55 FAEDAH SEPUTAR ADAB-ADAB HARI RAYA DAN HUKUM-HUKUMNYA(1)
Alhamdulillah, salam dan selawat kepada Rasulullah, amma ba’du:
Tulisan ini merupakan kumpulan faedah dan inti sari dari beberapa poin penting terkait adab-adab dan hukum-hukum berhari raya.
Faedah Pertama: Id merupakan syiar umat Islam. Di dalamnya pemandangan-pemandangan peribadatan begitu nampak. Juga pemandangan akan nilai-nilai sosial bermasyarakat, nilai psikologis, dan nilai-nilai pendidikan.
Faedah Kedua: Dinamakan id karena sifatnya yang kembali dan berulang-ulang. Ia senantiasa kembali dan diperingati setiap tahun dengan perasaan gembira yang selalu baru. Dikatakan juga bahwa penamaannya dikarenakan sebagai bentuk optimisme akan pengulangannya bagi mereka yang mendapatinya. Ia adalah sebuah istilah bagi perkumpulan yang berulang tiap tahunnya (periodik, pen-) dan telah menjadi kebiasaan.
Faedah Ketiga: Hari raya merupakan syiar yang dimiliki oleh setiap umat. Penyelenggaraannya berkaitan besar dengan naluri dan fitrah yang melekat pada manusia di mana mereka senang berkumpul dan menunjukkan kebahagiaan serta sukacita mereka.
Faedah Keempat: Hari raya kita adalah berzikir kepada Allah dan perasaan bahagia akan nikmat yang datang dari-Nya. Allah azza wajalla berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: “Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’” (Q.S. Yunus: 58)
Adapun hari raya selain kaum muslimin maka ia adalah kemusyrikan, kekufuran, dan amoralitas.
Faedah Kelima: Hari raya dalam syariat kita termasuk perkara tauqifi (ditetapkan berdasarkan dalil), maka tidak ada hari raya bagi kaum muslimin kecuali tiga hari raya,
- Hari raya yang berulang di setiap pekannya, yaitu Hari Jumat.
- Dua hari raya yang lain adalah hari raya yang datang sekali setiap tahunnya, keduanya adalah Idulfitri dan Iduladha.
Diriwayatkan oleh sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus untuk bermain, maka beliau bertanya, “Apakah maksud dari dua hari ini?” Mereka menjawab, “Kami biasa mengadakan permainan pada dua hari tersebut semasa jahiliah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari raya yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu Iduladha dan Idul fitri.”(2)
Faedah Keenam: Hari raya kaum muslimin merupakan syiar Allah yang harus dihidupkan, harus dicapai tujuannya, dan dipahami nilai-nilainya. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh baginda kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
Artinya: “Setiap kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita.”(3)
Hadis ini menunjukkan pengkhususan kaum muslimin untuk dua hari raya ini (Idulfitri dan Iduladha) dan tidak untuk kaum yang lain. Atas dasar itu tidaklah diperbolehkan bagi kaum muslimin menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang musyrik dalam perkara yang telah menjadi hari raya khusus mereka.
Faedah Ketujuh: Hari raya kaum muslimin merupakan momentum mendekatkan diri kepada Allah azza wajalla, di dalamnya terdapat pengagungan kepada-Nya, dan upaya memperlihatkan kebahagiaan dan sukacita atas nikmat-Nya, serta hari raya tersebut berkaitan dengan ibadah-ibadah yang agung.
Faedah Kedelapan: Idulfitri datang sebagai mahkota atau puncak dari ibadah puasa dan salat lail di Bulan Ramadan. Adapun Iduladha ia berada di sela-sela ritual ibadah haji yang agung, dan sebelumnya terdapat Hari Arafah yang merupakan di antara hari-hari terbaik. Maka kedua hari raya tersebut berkaitan erat dengan rukun Islam. Sehingga, hari raya kita diselenggarakan setelah menyempurnakan ketaatan kepada Allah Rabb semesta alam.
Faedah Kesembilan: Di antara ibadah agung dalam hari raya Idul fitri adalah mengeluarkan zakat fitri sebelum melaksanakan salat Id. Zakat fitri merupakan bentuk penyucian jiwa bagi mereka yang telah berpuasa dan juga menjadi makanan bagi orang miskin.
Faedah Kesepuluh: Diharamkan berpuasa pada hari raya secara mutlak sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ اْلأَضْحَى
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berpuasa di dua hari, yaitu hari raya Idulfitri dan hari raya Iduladha.(4)
Faedah Kesebelas: Di antara sunah yang agung di hari Idulfitri adalah takbiran, sebagaimana firman Allah,
وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Baqarah: 185)
Faedah Kedua Belas: Disyariatkan untuk takbiran di hari raya Idulfitri, dimulai ketika terbenamnya matahari pada malam memasuki Id hingga keesokan harinya tatkala imam keluar untuk salat id.
Faedah Ketiga Belas: Takbiran pada hari raya Iduladha ada yang bersifat mutlak dan ada yang terikat. Takbiran yang bersifat mutlak dilaksanakan di setiap waktu, kondisi, dan tempat. Takbiran ini sejak awal Zulhijah dan berakhir di hari akhir dari hari-hari tasyrik (tanggal 13 Zulhijah).
Adapun takbiran yang bersifat muqayyad (terikat): dikerjakan hanya pada setiap selesai salat wajib. Dimulai ketika fajar di Hari Arafah hingga bakda Salat Asar di hari ketiga tasyrik.
Faedah Keempat Belas: Di antara lafaz takbiran yang dinukil dari ulama salaf,
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Lafaz ini diriwayatkan juga dengan cara tiga kali takbir.
Lafaz takbiran lainnya, yaitu:
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اللهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ulama lain menambahkan lafazh اللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَاناَ di akhir kalimat.
Faedah Kelima Belas: Merupakan bagian sunah adalah mengangkat suara ketika bertakbir, karena cara tersebut mampu menampakkan syiar Islam dan mengingatkan muslim yang lain, sehingga dianjurkan mengangkat suara ketika takbiran di hari raya, baik ketika berada di masjid-masjid, rumah-rumah, atau berada di jalan, baik dalam keadaan mukim ataupun sedang safar.
Diriwayatkan oleh al-Firyabi dengan sanad yang sahih, dari Abu Abdirrahman al-Sulami, beliau berkata, “Dahulu mereka (salaf, pen-) lebih bersungguh-sungguh ketika hari raya Idulfitri dibandingkan ketika Iduladha.” Maksudnya: ketika bertakbir.
Faedah Keenam Belas: Tidak disyariatkan bertakbir secara berjemaah dengan satu suara dan dengan lafaz yang sama serta disepakati, atau dengan bentuk lain, yaitu kelompok pertama bertakbir kemudian dijawab oleh kelompok lainnya. Karena bentuk ini merupakan bentuk yang dibuat-buat (bidah) dan menyelisihi tata cara salaf saleh. Bentuk takbiran yang dianjurkan adalah setiap orang bertakbir sendiri-sendiri. Adapun jika terjadi bersamaan di waktu yang satu tanpa disengaja maka hal tersebut tidaklah mengapa.
Faedah Ketujuh Belas: Beberapa petunjuk (kebiasaan, pen-) Nabi shallallahu alaihi wasallam di hari raya adalah merapikan diri, berhias, dan memakai wewangian, memakai pakaian baru, maka sepantasnya bagi laki-laki memakai pakaian terbaik yang dimilikinya.
Faedah Kedelapan Belas: Perempuan harus berusaha memakai pakaian yang sesuai dengan syariat ketika keluar rumah, dan tidak memakai gaun (pakaian mencolok, menarik perhatian, pen-) ketika menuju tempat diselenggarakannya salat Id sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلَاتٌ
Artinya: Akan tetapi mereka hendaknya (para wanita) keluar (menuju ke masjid atau tempat diselenggarakannya salat id, pen-) dengan pakaian biasa bukan pakaian perhiasan.”(5)
Juga diharamkan bagi mereka keluar dengan menggunakan wewangian, dan hal tersebut merupakan tanggungjawab setiap laki-laki terhadap keluarganya.
Faedah Kesembilan Belas: Di antara adab-adab di hari raya adalah saling memberi ucapan selamat yang baik kepada satu sama lain, bagaimana pun bentuk ucapannya karena hal tersebut merupakan akhlak yang terpuji dan pemandangan positif dari interaksi sosial di antara umat Islam.
Seperti ucapan mereka kepada yang lain Taqabbalallahu minnaa waminkum yang artinya “Semoga Allah menerima ibadah kami dan ibadah kalian.”
atau Idun Mubarak yang bermakna, “Semoga idmu penuh keberkahan,” dan ucapan-ucapan selamat lain yang diperbolehkan yang semisalnya.
Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mereka berpapasan di hari Id, mereka mengucapkan kepada yang lainnya taqabbalallahu minnaa waminka.
Faedah Kedua Puluh: Salat id merupakan bagian dari syiar Islam yang agung karena ia merupakan kewajiban bagi laki-laki menurut pandangan yang lebih rajih dari kalangan ulama, berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengerjakannya, dan kebiasaan Nabi yang selalu mengerjakannya hingga ia wafat, dan juga selalu dijaga dan dikerjakan oleh para khulafa al-rasyidin dan yang datang setelahnya.
Faedah Kedua Puluh Satu: Waktu pelaksanaan salat id dimulai ketika matahari telah meninggi setinggi ukuran tombak hingga waktu zawal (matahari condong ke arah barat, pen-), dan disunahkan mengakhirkan salat Idulfitri dan menyegerakan salat Iduladha sebagai bentuk peneladanan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Faedah Kedua Puluh Dua: Disunahkan mandi sebelum mengerjakan salat id sebagaimana yang dikatakan Said Ibn Musayyib, “Sunah di hari raya itu ada tiga: berjalan menuju tempat salat, makan sebelum menuju tempat salat, dan mandi.” Lebih utama jika mandi setelah Salat Subuh, akan tetapi jika ia mandi sebelum Subuh maka itu sudah cukup.
Faedah Kedua Puluh Tiga: Di antara sunah yang sering ditinggalkan (dilalaikan, pen-): makan sebelum keluar untuk salat Idulfitri. Diriwayatkan oleh sahabat Anas radiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar untuk salat Idulfitri kecuali ia telah makan beberapa butir kurma, dan beliau makan dengan bilangan ganjil.”(6)
Faedah Kedua Puluh Empat: Adapun ketika Iduladha maka disunahkan untuk tidak makan kecuali setelah ia kembali dari tempat salatnya, agar ia makan dari hewan kurbannya, dan makan paginya itu bersumber dari bagian yang ia makan darinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah makan hingga ia selesai salat Iduladha.(7)
Akan tetapi jika ia tidak berkurban, maka tidaklah disyariatkan baginya untuk tidak makan hingga pelaksaan salat, akan tetapi ia boleh untuk memilih. Jika ia makan sebelum keluar untuk salat, maka tidak boleh bagi kita berkata kepadanya, “Engkau telah menyelisihi sunnah!”(8)
Faedah Kedua Puluh Lima: Dianjurkan untuk berangkat lebih awal menuju tempat salat kecuali bagi imam, dan dianjurkan untuk berada di dekat imam, karena yang demikian itu lebih mendekati kepada kebaikan, dan perkara tersebut merupakan amalan sahabat Nabi radiallahu ‘anhum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk salat setelah matahari terbit, dan beliau mendapati manusia telah hadir.
Faedah Kedua Puluh Enam: Disunahkan mengangkat suara dengan bertakbir ketika berjalan menuju tempat salat id. Telah datang sebuah riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika keluar menuju tempat salat id, beliau bertakbir hingga tiba di tempat salat dan hingga ia selesai salat.(9)
Faedah Kedua Puluh Tujuh: Tatkala berangkat menuju tempat salat dengan berjalan kaki, maka hendaknya ia berjalan dengan tenang dan berwibawa. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar radiallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju tempat salat id dengan berjalan kaki, dan pulang dengan berjalan kaki.”(10)
Faedah Kedua Puluh Delapan: Dianjurkan ketika keluar menuju tempat salat dari satu jalan dan pulang melewati jalan yang berbeda berdasarkan perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, agar dua jalan tersebut bersaksi untuknya, dan untuk menampakkan syiar-syiar Islam, dan sebagai bentuk keyakinan atas perubahan kondisi menuju ampunan dan rida Allah, dan hendaknya mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya serta keluarganya yang ia temui di dua jalan yang ia lewati.
Faedah Kedua Puluh Sembilan: Di antara sunah id adalah salat di luar ruangan, tidak salat di dalam masjid-masjid kecuali jika dalam kondisi darurat atau karena adanya kebutuhan khusus berdasarkan kebiasaan Nabi yang mengerjakannya di tanah lapang (padang pasir) dan beliau tidak pernah mengerjakannya di dalam masjid nabawi yang merupakan masjid terbaik setelah Masjidilharam. Akan tetapi para ulama memberikan pengecualian bagi penduduk Makkah, maka mereka dianjurkan salat id di Masjidilharam.
Faedah Ketiga Puluh: Salat id diselenggarakan di kota-kota dan di kampung-kampung, dan tidak dianjurkan untuk dikerjakan di pedalaman terpencil serta ketika dalam kondisi bepergian atau safar. Inilah sunah yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi dan para sahabatnya mengerjakan salat id ketika sedang bepergian dan juga di pedalaman terpencil.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengerjakan haji wadak dan beliau tidak mengerjakan salat Jumat di Arafah padahal hari itu adalah Hari Jumat, beliau juga tidak salat id di Mina, beliau safar menuju Makkah pada tahun terjadinya perang pembebasan Kota Makkah, dan beliau tinggal di sana hingga awal Bulan Syawal, beliau mendapati hari id di sana, akan tetapi tidak ada satu pun riwayat yang menyebutkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam salat id di sana.
Faedah Ketiga Puluh Satu: Anak-anak kecil dan perempuan yang haid sekalipun tetap dianjurkan keluar menuju tempat salat id agar mereka memperoleh kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Ummi ‘Athiyyah radiallahu ‘anha, beliau berkata, “Kami diperintahkan (oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) untuk mengajak keluar pada dua hari raya para wanita balig dan para perawan. Beliau juga memerintahkan agar wanita haid dipisahkan dari tempat salat kaum muslimin.(11)
Faedah Ketiga Puluh Dua: Salat id dikerjakan sebanyak dua rakaat, imam menjaharkan bacaannya, bertakbir sekali sebagai takbiratulihram, kemudian setelahnya bertakbir sebanyak tujuh kali, kemudian membaca surah al-Fatihah dan surah lain yang ia kehendaki.
Pada rakaat yang kedua, ia berdiri seraya bertakbir, setelah ia tegak beridiri, ia kembali bertakbir sebanyak lima kali takbir kemudian membaca surah al-Fatihah dan surah lain yang ia kehendaki, dan dianjurkan mengangkat tangan pada setiap kali takbir.
Faedah Ketiga Puluh Tiga: Telah datang riwayat dari Ibn Mas’ud radiallahu ‘anhu bahwa beliau bertahmid dan memuji Allah di antara takbir-takbir dan berselawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.(12)
Faedah Ketiga Puluh Empat: Rasulullah membaca ketika Idulfitri dan Iduladha Q.S. al-A’la dan Q.S. al-Ghasyiah.(13) Juga terdapat riwayat bahwa beliau membaca Q.S. Qaf pada rakaat pertama dan di rakaat kedua membaca Q.S. al-Qamar.(14)
Faedah Ketiga Puluh Lima: Ketika makmum terlambat dan mendapati imam pada saat takbir-takbir tambahan, maka ia bertakbir bersama imam dan mengikutinya dan tidak wajib baginya mengulangi takbir yang terlewatkan, dan jika ia terlambat satu rakaat, maka ia menggantinya sesuai sifat atau tata caranya.
Faedah Ketiga Puluh Enam: Dalam salat id, tidaklah didahului dengan azan maupun ikamah. Jabir bin Samurah radiallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah salat ‘idain (Idulfitri dan Iduladha, pen-) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari satu atau dua kali tanpa adanya azan maupun ikamah.(15)
Faedah Ketiga Puluh Tujuh: Imam mengerjakan salat terlebih dahulu kemudian khotbah, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu membuka khotbah-khotbahnya dengan mengucapkan hamdalah. Belum ditemukan riwayat dari beliau shallallahu ‘alaihhi wasallam bahwa beliau membuka dua khotbahnya di dua id dengan bertakbir.
Faedah Ketiga Puluh Delapan: Khotbah di hari raya adalah sunah yang disyariatkan untuk dihadiri dan didengarkan dengan seksama karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam salat id dan bersabda, “Siapa yang hendak beranjak dari tempat duduknya maka diperkenankan untuk pergi, dan siapa yang lebih ingin untuk berdiam mendengarkan khotbah maka hendaknya tinggal.”(16)
Faedah Ketiga Puluh Sembilan: Siapa yang tidak mendapati salat id, maka yang rajih untuk ia kerjakan adalah disunahkan baginya untuk mangqada salat id tersebut, ia salat sesuai tuntunannya tanpa adanya khotbah setelahnya.
Faedah Keempat Puluh: Siapa saja yang datang ke tempat salat id, dan ia datang tatkala imam sedang berkhotbah, maka hendaknya ia duduk mendengarkan khotbah dengan seksama dan setelah itu ia berdiri untuk salat id agar ia menggabungkan dua kebaikan.
Faedah Keempat Puluh Satu: Tidak ada salat sunah sebelum dan seusai salat id karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar di hari raya kemudian salat id sebanyak dua rakaat, beliau tidaklah salat sebelum dan sesudahnya.(17) Adapun jika salat id diselenggarakan di masjid, maka ia boleh salat tahiyat masjid.
Faedah Keempat Puluh Dua: Jika hari raya atau id bertepatan dengan Hari Jumat, maka terdapat keringanan dengan meninggalkan Salat Jumat bagi yang mengerjakan salat id. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Telah terkumpul pada kalian dua hari raya ini (Id dan Jumat, pen-) maka siapa yang suka, maka ia boleh tidak mengerjakan Salat Jumat, adapun kami akan tetap mengerjakan Salat Jumat.(18)
Bagi yang tidak salat Jumat, maka ia Salat Zuhur di rumahnya sendirian atau berjamaah, dan jika sekiranya ia hendak Salat Jumat juga, maka ia Salat Jumat bersama dengan kaum muslimin, dan ini lebih utama.
Juga tidak disyariatkan Salat Zuhur di masjid, bahkan tidak disyariatkan untuk membuka pintu-pintu masjid juga tidak ada kumandang azan untuk Salat Zuhur pada hari tersebut (jika bertepatan dengan hari Jumat, pen-).(19)
Faedah Keempat Puluh Tiga: Pendapat yang mengatakan akan gugurnya kewajiban Salat Jumat dan Salat Zuhur merupakan pendapat keliru dan menyelisihi sunah, pendapat tersebut merupakan pendapat yang salah, dan ditinggalkan oleh ulama.
Faedah Keempat Puluh Empat: Siapa saja yang tidak salat id, maka kewajiban untuk Salat Jumat tidaklah gugur baginya. Sehingga, wajib baginya untuk mendatangi masjid untuk Salat Jumat, jika jumlah yang ingin salat tidak cukup untuk salat Jumat maka ia wajib Salat Zuhur.(20)
Faedah Keempat Puluh Lima: Kewajiban Jumat tidaklah gugur baginya meskipun imam masjid tidak ikut salat. Olehnya itu, ia harus tetap mengerjakan Salat Jumat jika jumlah yang hadir mencukupi, kemudian ia salat bersama mereka yang tidak ikut salat id atau bersama dengan mereka yang ingin ikut salat.(21)
Faedah Keempat Puluh Enam: Di antara adab di hari raya adalah menyambung tali silaturahmi dengan sanak saudara dan kerabat dekat dengan cara berziarah, memberi hadiah, menghubungi mereka, atau saling menunjukkan rasa kasih sayang antara yang satu dengan yang lainnya.
Faedah Keempat Puluh Tujuh: Hari raya merupakan waktu yang dipenuhi ketaatan kepada Allah, serta usaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan amalan saleh, dengan rasa syukur atas disempurnakannya kenikmatan, bukan hari yang dipenuhi perilaku mungkar dan pelanggaran syariat. Maka sangat tidak pantas bagi seorang muslim mengubah hari raya tersebut manjadi hari yang penuh perilaku munkar dan mengadakan pesta berkumpul dengan joget-joget, bermain musik, serta meminum minuman keras.
Faedah Keempat Puluh Delapan: Tidak disyariatkan mengkhususkan malam hari raya dengan salat yang berbeda dari malam-malam lainnya kecuali bagi orang yang telah memiliki kebiasaan untuk salat malam di hari-hari lainnya, maka tidak mengapa baginya untuk salat pada malam hari raya. Adapun hadis-hadis yang berkaitan dengan keutamaan menghidupkan malam hari raya maka tidaklah sahih.
Faedah Keempat Puluh Sembilan: Di antara perbuatan mungkar di hari raya, berbaurnya perempuan dengan laki-laki di tempat salat id dan di tempat lain. Hal ini merupakan fitnah bagi keduanya, dan bagi laki-laki atau para pemuda agar tidak beranjak dari tempat salatnya sebelum semua perempuan telah bubar.
Faedah Kelima Puluh: Di hari raya, setiap muslim harus berusaha menundukkan pandangannya, menjaga pendengaran dan jiwanya dari perkara yang diharamkan.
Berkata beberapa murid Sufyan al-Tsauri rahimahullah, “Aku keluar bersama Sufyan al-Tsauri di hari raya, lalu ia berkata, “Sesungguhnya amalan yang pertama kali yang harus kita kerjakan di hari raya kita ini adalah menundukkan pandangan.”
Suatu hari, ketika Hassan bin Abi Sinan rahimahullah pulang dari salat id, tiba-tiba istrinya berkata kepadanya, “Berapa perempuan cantik yang telah engkau lihat? Maka ia menjawab, “Aku tidak memandang sesuatu sejak aku keluar menuju tempat salat hingga aku pulang selain jempol kakiku.”
Faedah Kelima Puluh Satu: Merayakan hari raya dengan menampakkan perasaan bahagia dan sukacita karena kedatangannya adalah perkara yang dianjurkan, juga kegiatan berlibur untuk kesenangan diri atau keluarga dan anak-anak di mana kegiatan terebut jauh dari pelanggaran syariat, maka ia merupakan kegiatan yang sangat direkomendasikan.
Diriwayatkan oleh Aisyah radiallahu ‘anha, beliau berkata, “Pada hari Id banyak orang Sudan bermain senjata dan perisai. Terkadang aku meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan terkadang beliau sendiri yang menawarkan, “Kau ingin melihat?” Aku pun menjawab, “Ya.” Lalu beliau menempatkanku di belakangnya, pipiku di atas pipinya. Beliau pada waktu itu berteriak, “Ayo terus Bani Arfidah!”(22)
Faedah Kelima Puluh Dua: Memberikan kelonggaran kepada anak untuk bersenang-senang dan bermain dengan jenis permainan yang dibolehkan di hari raya adalah perkara yang disyariatkan. Bahkan hal itu merupakan bentuk ketaatan dan amalan saleh, karena adanya keinginan untuk memasukkan kebahagiaan ke dalam hati mereka. Sebagaimana dalam hadis, “Agar orang-orang Yahudi tahu bahwa dalam agama kita ini terdapat keluasan, karena sesungguhnya aku diutus dengan agama yang jauh dari kesyirikan lagi luwes.”(23)
Faedah Kelima Puluh Tiga: Hari raya merupakan momentum kebahagiaan, maka selayaknya seorang muslim menampakkan perasaan bahagianya, sukacita serta jenis hiburan yang dibolehkan oleh syariat, seperti memainkan rebana bagi perempuan.
Diriwayatkan dari Aisyah radiallahu ‘anha, bahwa Abu Bakar masuk ke tempatnya, dan di depannya ada dua jariah (budak gadis remaja, pen-) yang sedang bernyanyi dengan menggunakan duf (rebana), saat itu Rasulullah sedang berselimut dengan kainnya. Maka, Abu Bakar menghardik kedua jariah itu, lalu Rasulullah menyingkap selimut dari wajahnya dan bersabda, “Biarkan mereka berdua wahai Abu Bakar karena ini hari raya.”(24)
Hadis ini menunjukkan bahwa bolehnya perempuan memainkan rebana di hari raya, dan bolehnya melantunkan nyanyian dengan kata-kata yang dibolehkan atau dengan syair-syair yang mubah. Adapun dengan musik atau dengan alat musik maka ia tetap dengan hukumnya yang haram. Sebagaimana yang terdapat dalam dalil di atas yang menunjukkan atas keharamannya dan pengecualian itu berlaku hanya untuk rebana saja.
Faedah Kelima Puluh Empat: Telah jelas bahwa terdapat riwayat yang membolehkan perempuan memainkan rebana di hari raya dan di hari-hari tasyrik. Sebagaimana dalam hadis Aisyah sebelumnya yang menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi di hari-hari ketika di Mina, sebagaimana dalam riwayat, bahwa Abu Bakar masuk ke tempatnya, dan di depannya ada dua jariah (budak gadis remaja, pen-) yang sedang bernyanyi dengan menggunakan duf (rebana) di hari-hari ketika di Mina.”(25)
Dan makna dari Ayyam Mina atau hari-hari Mina adalah hari-hari tasyrik.
Faedah Kelima Puluh Lima: Di hari raya, sering tersebar permainan-permainan yang berbahaya yang bisa melukai orang lain di jalanan dan di rumah-rumah mereka. Di antara permainan tersebut seperti petasan atau kembang api, maka menghindari permainan seperti ini adalah keharusan karena petasan atau kembang api membuang-buang uang, juga bisa mencelakai badan, serta mengganggu manusia yang berada di rumah-rumah mereka.
Semoga Allah senantiasa menghiasi hari-hari kita dengan ketaatan kepada-Nya dan memenuhi rumah-rumah kita serta hati kita dengan kegembiraan dan sukacita dengan nikmat-Nya dan semoga Allah menerima ibadah kita dan ibadah kaum muslimin. Amin.
Footnote:
(1) Tulisan ini disadur dan diterjemahkan dari situs resmi Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullah: https://almunajjid.com/books/lessons/118 dan juga telah dicetak dalam format e-buku oleh Zad Group.
(2) H.R. Abu Daud (no. 1134) dan disahihkan oleh al-Albani.
(3) H.R. Bukhari (no. 952) dan Muslim (no. 892).
(4) HR. Bukhari (no. 1991) dan Muslim (no. 827) serta lafaz tersebut dari periwayatan Imam Muslim.
(5) H.R. Abu Daud (no. 565) dan dinyatakan sahih oleh al-Albani.
(6) H.R. Bukhari (no. 953).
(7) H.R. Tirmizi (no. 542) dan disahihkan oleh al-Albani.
(8) Lihat: Al-Syarhu al-Mumti’ (5/124).
(9) Diriwayatkan secara marfuk dan maukuf, dan kedua bentuk tersebut disahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’ (no. 650).
(10) H.R. Ibnu Majah (no. 1294) dan dihasankan oleh al-Albani.
(11) H.R. Bukhari (no. 338) dan Muslim (no. 1475).
(12) Diriwayatkan oleh Imam Thabari dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir (9/303) dan disahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa’ (no. 642).
(13) H.R. Muslim (no. 878).
(14) H.R.Muslim (no. 891).
(15) H.R. Muslim (no. 887).
(16) H.R. Nasai (no. 1571) dan disahihkan oleh al-Albani.
(17) H.R. Bukhari (no. 9644) dan Muslim (no. 884).
(18) H.R. Abu Daud (no. 1073) dan disahihkan oleh al-Albani.
(19) Lihat: Fatawa al-Lajnah al-Daimah (7/120).
(20) Lihat: Fatawa al-Lajnah al-Daimah (7/119).
(21) Lihat: Fatawa al-Lajnah al-Daimah (7/119).
(22) H.R. Bukhari (no. 950) dan Muslim (no. 892).
(23) H.R. Ahmad (no. 24855) dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Silsilah al-Shahihah (4/443).
(24) H.R. Bukhari (no. 3529) dan Muslim (no. 892).
(25) H.R. Bukhari (no. 987) dan Muslim (no. 892).