38 FAEDAH TENTANG SEPULUH MALAM TERAKHIR RAMADAN DAN LAILATULQADAR

1221
TENTANG SEPULUH MALAM TERAKHIR RAMADAN DAN LAILATULQADAR
Perkiraan waktu baca: 16 menit

38 FAEDAH TENTANG SEPULUH MALAM TERAKHIR RAMADAN DAN LAILATULQADAR[1]

Daftar Isi:

Faedah Pertama

Allah Azza wajalla membagikan kemuliaan di antara makhluk-makhluknya dan mengangkat sebagian mereka dengan beberapa derajat. Allah azza wajalla memuliakan sejumlah hari dan bulan di atas yang lainnya. Allah azza wajalla menjadikan sepuluh hari pertama Zulhijah sebagai hari-hari termulia di dunia, menjadikan Hari Jumat sebagai hari paling mulia pada setiap pekan, memuliakan Bulan Ramadan di antara seluruh bulan, serta menjadikan sepuluh malam terakhir Ramadan sebagai malam-malam yang paling mulia, dan yang paling utama, dan Lailatulqadar yang lebih mulia dari seribu bulan.

Faedah Kedua

Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam senantiasa ber-mujahadah (bersungguh-sungguh) di sepuluh malam terakhir dengan mujahadah yang amat besar dalam rangka meraih Lailatulqadar dan keutamaannya. Ummu al-Mu’minīn ‘Āisyah raḍiyallahu ’anha berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ[2]

Artinya:
“Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam senantiasa bersungguh-sungguh di sepuluh akhir (Ramadan) dengan kesungguhan yang lebih dari (waktu-waktu) yang lain.”

Beliau raḍiyallahu ’anha juga berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وفي رواية لمسلم: وَجَدَّ وَشَدَّ المِئْزَرَ[3]

Artinya:
“Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam apabila telah masuk sepuluh hari terakhir, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” Dalam riwayat Muslim, “Beliau bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya.”

شَدَّ المِئْزَرَ artinya bersungguh-sungguh dan ber-mujahadah dalam ibadah dengan lebih dibanding kebiasaan beliau di luar sepuluh akhir Ramadan. Juga dikatakan bahwa itu adalah ungkapan bahwa beliau meninggalkan istri-istri beliau karena sibuk beribadah.

Faedah Ketiga

Sepuluh akhir Ramadan adalah momentum agung yang di dalamnya orang-orang saleh berlomba, para ahli ibadah ber-mujahadah, mereka mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan berbagai macam ketaatan dan ibadah, dan seorang muslim begitu loba untuk menutup Ramadannya dengan amal terbaik. Sebab,

إِنَّمَا الأًعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا[4]

Artinya:
“Hanya saja amal-amal itu berdasarkan penutupannya.”

Seekor kuda apabila telah mendekati akhir pacuan, ia mengerahkan kekuatan terbaiknya. Seorang muslim di hari-hari dan malam-malam ini tidaklah terlihat kecuali berdiri salat, membaca al-Qur’an, berzikir kepada Allah azza wajalla, berdoa kepada-Nya, bertaubat dan merendah kepada-Nya, dan ia tidak rida dikalahkan oleh siapapun menuju kepada-Nya. Abu ‘Uṡmān al-Nahdi raḥimahullāh berkata, “Mereka (para sahabat) mengagungkan sepuluh hari pada tiga hal: sepuluh akhir Ramadan, sepuluh awal Zulhijah, dan sepuluh awal Muharam.”[5]

Faedah Keempat

Keutamaan sepuluh akhir Ramadan mencakup malam dan siangnya, akan tetapi malam-malamnya lebih afdal karena ia mencakup Lailatulqadar.

Faedah Kelima

Iktikaf di sepuluh akhir Ramadan adalah sunah dan ibadah yang diamalkan oleh Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam dan para sahabat setelah beliau. Seorang muslim beritikaf di masjid yang di dalamnya dilaksanakan Salat Jumat dengan berniat menetap di dalamnya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah azza wajalla dengan ibadah, memutuskan diri dari dunia dan berbagai kesibukannya serta dari kehidupan luar dan berbagai hal yang melalaikan, dan ia menjadikan perhatiannya kepada Allah azza wajalla semata, menyibukkan diri dengan salat, tilawah al-Qur’an, dan zikir kepada Allah azza wajalla, serta menjauhi hal-hal yang haram serta perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat. Dengan demikian, itikafnya menjadi momen ber-khalwat (menyendiri) bersama Rab-nya, memperbaiki hati, menata keadaan, mengintrospeksi diri, menjaga waktu, menguatkan hubungannya dengan Rab-nya, memelihara puasanya, mendidik dirinya untuk ikhlas, mengurangi hal-hal mubah, dan bersikap zuhud terhadap dunia.

Faedah Keenam

Al-Qur’an adalah kalam, wahyu, dan risalah Allah azza wajalla kepada hamba-hamba-Nya, dengan al-Qur’an derajat mereka diangkat dan kebaikan mereka ditambah, sudah selayaknya memperbanyak membacanya di sepuluh akhir Ramadan yang penuh berkah. Hendaknya seorang muslim di waktu tersebut mengkhawatamkan al-Qur’an beberapa kali. Sebagian salaf mengkhatamkan al-Qur’an di bulan Ramadan setiap tiga atau tujuh hari, namun apabila telah masuk sepuluh hari terakhir, maka sebagian mereka mengkhatamkan al-Qur’an setiap malam.

Faedah Ketujuh

Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam,

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ لَمْ يَفْقَهْهُ[6]

Artinya:
“Siapa yang membaca al-Qur’an kurang dari tiga hari maka ia tidak akan memahaminya.”

Hadis ini dibawa kepada orang yang terus menerus melakukan hal tersebut. Adapun Di waktu-waktu yang memiliki keutamaan seperti Bulan Ramadan, khususnya sepuluh hari terakhirnya, atau di tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti Makkah bagi yang bukan penduduk Makkah, maka dianjurkan untuk memperbanyak di dalamnya tilawah al-Qur’an untuk memanfaatkan waktu dan tempat tersebut. Ini adalah pendapat Imam Aḥmad, Isḥāq, dan selain mereka, dan pengamalan ulama selain mereka juga menunjukkan hal tersebut.[7]

Faedah Kedelapan

الدُعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ

Artinya:
“Doa itulah ibadah.”

Doa adalah senjata seorang mukmin, hal yang paling mulia di sisi Allah azza wajalla, dan realisasi terhadap firman Allah azza wajalla,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ

Terjemahnya:
Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” (Q.S. Gāfir: 60)

Orang yang berpuasa hendaknya berdoa kepada Allah azza wajalla di hari-hari tersebut, merendah, khusyuk, menghinakan diri, serta memohon di hadapan Tuhannya, dengan mengangkat kedua tangan, menghadap kiblat, mensucikan lahir dan batin, menghadirkan hati, sedang makanannya halal, hajat benar, memburu waktu-waktu yang mulia, berdoa dengan doa-doa yang jāmi’ (bermakna luas), memelas kepada Tuhannya, meminta dengan rasa takut dan harapan, maka bagaimana akan tertolak doa orang semisal ini? Minta pulalah penerimaan dari Allah azza wajalla, dan hendaknya perhatian Anda terhadap diterimanya amal lebih besar dibanding dari perhatian terhadap amal itu sendiri agar Anda termasuk dalam firmannya,

وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ

Terjemahnya:
“Dan orang-orang yang melakukan (kebaikan) yang telah mereka kerjakan dengan hati penuh rasa takut.” (Q.S. al-Mu’minūn: 60)

Padahal mereka adalah

الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا تُقْبَلَ مِنْهُمْ  أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ[8]

Artinya:
“Orang-orang yang berpuasa, salat, bersedekah, dan mereka takut itu semua tidak diterima (oleh Allah) dari mereka. ‘Mereka itu bersegera dalam (melakukan) kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya (Q.S. al-Mu’minun: 60).’”

Faedah Kesembilan

Seorang muslim dalam siang dan malam sepuluh akhir Ramadan dianjurkan memperbanyak ketaatan dan ibadah yang dengannya ia mengharapkan ampunan dan pembebasan dari neraka, di antaranya memperbanyak tahlil (kalimat lā ilāha illallāh). Sebab, syahadat tauhid

تَهْدِمُ الذُّنُوبَ وَتَمْحُوهَا مَحوًا وَلَا تُبْقِي ذَنْبًا وَلَا يَسْبِقُهَا عَمَلٌ وَهِيَ تَعْدِلُ عِتْقَ الرِّقَابِ الَّذِي يُوْجِبُ العِتْقَ مِنَ النَّارِ وَمَنْ قَالَها مُخْلِصًا مِنْ قَلْبِهِ حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ[9]

Artinya:
“Menghancurkan dosa-dosa dan menghapuskan dengan sebenar-benarnya dan tidak menyisakan satu dosa pun, ia juga tidak dikalahkan oleh amal apapun. Ia juga setara dengan amal membebaskan budak yang mana balasannya (membebaskan budak) adalah pelakunya dibebaskan dari neraka. Siapa yang mengucapkannya dengan ikhlas dari hatinya, Allah azza wajalla akan mengharamkannya dari neraka.”

Faedah Kesepuluh

Balasan sesuai dengan jenis perbuatan. Siapa yang membebaskan seorang budak, Allah azza wajalla akan membebaskannya dari neraka.

أَيُّمَا رَجُلٍ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِمًا، اسْتَنْقَذَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ[10]

Artinya:
“Siapapun yang membebaskan seorang muslim maka Allah azza wajalla akan membebaskan anggota tubuhnya dari api neraka untuk setiap anggota tubuh yang ia merdekakan.”

Oleh karena itu, ada di antara salaf di akhir Ramadan yang memerdekakan budak wanita yang cantik lagi penuh perhiasan yang dengannya ia berharap dibebaskan dari neraka.[11]

Memperbanyak zikir dengan tahlil dan merealiasikan tauhid dengannya seorang muslim diganjar pahala membebaskan budak, sedang membebaskan budak balasannya adalah dibebaskan dari api neraka. Dalam hadis,

مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ، وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ، وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ، إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ[12]

Baca juga:  15 FAEDAH MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADAN

Artinya:
“Barang siapa yang membaca lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lah lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syain qadīr (Tidak ada ilah selain Allah azza wajalla semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) sebanyak seratus kali dalam sehari, maka baginya pahala seperti membebaskan sepuluh orang budak, ditetapkan baginya seratus hasanah (kebaikan) dijauhkan darinya seratus keburukan, dan baginya ada perlindungan dari setan pada hari itu hingga petang. Tidak ada orang yang lebih baik amalnya dari orang yang membaca zikir ini kecuali orang yang membacanya lebih banyak.”

Faedah Kesebelas

Siapa yang dekat dengan Masjidilharam dan bisa tawaf, hendaknya ia tawaf di Ka’bah sebab amalan tersebut juga setara dengan memerdekakan budak.

مَنْ طَافَ بِهَذَا البَيْتِ أُسْبُوعًا فَأَحْصَاهُ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ[13]

Artinya:
“Siapa yang tawaf di rumah ini (Ka’bah) tujuh kali dan menyempurnakannya, itu seperti memerdekakan budak.”

أُسْبُوعًا artinya tujuh kali. أَحْصَاهُ artinya menyempurnakan serta memperhatikan syarat-syarat dan adab-adabnya.

Faedah Kedua Belas

Hendaknya seorang muslim memperbanyak doa agar dibebaskan dari neraka. Dalam hadis,

إِنّ للهِ عُتَقَاءَ فِي كُلِّ يَومٍ وَلَيلَةٍ، لِكُلِّ عَبْدٍ مِنْهُمْ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ[14]

Artinya:
“Sesungguhnya Allah azza wajalla memiliki hamba-hamba yang dibebaskan (dari neraka) setiap hari dan malam (dalam Ramadan), setiap hamba di antara mereka memiliki doa yang mustajab.

Faedah Ketiga Belas

Seorang muslim dianjurkan menutup Ramadannya dengan memperbanyak istigfar di sepuluh hari terakhir ini. Hal tersebut termasuk doa memohon ampunan sedangkan doa orang yang berpuasa mustajab ketika mereka berpuasa dan juga saat berbuka.

Istigfar adalah penutup terhadap amal-amal saleh, dengannya salat diakhiri, juga haji, salat malam, dan majelis. Demikian pula Ramadan, selayaknya seorang muslim menutup puasanya dengan istigfar serta zakat fitrah sebab zakat fitrah membersihkan puasa dari kesia-siaan dan rafa (kata-kata kotor) dan istigfar dapat menambal apa yang juga dirusak oleh kesia-siaan dan rafa (selama berpuasa).[15]

Faedah Keempat Belas

Istigfar yang paling bermanfaat adalah yang disusul dengan tobat dengan meninggalkan maksiat, menyesalinya, bertekad untuk tidak kembali, dan mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya jika dosa tersebut berkaitan dengan orang lain.

Faedah Kelima Belas

Perhatian untuk memperbaiki lahir dan batin di hari-hari akhir Ramadan adalah sesuatu yang dituntut. Amalan hati adalah pondasi seluruh kebaikan. Oleh karena itu, hendaknya ia menghadapkan dirinya kepada Allah azza wajalla dengan penuh keikhlasan dan kembali kepada-Nya, merendahkan dan menghinakan diri di hadapan-Nya, dengan sepenuh cinta dan ketundukan. Ia memuji Allah azza wajalla dan bersyukur kepada-Nya, serta memohon ampun atas keburukan amalnya, berlindung, meminta tolong, bertawakal, dan kembali kepada kepada-Nya. Ia takut dan berharap kepada Allah azza wajalla, sedang rasa takut dan harapan bagi seorang hamba laksana dua sayap bagi seekor burung. Ia memperkuat rasa takutnya saat ia sehat dan membesarkan harapannya di penghujung kehidupannya.

يَحْذَرُ الْاٰخِرَةَ وَيَرْجُوْا رَحْمَةَ رَبِّهِ

Terjemahnya:
“Takut pada (azab) akhirat, dan mengharapkan rahmat Tuhannya.” (Q.S. al-Zumār: 9)

Ia mengharapkan rahmat dan surga-Nya dan harapannya disertai dengan amal saleh yang diridai oleh Rab-nya, dengannya ia mengarapkan pahala.

Faedah Keenam Belas

Lailatulqadar adalah malam penuh berkah, malam yang paling mulia dalam satu tahun secara mutlak. Ia lebih afdal dari seribu bulan, di dalamnya al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan dari Lauḥ Maḥfūż ke Bait al-‘Izzah di langit dunia. Siapa yang memperoleh keutamaan malam tersebut, maka ia telah memperoleh seluruh kebaikan. Siapa yang mendirikan ibadah di dalamnya dengan iman dan pengharapan pahala akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau. Siapa yang terhalangi darinya, maka ia benar-benar telah terhalangi dari kebaikan. Allah azza wajalla berfirman,

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ۝ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ ۝ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ۝ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ ۝ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ۝﴾

Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar. Tahukah kamu apakah Lailatulqadar itu? Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar. (Q.S. al-Qadr: 1-5)

Allah azza wajalla berfirman tentang al-Qur’an,

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ

Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan. (Q.S. al-Dukhan: 3)

Dalam hadis,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ[16]

إيماناً artinya membenarkan bahwa ibadah di dalamnya adalah kebenaran dan ketaatan dan bahwa Allah-lah yang telah mensyariatkannya dan mendorong untuk melaksanakannya. إحتساباً artinya mengharapkan pahala dari Allah azza wajalla sehingga ia mendirikannya sebagai sebuah kesempurnaan dengan mengharapkan pahalanya dan dengan hati yang lapang, tidak merasa berat dengannya, dan melaksanakannya dengan keikhlasan untuk Allah azza wajalla semata.

Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam bersabda,

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، … فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ[17]

Artinya:
“Telah datang kepada kalian Bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah … di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang terhalangi dari kebaikannya, maka ia benar-benar telah terhalangi (dari kebaikan).”

Faedah Ketujuh Belas

Syaikh al-Islām Ibn Taimiyyah raḥimahullāh pernah ditanya tentang Lailatulqadar dan malam Isra Nabi ṣallallāhu‘alaihi wasallam, mana yang lebih mulia. Beliau menjawab, “Malam Isra lebih afdal bagi Nabi ṣallallāhu‘alaihi wasallam sedangkan Lailatulqadar lebih afdal bagi umat. Bagian Nabi ṣallallāhu‘alaihi wasallam yang beliau peroleh khusus pada malam Mikraj lebih sempurna dari bagian beliau pada Lailatulqadar, sedang bagian umat ini pada Lailatulqadar lebih sempurna dari bagian mereka pada malam Mikraj. Meskipun di dalamnya (malam Mikraj) mereka juga mendapatkan bagian yang amat besar, akan tetapi keutamaan, kemuliaan, dan ketinggian hanya didapatkan oleh orang yang diperjalankan di malam tersebut (yaitu Nabi ṣallallāhu‘alaihi wasallam).”[18]

Faedah Kedelapan Belas

Lailatulqadar dinamakan demikian lantaran keagungan, kemuliaan, dan kedudukannya di sisi Allah. Ia adalah malam yang memiliki kemuliaan disebabkan turunnya al-Qur’an di dalamnya, atau karena turunnya para malaikat, atau karena turunnya berkah, rahmat, dan ampunan, atau karena yang menghidupkannya dengan ibadah akan menjadi orang yang memiliki kemuliaan.

Ada pula yang menyebutkan ia dinamakan Lailatulqadar sebab Allah azza wajalla menetapkan kadar (يُقَدِّر) berbagai perkara pada malam tersebut hingga tahun berikutnya. Adapula yang menyebutkan pendapat lain.[19]

Faedah Kesembilan Belas

Ibadah kepada Allah azza wajalla pada Lailatulqadar pahalanya sangat agung. Allah azza wajalla berfirman,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ

Terjemahnya:
“Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan.”

Maksudnya adalah bahwa amal saleh pada Lailatulqadar lebih baik dari amal selama seribu bulan yang tidak ada Lailatulqadar di dalamnya. Ibadah Lailatulqadar lebih mulai dari ibadah seribu bulan.[20]

Faedah Kedua Puluh

Lailatulqadar ada pada sepuluh malam terakhir Ramadan, berpindah-pindah di antara malam-malam tersebut, dan ia senantiasa ada setiap tahun hingga hari kiamat. Seorang muslim harus bersungguh-sungguh mencarinya di sepuluh malam terakhir Ramadan, memburu pahala dan meraih keutamaannya sebagaimana Nabi ṣallallāhu‘alaihi wasallam,

إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ القَدْرِ، وَإِنِّي نُسِّيتُهَا، فَالْتَمِسُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ[21]

Baca juga:  50 FAEDAH TERKAIT ZAKAT FITRAH

Artinya:
“Sungguh aku diperlihatkan (dalam mimpi) tentang Lailatulqadar namun aku dilupakan waktunya yang pasti. Carilah pada sepuluh malam terakhir, pada malam yang ganjil!”

Faedah Kedua Puluh Satu

Lailatulqadar ada pada sepuluh malam terakhir Ramadan, pada malam ganjil, berpindah-pindah di antara malam-malam tersebut, dan ia tidak berada pada malam tertentu yang sama di setiap tahun. Bisa jadi di suatu waktu ada di malam ke-27, di tahun yang lain pada malam ke-21, di tahun yang lain pada malam ke-23, atau selainnya. Hal ini sebagaimana dalam hadis

فَالْتَمِسُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ فِي ْوِتْرٍ[22]

Artinya:
“Maka carilah pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil!”

Faedah Kedua Puluh Dua

Dianjurkan bersungguh-sungguh mencari Lailatulqadar pada tujuh malam terakhir sebab itu yang lebih diharapkan dibanding yang lainnya. Dalam hadis,

«أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنَ العَشْرِ الأَوَاخِرِ» وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ «الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ، فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي»[23]

Artinya:
“Aku memandang bahwa mimpi kalian tentang Lailatulqadar tepat terjadi pada tujuh malam terakhir, maka siapa yang hendak mencarinya, carilah pada tujuh malam terakhir!” dalam sebuah riwayat Muslim, “Carilah ia pada sepuluh terakhir. Jika salah seorang dari kalian tidak sempat atau tidak mampu, maka jangan sampai terlewatkan tujuh malam terakhir!”

Tujuh malam terakhir dimulai dari malam ke-23 atau ke-24, khilaf antara ulama.[24]

Faedah Kedua Puluh Tiga

Malam ganjil yang paling diharapkan di dalamnya Lailatulqadar adalah malam ke-27 Ramadan. Ini adalah mazhab mayoritas sahabat dan ulama, di antaranya Ibn ‘Abbās raḍiyallahu ’anhuma. Ubai bin Ka’ab raḍiyallahu’anhu dahulu bersumpah atas hal tersebut dengan berkata,

وَاللهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، إِنَّهَا لَفِي رَمَضَانَ، يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِي، وَوَاللهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ، هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا، هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ[25]

Artinya:
“Demi Allah azza wajalla yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya malam itu terdapat dalam bulan Ramadan. Dan demi Allah azza wajalla, sesungguhnya aku tahu malam apakah itu. Lailatulqadar itu adalah malam di mana Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menegakkan salat di dalamnya, malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke-27.”

Dalam riwayat sahih dari Ibn ‘Abbās raḍiyallahu ’anhuma,

أَنَّ رَجُلاً أتَى النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال: يا نبيَّ الله، إنىَ شَيخٌ كَبِيرٌ عَلِيلٌ، يَشُقُّ عليَّ القيامُ، فأمُرْني بِلَيْلَةٍ لَعَلَّ اللهَ يُوَفِّقُنِي فِيهَا لَيلَةَ القَدْرِ؟ قَالَ: عَلَيكَ بِالسَّابِعَة[26]

Artinya:
“Seseorang datang kepada Nabi ṣallallāhu‘alaihi wasallam lalu berkata, ‘Wahai Nabi Allah azza wajalla, saya adalah orang yang sudah tua renta yang sakit-sakitan, sulit bagiku untuk berdiri, maka perintahkan kepadaku dengan satu malam semoga Allah azza wajalla menetapkanku bertemu dengan malam Lailatulqadar.’ Beliau bersabda, ‘(Beribadahlah) pada malam ketujuh (di antara sepuluh malam terakhir).”

Dalam hadis sahih yang lain,

مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا لَيلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ[27]

Artinya:
“Siapa yang mencarinya, carilah ia pada malam ke-27!”

Ada banyak hadis marfuk yang diriwayatkan berkenaan dengan penyebutnya secara spesifik. Akan tetapi, terjadinya Lailatulqadar pada malam ke-27 adalah perkara yang galib (umumnya demikian), namun tidak menerus seperti itu. Yang sahih adalah Lailatulqadar berpindah-pindah antara sepuluh malam terakhir Ramadan.

Faedah Kedua Puluh Empat

Tidak boleh merayakan malam ke-27 bahwa itu adalah Lailatulqadar atau mengkhususkan malam tersebut dengan umrah dengan meyakini bahwa dengannya diperoleh fadilah khusus. Lailatulqadar tidak dipastikan bahwa ia di malam ke-27. Seandainya pun dipastikan demikian, tetap saja tidak boleh dikhususkan dengan perayaan atau umrah.

Faedah Kedua Puluh Lima

Lailatulqadar meskipun ia memiliki keutamaan khusus, akan tetapi tidak diperintahkan untuk melaksanakan umrah di dalamnya, melainkan dengan ibadah salat berdasarkan sabda Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ[28]

Artinya:
“Barangsiapa yang menegakkan Lailatulqadar karena iman kepada Allah azza wajalla dan mengharapkan pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

Faedah Kedua Puluh Enam

Dalam sejumlah hadis terhadap perintah untuk mencari Lailatulqadar berdasarkan hari yang tersisa dari Bulan Ramadan, bukan berdasarkan yang telah lewat. Hal ini sebagaimana dalam hadis Ibn ‘Abbās raḍiyallahu ’anhuma secara marfuk,

التَمِسُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ القَدْرِ، فِي تَاسِعَةٍ تَبْقَى، فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى، فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى[29]

Artinya:
“Carilah Lailatulqadar pada sepuluh malam yang akhir dari Ramadlan, pada sisa malam kesembilan, pada yang ketujuh, pada yang kelima!”

Dalam riwayat Abu Sa’īd raḍiyallahu ’anhu,

الْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ

Artinya:
“Carilah Lailatulqadar pada malam kesembilan, ketujuh, dan kelima (di antara sepuluh malam terakhir)!”

Abu Sa’īd raḍiyallahu ’anhu sendiri menjelaskan hadis tersebut dengan berkata,

إِذَا مَضَتْ وَاحِدَةٌ وَعِشْرُونَ، فَالَّتِي تَلِيهَا ثِنْتَيْنِ وَعِشْرِينَ وَهِيَ التَّاسِعَةُ، فَإِذَا مَضَتْ ثَلَاثٌ وَعِشْرُونَ، فَالَّتِي تَلِيهَا السَّابِعَةُ، فَإِذَا مَضَى خَمْسٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِي تَلِيهَا الْخَامِسَةُ

Artinya:
“Jika telah berlalu malam ke-21, maka yang selanjutnya adalah ke-22, itulah (yang dimaksud) malam kesembilan. Jika berlalu malam ke-23, maka berikutnya adalah malam ketujuh. Jika berlalu malam ke-25, maka berikutnya adalah malam kelima.”

Syaikh al-Islām Ibn Taimiyyah raimahullāh berkata, “Jika malam ganjil dihitung berdasarkan (hari) yang telah berlalu, maka yang dimaksud (kemungkinan Lailatulqadar) adalah malam ke-21, ke-23, ke-25, ke-27, dan ke-29. Jika berdasarkan (hari) yang tersisa, maka jika Bulan Ramadan terdiri dari 30 hari, maka malam-malam yang dimaksud (malam kesembilan, ketujuh, kelima dalam hadis Abu Sa’īd) jatuh pada malam-malam genap. Malam ke-22 menjadi malam kesembilan yang tersisa, malam ke-24 menjadi malam ketujuh yang tersisa. Jika Bulan Ramadan terdiri dari 29 hari, maka penanggalan berdasarkan hari yang tersisa sama dengan penanggalan berdasarkan hari yang telah berlalu. Jika demikian halnya, selayaknya seorang mukmin mencari Lailatulqadar di sepuluh malam terakhir seluruhnya, dan lebih meningkatkan lagi pada tujuh malam terakhir.”[30] Sebab, tidak dapat diketahui secara persis apakah Bulan Ramadan sempurna 30 hari atau kurang yakni 29 hari saja karena penentunya adalah rukyat hilal (Syawal).

Faedah Kedua Puluh Tujuh

Allah azza wajalla menyamarkan Lailatulqadar dari umat ini agar kaum muslimin bersungguh-sungguh mencarinya di sepuluh malam terakhir Ramadan dan berlomba-lomba dalam amal saleh dan ketaatan dalam rangka meraihnya. Hal ini sebagaimana Allah azza wajalla menyamarkan nama-Nya yang paling agung dan keridaan-Nya di dalam amal-amal agar mereka mengupayakan semuanya. Dia juga murka terhadap kemaksiatan-kemaksiatan agar mereka menghindari semuanya.  Menyamarkan hari kiamat agar mereka bersungguh-sungguh dalam ketaatan karena takut kepadanya.[31]

Faedah Kedua Puluh Delapan

Saat Lailatulqadar dianjurkan memperbanyak doa yang diriwayatkan dari Nabi ṣallallāhu‘alaihi wasallam,

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Artinya:
“Ya Allah azza wajalla, sesungguhnya Engkau maha pemberi ampunan dan maha pemurah, Engkau senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku.”

عَنْ أُمِّ المؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي[32]

Artinya:
“Dari Ummu al-Mu’minīn ‘Āisyah raḍiyallahu ’anha ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui malam apakah Lailatulqadar, maka apakah yang aku ucapkan padanya?’ Beliau mengatakan, ‘Ucapkan, ‘Ya Allah azza wajalla, sesungguhnya Engkau maha pemberi ampunan dan maha pemurah, Engkau senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku.’”

Faedah Kedua Puluh Sembilan

Meminta pengampunan dari Allah azza wajalla setelah bersungguh-sungguh beribadah di Lailatulqadar di sepuluh malam terakhir menunjukkan perendahan diri yang sempurna di hadapan Allah azza wajalla. Seorang hamba yang beribadah tidak memandang amal salehnya, maka ia pun kembali kepada permohonan ampun seakan ia seorang pendosa dan lalai. Hal ini sebagaimana kata Yaḥya bin Mu’āz raḥimahullāh, “Bukanlah orang yang arif orang yang cita-citanya bukan ampunan dari Allah.” Muṭarrif raḥimahullāh berkata, “Ya Allah azza wajalla ridailah kami, jika Engkau tidak meridai kami, ampunilah kami.”[33]

Baca juga:  33 FAEDAH TERKAIT BULAN MUHARAM DAN HARI ASYURA (BAGIAN PERTAMA)

Faedah Ketiga Puluh

Seyogyanya seorang muslim bersungguh-sungguh di sepuluh malam terakhir Ramadan demi meraih keutamaan Lailatulqadar dan berusaha memperlihatkan kebaikan kepada Allah azza wajalla dengan salat malam, membaca al-Qur’an, istigfar di waktu sahur, zikir kepada Allah azza wajalla, menyeru-Nya, merendah, beribadah, dan kembali kepada-Nya, mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, serta memperbanyak doa,

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Artinya:
“Ya Allah azza wajalla, sesungguhnya Engkau maha pemberi ampunan dan maha pemurah, Engkau senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku.”

Faedah Ketiga Puluh Satu

Di antara tanda Lailatulqadar adalah matahari terbit pada pagi harinya putih tanpa sinar. Ubai bin Ka’ab raḍiyallahu ’anhu mengatakan bahwa beliau mengetahui hal tersebut “dengan tanda-tanda yang Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam kabarkan kepada kami  bahwa matahari terbit pada hari tersebut tanpa sinar.”[34]

Faedah Ketiga Puluh Dua

Di antara tanda Lailatulqadar yang lain adalah ia merupakan malam yang pertengahan, tidak panas tidak pula dingin, dan terang. Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ، لَا حَارَّةٌ، وَلَا بَارِدَةٌ تُصْبِحُ الشَّمْسُ يَوْمَهَا حَمْرَاءَ ضَعِيفَةً[35]

Artinya:
“Malam yang tenang serta tidak panas dan tidak dingin. Matahari terbit pada hari itu merah dengan sinar yang lemah.”

Dalam hadis lain,

وَهِيَ لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ

Artinya:
“Ia adalah malam yang tenang lagi cerah.”

طَلْقَةً artinya malam yang tenang, tidak ada hawa panas maupun hawa dingin yang menusuk. بَلْجَةٌ artinya cerah.

Faedah Ketiga Puluh Tiga

Di antara tanda-tanda yang tidak benar adalah bahwa anjing-anjing tidak menggonggong atau sedikit gonggongan anjing atau hujan tidak turun. Semua ini tidak sahih dan tidak benar.

Faedah Ketiga Puluh Empat

Muslim yang cerdas berjuang di sepuluh malam terakhir bahkan sepanjang Ramadan, perhatiannya adalah meraih keridaan Allah azza wajalla di sepanjang umurnya.

Faedah Ketiga Puluh Lima

Yang terpenting dalam meraih Lailatulqadar adalah berkesungguh-sungguh dan mengharapan pahala, entah hamba menyadari atau tidak. Barang siapa yang salatnya yang didasari iman dan pengharapan pahala bertepatan dengan malamt tersebut, maka ia akan memperoleh pahala dan kemuliaannya meskipun ia tidak mengetahuinya. Tidak dipersyaratkan bagi orang yang mendapatkan Lailatulqadar bahwa ia tahu bahwa ia telah mendapatkannya. Boleh jadi orang yang tidak menyadari Lailatulqadar lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah azza wajalla dibanding yang menyadarinya disebabkan kualitas kesungguhan dan keikhlasannya dalam menaati Rab-nya.

Faedah Ketiga Puluh Enam

Siapa yang diberikan taufik memperoleh Lailatulqadar maka hendaknya malam-malam yang tersisa menjadi ungkapan syukur kepada Allah azza wajalla, bukan malah futur (lemah) dan berhenti dari beribadah kepada-Nya.

Faedah Ketiga Puluh Tujuh

Wanita yang tengah haid atau nifas untuk menghidupkan sepuluh malam terakhir dengan berbagai ibadah dan ketaatan kecuali salat, tawaf di Ka’bah, dan itikaf di masjid. Hendaknya ia membaca al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, berzikir kepada Allah azza wajalla, berdoa dan merendah kepada-Nya, serta tidak menjauhkan dirinya dari pahala dan kebaikan Lailatulqadar. Jika uzur syar’i menghalanginya mendirikan sejumlah ibadah di malam-malam mulia ini padahal setiap tahun ia selalu beribadah dengan ibadah-ibadah tersebut maka ia mendapatkan pahala dengan niatnya insyaallah. Dalam hadis,

إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا[36]

Artinya:

“Jika seorang hamba sakit atau bersafar ditulis baginya (pahala) seperti ketika dia beramal sebagai mukim dan dalam keadaan sehat.”

Faedah Ketiga Puluh Delapan

Seorang muslim mengeluarkan zakat fitrah atas diri dan orang-orang yang ia tanggung satu atau dua hari sebelum hari raya. Jika ia menyerahkannya sebelum salat id maka lebih afdal. Ia akan menjadi penyuci baginya dari kesia-siaan dan kata-kata rafa, dan menjadi konsumsi bagi orang-orang miskin. Dalam hadis,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ[37]

Artinya:
“Rasulullah ṣallallāhu‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin.”

Bulan Ramadan tidak lama lagi pergi dan menjauh. Ia adalah saksi bagi kalian atau atas kalian sesuai dengan amal-amal perpisahan kalian dengannya. Siapa yang berpisah dengannya dengan amal seleh di bagian akhirnya, maka hendaknya ia memuji Allah azza wajalla atas hal tersebut dan berbahagia dengan pahala yang baik sebab Allah azza wajalla tidak menyia-nyiakan pahala orang yang beramal dengan sebaik-baiknya. Siapa yang berpisah dengannya dengan amal yang buruk, hendaknya ia bertaubat kepada Rab-nya dengan taubat naṣūḥa karena Allah azza wajalla mengampuni orang-orang yang bertaubat.[38]

Kami memohon kepada Allah azza wajalla untuk menyampaikan kita kepada Lailatulqadar dan menolong kita di dalamnya dalam melaksanakan ketaatan dan meraih pahalanya dan agar Dia menutup bagi kita Ramadan dengan ampunan dan rida-Nya serta pembebasan dari api neraka, serta menjadikan kita sebagai orang-orang yang menang lagi diterima amal-amalnya. Amin.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 

 

 


Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari E-book 38 Fāidah fi al-‘Asyr al-Awākhir wa Lailah al-Qadr karya Syekh Muḥammad Ṣāliḥ al-Munajjid ḥafiẓahullāh, diterbitkan oleh Zad Group.

[2] H.R. Muslim, no. 1175.

[3] H.R. al-Bukhāri, no. 2024 dan Muslim, no. 1174.

[4] H.R. al-Bukhāri, no. 6493 dan Muslim, no. 112.

[5] Laṭāif al-Ma’ārif karya Ibn Rajab, h. 35.

[6] H.R. Abu Dāwūd, no. 1390 dan Aḥmad, no. 6499, disahihkan oleh al-Albāni dalam al-Ṣaḥīḥah (601/5).

[7] Lihat: Laṭāif al-Ma’ārif, h. 171.

[8] H.R. al-Tirmiżi, no. 3175 dan Ibn Mājah, no. 4198, disahihkan oleh al-Albani dalam al-Ṣaḥīḥah, no. 162.

[9] Laṭāif al-Ma’ārif, h. 214, dengan ringkasan.

[10] H.R. al-Bukhāri, no. 2517 dan Muslim, no. 1509.

[11] Lihat: Laṭāif al-Ma’ārif, h. 213

[12] H.R. al-Bukhāri, no. 3293 dan Muslim, no. 2691.

[13] H.R. al-Tirmiżi, no. 959, disebutkan dalam Ṣaḥīḥ al-Jāmi’, no. 6380

[14] H.R. Aḥmad, no. 7450, disahihkan oleh al-Albāni dalam Ṣaḥīḥ al-Jāmi’, no. 2169.

[15] Laṭāif al-Ma’ārif h. 214.

[16] H.R. al-Bukhāri, no. 2014 dan Muslim, no. 760.

[17] H.R. Aḥmad, no. 7148 dan al-Nasāi, no. 2106, disahihkan oleh al-Albāni dalam Ṣaḥīḥ al-Jāmi’, no. 55.

[18] Majmū’ al-Fatāwa (25/286).

[19] Lihat: Tafsīr al-Bagawi (8/482), al-Qurṭūbi (20/130), dan Fatḥ al-Bāri karya Ibn Ḥajar (4/255).

[20] Lihat: Tafsīr al-Ṭabari (24/546), al-Bagawi (8/491), dan Ibn Kaṣīr (8/443).

[21] H.R. al-Bukhāri, no. 2036 dan Muslim, no. 1167.

[22] H.R. al-Bukhāri, no. 2036 dan Muslim, no. 1167.

[23] H.R. al-Bukhāri, no. 2015 dan Muslim, no. 1165.

[24] Lihat: Laṭāif al-Ma’ārif, h. 195.

[25] H.R. Muslim, no. 762.

[26] H.R. Aḥmad, no. 2149, sanadnya menurut syarat al-Bukhāri sebagaimana penuturan al-Ḥāfiẓ Ibn Rajab dalam Laṭāif al-Ma’ārif, h. 199.

[27] H.R. Aḥmad, no. 4808, disahihkan oleh para pentahkik al-Musnad.

[28] H.R. al-Bukhāri, no. 2014 dan Muslim, no. 760.

[29] H.R. al-Bukhāri, no. 2021.

[30] Majmū’ al-Fatāwa (25/284) dengan ringkasan.

[31] Tafsīr al-Bagawi (8/490).

[32] H.R. al-Tirmiżi, no. 3513 dan Ibn Mājah, no. 3850, disahihkan oleh al-Albāni.

[33] Lihat: Laṭāif al-Ma’ārif, h. 206.

[34] H.R. Muslim, no. 762.

[35] H.R. Ibn Khuzaimah,  no. 2192, disahihkan oleh al-Albāni

[36] H.R. al-Bukhāri, no. 2996.

[37] H.R. Abu Dāwūd, no. 1609 dan Ibn Mājah, no. 1827, dihasankan oleh al-Albani.

[38] Majālis Syahr Ramaḍān karya Ibn ‘Uṡaimīn, h. 224 dengan sedikit perubahan.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments