imam Al-Nawawi (w. 676 H) berkata, “Salat yang dikenal dengan salat al-Raghaib yaitu 12 rakaat yang ditunaikan antara Magrib dan Isya pada awal malam Jumat di bulan Rajab dan salat malam nishfu Syakban sebanyak 100 rakaat, kedua salat ini bid’ah yang mungkar dan jelek. Jangan terpedaya dengan disebutkannya kedua jenis salat itu di kitab Qut al-Qulub dan Ihya’ Ulum al-Dien serta jangan juga terpedaya dengan adanya hadis yang menyebutkan tentang kedua salat tersebut karena semuanya itu batil.”[80]
- Ibnu Rajab al-Hambali (w. 795 H) berkata, “Ada beberapa hadis lain yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Syakban dan para ulama berbeda pendapat tentang derajatnya namun kebanyakan ulama menilainya sebagai hadis lemah.”[81] Beliau juga mengatakan, “Melaksanakan salat malam khusus di malam nishfu Syakban tidak ada dalil yang sahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dan tidak pula dikerjakan oleh para sahabatnya…”[82]
- Ibnu al-Mulaqqin (w. 804 H) berkata, “Tidak ada satu hadispun yang sahih terkait keutamaan salat di pertengahan bulan Syakban sebagaimana yang diingatkan oleh Ibnu Abi Dihyah bahwa hadis-hadisnya palsu.”[83]
- Al-‘Iraqi (w. 806 H) berkata, “Hadis terkait salat nishfu Syakban adalah hadis batil.”[84]
- Al-‘Ajluni (w. 1162 H) berkata, “Pendapat yang sahih di kalangan ulama Syafiiyyah bahwa salat al-Raghaib dan salat khusus nishfu Syakban adalah batil dan hadis-hadis terkait keduanya palsu sebagaimana yang telah diperingatkan oleh al-Nawawi dan al-‘Izz bin Abdussalam.”[85]
- Syekh Hammad al-Anshari (w. 1418 H) berkata, “Malam pertengan bulan Syakban tidak memiliki keutamaan khusus sama sekali, keutamaannya masuk pada keumuman hadis anjuran berpuasa di hari-hari putih.”[86]
- Syekh Ibnu Bāz (w. 1420 H) berkata, “Hadis-hadis tentang keutamaan malam nishfu Syakban lemah dan tidak sahih.”[87]
- Syekh Ibnu ‘Utsaimīn (w. 1421 H) berkata, Hadis-hadis yang mengkhususkan salat pada malam nishfu Syakban dan puasa keesokan harinya lemah”. Beliau juga mengatakan, “Hadis-hadis yang menyebutkan salat di malam nishfu Syakban dengan jumlah rakaat tertentu hadisnya palsu.”[88]
Semoga Allah memuliakan kita dengan amalan-amalan sunah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan menjauhkan kita dari hal-hal-baru dalam din ini serta menunjukkan kepada kita kebenaran dan memudahkan kita untuk melaksanakannya, allahumma amin.
Footnote:
[1] Lihat bagian terakhir dari pembahasan ini.
[2] Al-‘Ilal al-Mutanahiyah fi al-Ahadits al-Wahiyah (2/71), ungkapan hadisnya pergi menunjukkan ditinggalkan dan sangat lemah.
[3] Lihat: Hasyiah al-Sindi ‘ala Sunan Ibn Majah (1/422).
[4] Talkhish al-‘Ilal al-Mutanahiyah (hal. 184).
[5] Mishbāh al-Zujājah fi Zawāid Ibni Majah (2/10).
[6] Lihat: Mizan al-I’tidal (2/322), Al-Kasyif (no. 242), Taqrib al-Tahdzib (no. 2965), dan Mir’ah al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih (4/341).
[7] Al-Mizan li Marwiyat Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 140).
[8] Kalb adalah salah satu nama kabilah di Arab yang terkenal memiliki kambing yang banyak, lihat: Jāmi’ al-Ahādits oleh al-Suyūthi (3/ 485).
[9] Lihat: Kitab al-Dhu’afa al-Kabir karya al-‘Uqaili (4/329), al-Thabaqat al-Kubra (7/323) dan al-Jarh wa al-Ta’dil (9/50).
[10] Al-‘Ilal al-Mutanahiyah (2/70).
[11] Talkhish al-‘Ilal al-Mutanahiyah (hal. 184).
[12] Majma’ al-Zawaid (8/65).
[13] Sunan al-Tirmidzi (3/ 107).
[14] Lihat: Al-Ilal al-Mutanahiyah fi al-Ahadits al-Wahiyah karya Ibnu al-Jauzi (2/ 66).
[15] Maa Wadhaha wa Istabana min Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 39).
[16] Faidh al-Qadir (2/ 316).
[17] Dha’if al-Jami’ al-Shaghir (no. 654 dan 1761).
[18] Lihat tahkik beliau terhadap Sunan Ibn Majah (2/ 400).
[19] Syu’ab al-Îmān (5/ 363).
[20] Dha’if al-Targhīb wa al-Tarhīb (1/ 314).
[21] Tarikh Yahya bin Ma’in; riwayat Abbas al-Duri (3/404,558) dan (4/456)
[22] Al-Jarhu wa al-Ta’dilu (6/335)
[23] Al-Tarikh al-Kabir (6/476)
[24] Al-Jarhu wa al-Ta’dil (6/335)
[25] Al-Majruhin (2/130)
[26] Al-Targhib wa al-Tarhib (3/308).
[27] Majma’ al-Zawaid (8/65).
[28] Dha’if al-Targhib wa al-Tarhib (1/315) dan (2/213).
[29] Lihat: Al-Jarh wa al-Ta’dil (3/272), al-Tarikh al-Kabir (3/76), al-Dhu’afa wa al-Matrukun karya al-Nasai (hal. 35), al-Dhu’afa al-Kabir (1/319), al-Kamil fi Dhu’afa al-Rijal (3/388), al-Dhu’afa wa al-Matrukun karya Ibn al-Jauzi (1/242), al-Mughni fi al-Dhu’afa (hal. 199) dan Diwan al-Dhu’afa (hal. 108).
[30] ‘Ilal al-Hadits karya Ibn Abi Hatim (5/323).
[31] Al-‘Ilal al-Waridah fi al-Ahadits al-Nabawiyah (6/51).
[32] Al-‘Ilal al-Mutanahiyah (2/70).
[33] Al-Mizan li Marwiyyat Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 167).
[34] Majma’ al-Zawaid (8/65).
[35] Al-Mizan li Marwiyyat Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 168), diterjemahkan secara ringkas.
[36] Lihat: Al-Thabaqat al-Kubra (7/467), Tarikh Yahya bin Ma’in(4/437), al-Majruhin (3/146), al-Kamil (2/207), Al-Dhua’fa wa al-Matrukun karya Ibnu al-Jauzi (1/152 dan 3/228) dan al-Mizan li Marwiyat Fadhail Syahri Sya’ban karya Prof. Dr. Suud al-Sha’idi (hal. 169).
[37] Lihat: Dhaif Jami’ al-Shaghir (no. 4019) dan Dhaif al-Targhib wa al-Tarhib (no. 620).
[38] Lihat: Al-Mizan li Marwiyyat Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 169).
[39] Lihat: Musnad al-Bazzar (1/157) dan Tuhfah al-Tahshil fi Dzikri Ruwwah al-Marasil karya Ibn al-‘Iraqi (hal. 275).
[40] Lihat: Al-Tarikh al-Kabir (5/424) dan al-Majruhin (2/136).
[41] Lihat: Al-Jarh wa al-Ta’dil (8/307).
[42] Lihat: Al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal karya Imam Ahmad (1/245), al-Kamil karya Ibnu ‘Adi (4/501) dan al-Kasyfu al-Hatsits (hal. 132).
[43] Lihat: Al-Mizan li Marwiyyat Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 184).
[44] Lihat: Al-Dhu’afa al-Shaghir (hal. 113, no. 374), Al-Tarikh al-Kabir (8/91), Al-Jarh wa al-Ta’dil (8/479), al-Majruhin (3/49), Mizan al-I’tidal (4/262) dan Taqrib al-Tahdzib (no. 7147).
[45] Lihat: Al-Jarh wa al-Ta’dil (6/268), al-Mughni fi al-Dhu’afa (2/491), al-Kamil fi Dhu’afa al-Rijal (6/244) dan al-‘Ilal al-Mutanahiyah (2/68).
[46] Lihat: Mirqah al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih (3/969).
[47] Lihat: Tafsir al-Razi (32/235).
[48] Al-Mizan li Marwiyyat Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 194).
[49] Lihat: Tahdzib al-Kamal (6/98), Tuhfah al-Tahshil (hal. 76) dan Ta’rif Ahli al-Taqdis (hal. 29).
[50] Lihat: Mizan al-I’tidal (3/492).
[51] Lihat: Lisan al-Mizan (2/93).
[52] Al-‘Ilal al-Mutanahiyah (2/71).
[53] Mishbah al-Zujajah (2/10).
[54] Lihat: Al-‘’Ilal wa Ma’rifah al-Rijal karya Imam Ahmad (1/510), Al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits karya Abu Syamah, Mizan al-I’tidal (4/503) dan al-Kasyf al-Hatsits (hal. 286).
[55] Dhaif Jami’ Shaghir no. 652 dan Dhaif Targhib wat Tarhib no. 623.
[56] Sunan Ibnu Majah, tahkik Syu’aib al-Arnauth (2/399).
[57] Lihat: Al-Dhu’afa wa al-Matrukun karya Ibnu al-Jauzi (2/206) dan Mizan al-I’tidal (3/185).
[58] Lihat: Al-Dhu’afa al-Kabir karya al-‘Uqaili (4/166), Al-Dhu’afa wa al-Matrukun karya Ibnu al-Jauzi (3/144) , al-Kasyfu al-Hatsits (hal. 262) dan Lisan al-Mizan (6/111).
[59] Tahdzib al-Tahdzib (5/524-526)
[60] Al-‘Ilal al-Mutanahiyah (2/78)
[61] Tahdzib al-Tahdzib (4/626)
[62] Dha’if al-Targhib wa al-Tarhib (1/334).
[63] Al-Mushannaf (no. 7927).
[64] Syu’ab al-Iman (5/ 288, no. 3440) dan Fadhail al-Awqat (no. 149)
[65] Juz Tuhfah Id al-Fithr (no. 55)
[66] Fadhail Syahri Rajab (no. 17) dan Fadhail Syahri Rajab (no. 17)
[67] Al-Talkhish al-Habir (2/ 191)
[68] Al-Taysir bi Syarhi al-Jami’ al-Shaghir (1/ 520)
[69] Faidh al-Qadir (3/ 454), lihat juga: Al-Tanwir Syarhu al-Jami’ al-Shaghir karya Muhammad bin Ismail al-Shan’ani (5/ 514)
[70] Silsilah al-Ahadits al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah (3/ 649)
[71] Al-Sunan wa Al-Kubra (no. 6293), Syu’ab al-Iman (5/ 287, no. 3438), Fadhail al-Awqat (no. 150), Ma’rifah al-Sunan wa al-Atsar (no. 7028)
[72] Al-‘Ilal al-Mutanahiyah (2/72).
[73] Mizan al-I’tidal (3/308).
[74] Al-Ishabah (5/434).
[75] Lihat: Mizan al-I’tidal (3/565-566), Lisan al-Mizan (5/177-178) dan al-Atsar al-Marfu’ah fi al-Akhbar al-Maudhu’ah Muhammad Abdul Hayy al-Luknawi (hal. 84).
[76] Ahkam al-Quran (4/117).
[77] Mafatih al-Ghaib (27/653).
[78] Maa Wadhaha wa Istabana min Fadhail Syahri Sya’ban (hal. 44).
[79] Al-Ba’its ‘ala Ingkar al-Bida’ wa al-Hawadits (hal. 45).
[80] Al-Majmu’ (4/56).
[81] Lathaif al-Ma’arif (hal. 136).
[82] Lathaif al-Ma’arif (hal. 138).
[83] Al-Taudhih Syarhu al-Jami’ al-Shahih (13/445).
[84] Al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar (1/157).
[85] Kasyfu al-Khafa (2/36).
[86] Al-Majmu’ fi Tarjamah Syekh Hammad (2/477).
[87] Lihat: Majmu’ Fatāwa Ibn Bāz (1/192 dan 1/197).
[88] Lihat: Majmu’ Fatāwa Ibn Utsaimīn (7/280 dan 20/30).