170 – وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ، وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ)). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Siapa mendapatkan dari salat Subuh satu rakaat sebelum matahari terbit, maka dia telah mendapatkan salat Subuh tersebut, dan siapa mendapatkan satu rakaat dari salat Asar sebelum matahari tergelam, maka dia telah mendapatkan salat Asar.” Muttafaqun ‘Alaihi.[1]
171 – وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الْعَصْرِ سَجْدَةً قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ، أَوْ مِنَ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ، فَقَدْ أَدْرَكَهَا)). وَالسَّجْدَةُ إِنَّمَا هِيَ الرَّكْعَةُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa mendapatkan dari salat Asar satu rakaat sebelum matahari terbenam, atau dari salat Subuh sebelum ia (matahari) terbit, maka dia telah mendapatkannya (salat tersebut).” Hadis riwayat Muslim.[2]
Daftar Isi:
Kosakata hadis:
-
- Lafaz (سَجْدَةً) dalam hadis Aisyah radhiyallahu anha berarti satu sujud, maknanya menurut ulama adalah ‘rakaat’, hal tersebut karena dua kata tersebut mengungkapkan makna yang sama dan saling bergantian.[3]
Faedah dan istinbat dari hadis:
-
- Imam al-Nawawi rahimahullah menegaskan bahwa ijmakkaum Muslim bahwa hadis tersebut tidak dipahami apa adanya atau secara zahir saja. Yakni jika seseorang mendapatkan satu rakaat kemudian dia dianggap sudah mendapatkan salat tersebut secara utuh, sehingga satu rakaat cukup baginya dan gugur kewajiban hanya dengan satu rakaat tersebut. Akan tetapi hadis tersebut mesti ditakwilkan maknanya menjadi: (فَقَدْ أَدْرَكَ حُكْمَ الصَّلَاةِ أَوْ وُجُوبَهَا أَوْ فَضْلَهَا) yaitu mendapatkan hukum salat atau mendapatkan kewajiban salat atau mendapatkan keutamaan salat.[4]
- Hadis tersebut tidak dapat dijadikan dalil atau sama sekali tidak menunjukkan bolehnya mengakhirkan salat hingga batas akhir waktunya. Dengan dalil lain yang menunjukkan larangan (nahi) untuk mengakhirkan salat hingga waktu yang demikian. Bahkan hal tersebut disifatkan sebagai salatnya kaum munafik.[5]
- Ada beberapa masalah fikih yang dibahas ulama dari hadis tersebut.
Pertama: siapa yang pada awalnya tidak wajib atas mereka suatu ibadah salat namun kemudian mendapatkan waktu salat tersebut meskipun kadar satu rakaat maka lazim atas mereka ibadah salat tersebut. Contoh: anak kecil yang tiba waktu balig, orang yang tidak waras akalnya (gila) dan orang pingsan, kemudian kedua pulih. Perempuan haid dan nifas kemudian suci dan orang kafir yang berislam.
Siapa pun dari mereka yang mendapatkan kadar satu rakaat salat sebelum keluar waktunya maka wajib salat tersebut atas mereka.
Jika seandainya waktu tersebut kurang dari kadar satu rakaat maka ada perbedaan ulama pada hukumnya, pendapat yang lebih kuat berdasarkan hadis tersebut adalah tidak wajib atas mereka.
Kedua: seseorang yang masbuk namun mendapatkan satu rakaat yang sempurna bersama imam pada salat berjamaah maka dia mendapatkan keutamaan salat berjamaah tersebut.
-
- Bagaimana jika seandainya orang yang masbuk tersebut tidak mendapatkan satu rakaat yang sempurna, yaitu hanya mendapatkan bagian kecil salat sebelum salam? Pendapat jumhur ulama bahwa orang tersebut tetap mendapatkan keutamaan salat berjamaah. Sedangkan mafhum dari hadis tersebut (harus mendapatkan satu rakaat yang sempurna) dijawab bahwa seseorang yang baru salat Subuh satu rakaat kemudian matahari terbit, tetap melanjutkan salatnya dan salat tersebut tidak batal berdasarkan ijmak[6]
- Hadis tersebut menegaskan bahwa suatu amalan kebaikan atau keburukan dihukumi oleh Allah atas dasar bagaimana akhir dan penutup amalan tersebut (وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ)[7].
- Allah tetapkan seseorang mendapatkan keutamaan pelaksanaan salat pada waktunya meskipun hanya mendapatkan bagian akhir (al-khatimah) dari waktu salat tersebut.[8]
Footnote:
[1] H.R. al-Bukhari (579) dan Muslim (608).
[2] H.R. Muslim (609).
[3] Al-Qadhi Iyadh. Ikmal al-Mu’lim bi Fawaid Muslim. Jilid 2, hlm. 563.
[4] Al-Nawawi. Al-Minhaj. Jilid 5, hlm. 105-106.
[5] Al-Qadhi Iyadh. Ikmalul Mu’lim bi Fawaid Muslim. Jilid 2, hlm. 561.
[6] Al-Nawawi. Al-Minhaj. Jilid 5, hlm. 105.
[7] H.R. al-Bukhari (6607).
[8] Ibn Batthal. Op. Cit. Jilid 10, hlm. 306.