وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: أَعْتَمَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ، وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ، ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى، فَقَالَ: إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي. وَفِي رِوَايَةٍ: لَوْلَا أَنْ يَشُقَّ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya:
Dari ‘Ā’isyah raḍiyallāhu anhā, dia berkata, “Rasulullah ﷺ suatu ketika pernah mengakhirkan salat Isya hingga malam begitu larut, orang-orang di masjid pun sampai tertidur, kemudian beliau keluar dan melaksanakan salat lalu bersabda, ‘Sesungguhnya ini adalah waktunya seandainya aku tidak memberatkan umatku’.” Dalam riwayat lain, “Seandainya aku tidak memberatkan.” Hadis riwayat Muslim.[1]
Daftar Isi:
Kosa kata Hadis:
- أَعْتَمَ artinya masuk pada waktu al-‘atamah (العَتَمَةِ), yaitu malam yang gelap gulita dan cukup larut. Maksud ungkapan tersebut adalah mengakhirkan salat Isya hingga mega merah sudah benar-benar tidak ada lagi bahkan sudah masuk waktu malam yang gelap gulita.
Makna Hadis:
Suatu ketika Nabi Muhammad r terlambat melaksanakan salat Isya hingga malam telah begitu larut. Sebagian kaum perempuan dan anak-anak telah tertidur karena mereka tidak sanggup menunggu dalam waktu yang begitu lama. Saat Nabi ﷺ keluar untuk mengimami salat para sahabatnya, beliau menegaskan bahwa mengakhirkan salat Isya adalah suatu keutamaan seandainya tidak menyulitkan orang-orang dalam menunggunya.
Faedah dan Istinbat dari Hadis:
- Ulama berbeda pendapat; apakah salat Isya lebih utama taqdīm (dilakukan di awal waktu) atau ta`khīr (diakhirkan).
Pendapat pertama, mengatakan afdal di-taqdīm, dengan alasan bahwa hal tersebut adalah kebiasaan Nabi ﷺ dan jarang sekali beliau mengakhirkan kecuali pada waktu tertentu untuk menjelaskan bahwa hal itu boleh atau karena uzur.
Pendapat kedua, mengatakan afdal diakhirkan, dalil pendapat jumhur ulama ini di antaranya adalah hadis ‘Ā’isyah raḍiyallāhu anhā yang telah disebutkan.[2]
- Boleh mengakhirkan salat Isya jika diketahui dengan pasti bahwa orang-orang yang ikut salat tersebut mampu dan kuat untuk menunggu, agar mendapat pahala menunggu salat dan pahala salat, karena seseorang yang menunggu pelaksanaan salat adalah seolah dia sedang salat.[3]
Ibnu al-Baṭṭāl raḥimahullāh mengatakan, “Amalan ini tidak sesuai untuk dipraktikkan oleh para imam (kita) hari ini, karena Rasulullah ﷺ ketika memerintahkan meringankan salat, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya di antara mereka (makmum) ada yang lemah, sakit, dan ada hajat (yang harus ditunaikan)’.” Karenanya, tidak menjadikan makmum menunggu salat lebih lama adalah lebih pantas untuk diterapkan.”[4]
- Beberapa riwayat menyebutkan penyebab ditundanya salat hingga larut malam adalah karena kesibukan Nabi ﷺ yang sedang mempersiapkan ekspedisi pasukan perang.[5]
- Imam al-Nawawī raḥimahullāh menjelaskan bahwa meskipun Nabi ﷺ mengakhirkan salat Isya hingga malam namun hal ini tidak bermakna telah keluar dari waktu ikhtiyār, yaitu pertengahan malam atau sepertiga malam.
Footnote:
[1] H.R. Muslim (638).
[2] ‘Abdullāh bin Ṣaliḥ al-Bassām. Taisīr ‘Allām Syarḥ ‘Umdatil Aḥkām. Jilid 1, hlm. 93.
[3] H.R. al-Bukhārī (647).
[4] Ibnu Baṭṭāl. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 192.
[5] Ibid.