23 FAEDAH TERKAIT HARI TASYRIK(1)
Mukadimah
Segala puji bagi Allah ‘azza wa jalla atas nikmat-Nya, selawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah. Tulisan ini merupakan kumpulan faedah dan intisari masalah terkait hari-hari tasyrik, semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca dan semoga Allah memberi pahala terbaik bagi siapa saja yang berkontribusi dalam penyusunan materi ini dan penyebarannya.
Faedah Pertama:
Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Iduladha, yaitu 11, 12, dan 13 Zulhijah. Ketiga hari ini juga dinamakan sebagai hari-hari Mina karena para jemaah haji menetap pada hari-hari itu di Mina yang merupakan hari-hari melontar jumrah.
Faedah Kedua :
Dinamakan dengan hari tasyrik karena daging sembelihan dan kurban pada hari itu ditasyrik (disebar untuk dijemur di bawah matahari). Ada juga yang mengatakan bahwa ia dinamakan hari tasyrik karena daging pada hari itu ditasyrik (dipotong dan dicincang). Ada juga yang mengatakan, dinamakan hari tasyrik karena sembelihan pada hari itu tidak disembelih sampai terbitnya matahari (tasyruqu al-syams).(2)
Faedah Ketiga :
Hari-hari tasyrik adalah hari-hari yang di dalamnya para jemaah haji melontar jumrah sebanyak tiga kali. Jumrah ṣugra, wusṭa dan kubra. Setiap orang melontar dengan tujuh batu kecil, lalu bertakbir dalam setiap lemparan, dan melontar setiap hari setelah zawal (masuknya waktu salat Zuhur). Waktu melontar dibolehkan dalam setiap harinya sejak waktu Zuhur telah masuk hingga masuknya waktu fajar pada hari berikutnya. Olehnya, melontar di hari pertama dan kedua -dengannya telah selesai wajib haji-, dan mengakhirkan hingga masih berkesempatan melontar di hari ketiga adalah lebih afdal karena hal tersebut dicontohkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana firman-Nya,
فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوۡمَيۡنِ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِۖ لِمَنِ ٱتَّقَىٰۗ
“Barang siapa mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, maka tidak ada dosa baginya. Barang siapa mengakhirkannya, tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah: 203)
Faedah Keempat :
Para jemaah haji bermalam di Mina pada malam 11 dan 12 Zulhijah, termasuk dari wajib haji. Adapun menginap pada malam 13 Zulhijah berlaku bagi siapa yang mengakhirkan dan hal itu lebih afdal. Dibolehkan meninggalkan mabit di malam 13 tersebut bagi yang tergesa-gesa akan pulang.
Faedah Kelima :
Hari-hari Tasyrik adalah hari-hari yang telah ditentukan jumlahnya, dimana Allah ‘azza wa jalla memerintahkan di dalamnya untuk berzikir. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ فِيٓ أَيَّام مَّعۡدُودَٰتۚ
“Dan berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya. “ (Q.S. al-Baqarah: 203)
Ibnu Abbas, Atha’, Mujahid dan selain mereka berkata, “Yang dimaksud adalah hari-hari tasyrik(3) dan dinamakan (telah ditentukan jumlahnya) karena sedikit jumlahnya.”
Faedah Keenam:
Sebaik-baik hari di antara hari-hari tasyrik adalah hari pertamanya (11 Zulhijah), dalam hadis disebutkan,
إنَّ أفضلَ الأيَّامِ عندَ اللَّهِ يومُ النَّحرِ ثمَّ يومُ القرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah tabāraka wa ta’ālā adalah yaumu al-nahr (hari kurban) dan yaumu al-qarr (hari al-qarr)”.(4)
Yaumu al-qarr adalah hari pertama dalam hari-hari tasyrik, yaitu hari setelah yaumu al-nahr (hari kurban). Dinamakan seperti itu karena di hari itu jemaah haji menetap di Mina, setelah mereka menyelesaikan tawaf ifadah dan berkurban, kemudian beristirahat dan tidak diperbolehkan untuk meninggalkan wilayah Mina.
Faedah Ketujuh :
Hari-hari tasyrik termasuk hari-hari raya. Dia adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah ‘azza wajalla, hari dimana kita dianjurkan menampakkan kebahagiaan dan kesenangan serta menyambung silaturahmi. Dalam hadis disebutkan,
ﺃَﻳَّﺎﻡُ ﺍﻟﺘَّﺸْﺮِﻳﻖِ ﺃَﻳَّﺎﻡُ ﺃَﻛْﻞٍ ﻭَﺷُﺮْﺏٍ ﻭَﺫِﻛْﺮٍ ﻟِﻠَّﻪِ
“Hari Tasyrik adalah hari makan, minum, dan banyak mengingat Allah.”(5)
Dan dalam hadis lain disebutkan,
يوم عرفة ويوم النَّحر وأيَّام التَّشريقِ عيدُنا أَهْلَ الإسلامِ ، وَهيَ أيَّامُ أَكْلٍ وشربٍ
“Hari Arafah, hari nahr (hari kurban) dan hari-hari tasyrik, semuanya adalah hari raya bagi kita umat Islam. Hari-hari tasyrik merupakan hari makan dan minum.”(6)
Faedah Kedelapan:
Hari-hari tasyrik termasuk hari-hari raya, tidak diperbolehkan berpuasa di dalamnya. Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم telah melarang untuk berpuasa di hari-hari tersebut.(7)
Faedah Kesembilan:
Jumhur ulama melarang berpuasa pada hari-hari tasyrik, baik itu puasa sunah, qada, maupun nazar. Mereka memandang bahwa puasanya batal jika dilakukan pada hari-hari tasyrik dikarenakan larangan berpuasa pada hari tersebut.
Faedah Kesepuluh:
Tidak dibolehkan berpuasa pada hari-hari tasyrik kecuali bagi yang melaksanakan haji tamattu’ atau qirān yang tidak bisa mendapatkan ḥadyu. Sebagaimana perkataan Aisyah dan Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhum.(8)
Faedah Kesebelas:
Dianjurkan memperbanyak zikir kepada Allah ‘azza wa jalla di hari-hari ini, dan zikir kepada Allah di hari tersebut ada beberapa macam, di antaranya: takbīr muqayyad yang dilakukan setiap usai pelaksanaan salat wajib.
Takbīr muqayyad dimulai setelah salat Subuh pada hari Arafah bagi yang tidak melaksanakan haji (dan bagi yang berhaji dimulai sejak selesai salat Zuhur pada hari Iduladha), dan takbīr muqayyad berakhir setelah salat Asar pada hari ketiga pada hari tasyrik.
Imam Ahmad meriwayatkan, “Perkataan ini adalah ijmak para sahabat raḍiyallāhu ‘anhum, di antaranya Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Abbas raḍiyallāhu ‘anhum.(9)
Dalam menafsirkan firman Allah ‘azza wa jalla,
وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ فِيٓ أَيَّام مَّعۡدُودَٰتۚ
“Dan berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya (QS Al-Baqarah : 203),” Ikrimah berkata, “(Yaitu) takbir pada hari-hari tasyrik setelah salat wajib.”(10)
Faedah Kedua Belas:
Di antara zikir yang dianjurkan di hari-hari ini adalah takbīr mutlaq. Takbir ini disunahkan di sepuluh awal Zulhijah hingga berakhir hari tasyrik. Boleh dilaksanakan di tiap waktu, tempat dan kondisi,baik siang ataupun malam, di jalan, di pasar, di masjid, di rumah, maupun di tempat kerja.
Dalam tiap keadaan, dibolehkan berzikir kepada Allah ‘azza wa jalla, baik dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun baring, sambil mengendarai kendaraan ataupun sambil berjalan kaki.
Dalam keadaan tersebut, hendaklah seorang muslim menjaharkan dan mengangkat suaranya. Dahulu Umar raḍiyallahu ‘anhumā bertakbir di tendanya saat di Mina, hingga terdengar oleh orang-orang yang berada di masjid lalu mereka pun bertakbir, orang orang di pasar pun ikut bertakbir, hingga dikatakan bahwa saat itu Mina dipenuhi dengan takbiran.
Dahulu Ibnu Umar raḍiyallahu ‘anhumā bertakbir di Mina di hari-hari tersebut, setelah salat, di atas kendaraannya, di dalam kemah besarnya, di majelis dan sekitarnya, beliau bertakbir di keseluruhan hari tersebut.
Faedah Ketiga Belas:
Dasar dari pemilihan waktu, antara takbīr mutlaq dan muqayyad bersumber dari perkataan para sahabat Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam dan kaum salaf. Di antara bentuk kalimat takbir masyhur yang disebutkan dalam riwayat adalah:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Perkara ini (lafaz kalimat takbir yng diucapkan), ada keluasan.
Faedah Keempat Belas:
Hendaknya seorang muslim menghadirkan hati ketika dia melafalkan kalimat takbir bahwasanya Allâh subhānahu wa ta’ālā adalah zat yang paling besar dari segala sesuatu, dia tidak boleh mendahulukan sesuatu atas perkara Allâh subhānahu wa ta’ālā dan Rasul-Nya, tidak di dalam rumah, di pasar juga tidak pada amalan dan perkara perselisihan. Syekh al-Islam Ibnu Taimiyyah raḥimahullāh berkata, “Bertakbir itu disyariatkan pada tempat-tempat dan momen yang besar, untuk menjelaskan bahwasanya Allâh subhānahu wa ta’ālā adalah zat yang Mahabesar, dan kebesaran-Nya dapat meliputi di dalam hati terhadap keagungan perkara-perkara yang besar; sehingga agama itu hanya bagi Allâh semata, dan agar para hamba itu bertakbir kepada Allâh subhānahu wa ta’ālā; dengannya (takbir) tercapai dua tujuan agung, yaitu maksud beribadah kepada Allâh dengan membesarkan Allâh di dalam hati-hati mereka dan meminta pertolongan kepada Allâh dengan cara mengamalkan setiap perintah dan permintaan Allâh subhānahu wa ta’ālā.”(11)
Faedah Kelima Belas:
Di antara zikir yang disunahkan pada hari-hari ini adalah zikir mutlak, disunnahkan memperbanyak zikir di hari-hari tasyrik, sebagaimana firman Allah subḥānahu wa ta’ālā,
فَإِذَا قَضَيۡتُم مَّنَٰسِكَكُمۡ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَذِكۡرِكُمۡ ءَابَآءَكُمۡ أَوۡ أَشَدَّ ذِكۡراۗ…
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu.” (Q.S. al-Baqarah : 200)
Yakni dengan takbir, tahmid, dan pujian kepadanya.
Faedah Keenam Belas:
Sebagian salaf menyukai dan memandang baik bagi para jemaah haji untuk memperbanyak doa ini di hari-hari Tasyrik, dengan doa:
… رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حسَنةً وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حسَنةً وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” (Q.S. al-Baqarah : 201)(12)
Faedah Ketujuh Belas:
Doa tersebut merupakan doa yang mengumpulkan segala macam kebaikan di dunia dan akhirat, dan Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam senantiasa memperbanyak doa itu, sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata,
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Doa yang paling banyak yang dipanjatkan oleh Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah -artinya- ‘Wahai Rabb kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka’.”
Anas bin Malik raḍiyallāhu ‘anhu ketika hendak berdoa hanya dengan satu doa, ia senantiasa membaca doa tersebut. Adapun ketika ia hendak membaca doa-doa yang lain, ia selalu menyertakan juga doa tersebut.(13)
Faedah Kedelapan Belas:
Di antara zikir yang disunahkan pada hari-hari tasyrik adalah zikir dengan membaca basmalah dan takbir ketika menyembelih hewan kurban. Waktu penyembelihan dimulai setelah salat Id hingga akhir hari tasyrik, dengan terbenamnya matahari di hari ketiga dari hari tasyrik. Dengan demikian, hari penyembelihan terdiri dari empat hari, hari Id dan tiga hari setelahnya.
Faedah Kesembilan Belas:
Di antara zikir yang disunahkan pada hari-hari tasyrik adalah zikir ketika makan dan minum, dengan mengucapkan basmalah ketika hendak makan, dan hamdalah setelahnya, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alḥamdulillāh) sesudah makan dan minum.”(14)
Faedah Kedua Puluh:
Di antara bentuk kalimat pujian doa setelah makan dan minum adalah:
- الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا
“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, yang baik dan yang mengandung keberkahan di dalamnya, bukan pujian yang tidak dianggap dan tidak dibutuhkan oleh Tuhan kami.”(15)
- الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ
“Segala puji bagi Allah yang telah memberiku minum ini, dan merezekikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku.”(16)
- الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَ وَسَقَى وَسَوَّغَهُ وَجَعَلَ لَهُ مَخْرَجًا
“Segala puji bagi Allah Yang telah memberi makan dan minum, memudahkan saat menelan dan menjadikan baginya tempat keluar.”(17)
Faedah Kedua Puluh Satu:
Di antara zikir yang disunahkan pada hari-hari ini yang dikhususkan kepada para jamaah haji yaitu zikir dengan takbir ketika melempar jamrah di hari-hari tasyrik.
Diriwayatkan dalam hadis,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya dijadikannya tawaf di Ka’bah, antara Shafa dan Marwah serta melempar jamrah adalah untuk menegakkan zikir kepada Allah.”(18)
Faedah Kedua Puluh Dua:
Hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan, minum dan zikir kepada Allâh subḥānahu wa ta’ālā, sehingga berkumpul bagi kaum muslimin di dalamnya terdapat dua nikmat; kenikmatan pada badan mereka dengan makan dan minum dan kenikmatan pada hati mereka dengan zikir dan syukur. Dengan itu semua, semakin sempurna kenikmatan. Setiap kali mereka memperbaharui syukur atas satu nikmat, maka bersyukurnya mereka itu adalah nikmat yang lain lagi, sehingga hal itu butuh kepada syukur yang lain lagi, syukur tidak akan pernah berakhir selamanya.(19)
Faedah Kedua Puluh Tiga:
Merupakan bentuk kesempurnaan rasa syukur terhadap nikmat adalah dengan menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya. Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ
“Hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan, minum dan zikir kepada Allah.”(20)
Di dalamnya ada isyarat bahwa makan di hari-hari Id dan minum adalah wasilah yang membantu untuk mengingat Allah dan untuk ketaatan kepada-Nya, denganyalah sempurna suatu nikmat ketika digunakan dalam ketaatan, dan Allâh subḥānahu wa ta’ālā telah memerintahkan di dalam kitab-Nya untuk memakan makanan yang baik dan bersyukur kepada-Nya. Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِلَّهِ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya kepada-Nya menyembah.” (Q.S. al-Baqarah: 172)
Oleh karena itu, siapa saja yang menggunakan nikmat Allâh subḥānahu wa ta’ālā untuk bermaksiat, dia telah kufur terhadap nikmat-Nya dan menggantinya dengan kekufuran, serta hal itu lebih pantas baginya untuk dicabut nikmat tersebut.(21)
Semoga Allâh subḥānahu wa ta’ālā memberikan taufik-Nya kepada kita untuk memanfaatkan musim-musim kebaikan dan menolong kita untuk mengingat-Nya, bersyukur dan menyembah-Nya dengan sebaik-baik peribadatan. Walḥamdulillāhi rabbil ‘ālamīn.
Footnote:
(1) Tulisan ini disadur dan diterjemahkan dari situs resmi Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullah: https://almunajjid.com/books/lessons/125 dan juga telah dicetak dalam format e-sebuah buku oleh Zad Group.
(2) Al-Nihāyah Fī Gārib al-Hadīts oleh Ibnu al-Atsir (2/464), kitab al-Majmū’ karya Imam al-Nawawi (6/442), Lisān al-Arab (10/176), dan al-Miṣbah al-Munīr (1/310).
(3) Tafsīr al-Ṭabarī (3/549).
(4) H.R. Abu Dawud (1765) dan dinyatakan sahih oleh al-Albani.
(5) H.R. Muslim (1141).
(6) H.R. Abu Dawud (2419), dan Tirmidzi (773) serta dinyatakan sahih oleh Albani.
(7) H.R. Imam Ahmad (16081) dan dinyatakan sahih oleh Albani dalam Ṣaḥīḥ al-Jamī‘ (no. 7355)
(8) H.R. al-Bukhari (no. 1998).
(9) Fatḥu al-Bārī karya Ibnu Rajab (6/124).
(10) Tafsīr Ibnu al-Katsīr (1/560).
(11) Majmū‘ al-Fatāwā (24/229).
(12) Laṭā’if al-Ma’ārif (hal 290) dan al-Dur al-Mantsūr (1/560).
(13) H.R. Bukhari (no. 6389) dan Muslim (no. 2690).
(14) H.R. Muslim (no. 2734).
(15) H.R. Bukhari (no. 5458).
(16) H.R. al-Tirmidzi (no. 3458), Ibnu Majah (no. 3285) dan di-ḥasan-kan oleh al-Albani.
(17) H.R. Abu Daud (no. 3851) dan disahihkan oleh al-Albani.
(18) HR Abu Daud (no. 1888), diriwayatkan secara marfuk dan maukuf dan dinyatakan lemah oleh al-Albani.
(19) Laṭā’if al-Ma’ārif (hal. 291).
(20) H.R. Muslim (no. 1141).
(21) Laṭā’if al-Ma’ārif (hal 291), dengan tambahan.