RIJAL HADIS DAN MADRASAH MEREKA

647
RIJAL HADIS DAN MADRASAH MEREKA
RIJAL HADIS DAN MADRASAH MEREKA
Perkiraan waktu baca: 6 menit

Daftar Isi:

PENGERTIAN ISNAD DAN URGENSINYA

Sanad adalah pengabaran (penyampaian) dengan melalui matan sedangkan isnad maknanya adalah mengangkat hadis (ucapan) sampai kepada orang yang mengucapkannya. Para muhadditsin (ahli hadis) juga menggunakan istilah sanad dan isnad untuk hal yang sama, yakni silsilah (rangkaian) rijal (periwayat hadis) yang menyampaikan ke matan. Adapun matan adalah apa yang sampai padanya ujung sanad berupa ucapan.

Isnad merupakan suatu kekhususan yang utama bagi umat ini di mana ia tidak ada pada umat-umat terdahulu. Oleh karena itulah hilang atau berubahlahlah kitab-kitab samawi yang ada pada mereka sebagaimana telah hilang hadis-hadis (ucapan dan berita) tentang nabi-nabi mereka dan posisinya digantikan oleh kebohongan dan kedustaan.

Isnad memiliki kedudukan yang agung dalam Islam, karena asalnya adalah umat menerima agama ini dari sahabat, mereka menerimanya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan beliau menerimanya dari Rab-nya baik dengan perantara ataupun tidak. Diriwayatkan dengan jalan yang sahih dari Abdullah bin Abbas radhiyallohu anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ

Artinya: “Kalian mendengar lalu didengar dari kamu dan didengar dari yang mendengar dari kamu.” (H.R. Abu Daud dan Ahmad, keduanya dengan sanad yang sahih)

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Mubarak bahwasanya beliau berkata:

الْإِسْنَادُ مِنْ الدِّينِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

Isnad itu bagian dari dinul Islam, kalaulah bukan isnad maka orang akan mengatakan sekehendaknya.

Beliau (Muslim) juga meriwayatkan juga dengan isnadnya dari Ibnu Sirin ucapannya:

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agama kamu.

Imam Muslim meriwayatkan dengan isnadnya dari Imam Abdullah bin al-Mubarak bahwa dia berkata:

بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْقَوَائِمُ يَعْنِي الْإِسْنَادَ

Antara kita dengan kaum-kaum itu (yang berdusta atas nama hadis) adalah isnad

Ibnu Hibban meriwayatkan dari Imam Sufyan Al-Tsauri ucapannya,

الإِسْنَادُ سِلَاحُ المُؤْمِنِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ السلَاح فَبِأَي شَيءٍ يُقَاتِلُ

Isnad itu adalah senjata seorang mukmin, maka kalau dia tidak punya senjata dengan apa dia berperan.

MUNCULNYA ILMU RIJAL

a.  Mulainya Penggunaan Isnad

Penggunaan isnad sebenarnya telah ada di masa sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yaitu bermula dari sikap taharri (kehati-hatian) mereka terhadap berita yang datang kepada mereka sebagaimana diriwayatkan dari Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallahu anhu dalam kisah nenek yang datang meminta bagian warisan, kemudian kisah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu dalam peristiwa istidzan (minta izinnya) Abu Musa, juga kisah tatsabbut (klarifikasi) Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu di mana beliau meminta bersumpah bagi orang yang menyampaikan padanya hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Hanya saja makin banyaknya pertanyaan terhadap isnad dan makin intensnya orang meneliti dan memeriksa isnad mulai terjadi setelah terjadinya fitnah Abdullah bin Saba dan pengikut-pengikutnya yaitu di akhir-akhir kekhalifaan Usman bin Affan radhiyallahu anhu, dan penggunaan sanad terus berlangsung dan bertambah seiring dengan menyebarnya para Ashabul-ahwaa (pengikut hawa nafsu) di tengah-tengah kaum muslimin, juga banyaknya fitnah yang mengusung kebohongan sehingga orang-orang tidak mau menerima hadis tanpa isnad supaya mereka mengetahui rawi-rawi hadis tersebut dan mengenali keadaan mereka.

Baca juga:  BAIT KE-13: HADIS MU’AN’AN DAN MUBHAM

Imam Muslim meriwayatkan dengan isnadnya dari Muhammad bin Sirin bahwasanya beliau berkata,

لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ

Dahulu orang-orang tidak pernah menanyakan isnad, akan tetapi setelah terjadi fitnah maka dilihat hadis Ahli Sunah lalu diterima dan dilihat hadisnya ahli bidah lalu tidak diterima (ditolak).

Ali bin al-Madini mengatakan bahwa Muhammad bin Sirin adalah orang yang selalu melihat hadis dan memeriksa isnadnya, kami tidak mengetahui seorang pun yang lebih dahulu darinya.

b.  Munculnya Ilmu Rijal

Kemunculan ilmu rijal merupakan buah dari berkembang dan menyebarnya penggunaan isnad serta banyaknya pertanyaan tentangnya. Ketika zaman terus berjalan, maka makin banyak dan panjang jumlah rawi dalam sanad. Oleh karena itu, perlu dijelaskan keadaan rawi tersebut dan memisah-misahkannya, apalagi dengan munculnya bidah-bidah dan hawa nafsu serta banyaknya pelaku dan pengusungnya. Oleh karena itu, tumbuhlah ilmu rijal yang merupakan suatu keistimewaan umat ini di hadapan umat-umat lainnya.

Akan tetapi kitab-kitab tentang ilmu rijal barulah muncul setelah pertengahan abad kedua dan karya tulis ulama yang pertama dalam hal ini adalah Kitab al-Tarikh yang ditulis oleh al-Laits bin Saad (wafat 175 H) dan kitab Tarikh yang disusun oleh Imam Abdullah bin Mubarak (wafat 181 H). Imam al-Dzahabi menyebutkan bahwa al-Walid bin Muslim (wafat 195 H) juga memiliki sebuah kitab Tarikh al-Rijal, lalu secara berturut-turut muncul karya-karya tulis dalam ilmu ini di mana sebelum masa kodifikasi ini pembahasan tentang rawi hadis dan penjelasan hal ihwal mereka hanya bersifat musyafahah (lisan), ditransfer sedemikian rupa oleh para ulama dari masa ke masa.

CABANG-CABANG ILMU RIJAL

Para penyusun kitab-kitab dalam ilmu rijal pada masa-masa awal menempuh beberapa metode sehingga hal ini melahirkan percabangan dalam ilmu rijal alhadis, antara lain:

  1. Kitab-kitab tentang Thabaqat al-Rijal melahirkan ilmu thabaqaat (tingkatan-tingkatan rijal) yang mencakup empat thabaqat (sahabat, tabiin, atba’ al-tabiin, dan taba al-atba).
  2. Kitab-kitab Marifah AlShahabah melahirkan ilmu tentang marifah alshahabah (pengenalan tentang sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam).
  3. Kitab-kitab aljarh wa al-tadil melahirkan ilmu tentang aljarh wa al-ta

Ketiga jenis kitab rijal ini pertama kali muncul di sekitar penghujung abad kedua hijriah dan pertengahan abad ketiga hijriah, setelah itu menjadi banyak dan meluas.

  1. Kitab-kitab Tawarikh alMudun (sejarah kota-kota/negeri-negeri) yang memuat biografi para ruwat (rijal al-hadis) pada suatu negeri/kota tertentu. Ilmu ini mulai muncul pada paruh kedua dari abad ketiga hijriah.
  2. Kitab-kitab Marifah al-Asma wa Tamyizuha (pengenalan terhadap nama-nama rawi dan cara membedakannya). Ilmu ini muncul agak belakangan dari yang lainnya, yaitu setelah jumlah periwayat hadis semakin banyak, dan nama kuniyah dan nasab mereka banyak yang serupa sehingga dibutuhkan pembedaannya.
  3. Kitab-kitab biografi rijal al-hadis yang terdapat pada suatu kitab hadis atau beberapa kitab hadis tertentu. Kitab-kitab ini muncul belakangan dan mulai meluas setelah abad kelima hijriah
Baca juga:  SᾹLIM BIN ABDILLĀH BIN ‘UMAR (W. 106 H)

SEKILAS TENTANG ILMU THABAQAT

Thabaqat dalam istilah muhadditsin adalah suatu kaum yang berdekatan dalam umur dan isnad, atau dalam isnadnya saja, yang mana syuyukh (guru) dari seseorang adalah syuyukh juga bagi yang lain atau mendekati syuyukhnya yang lain.

Asal mula pembagian rawi berdasarkan thabaqat adalah dari tuntunan Islam sendiri, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imran bin Hushain radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik umatku yang ada di zamanku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka….” Kata Imran radhiyallahu anhu, “Saya tidak tahu apakah beliau menyebut sesudah masanya dua masa atau tiga.” (H.R. Bukhari)

Ilmu ini telah muncul dan berkembang di tangan para ulama hadis sejak abad kedua hijriah. Ilmu ini tidak terbatas pada pembagian ruwat atas thabaqat berdasarkan perjumpaan mereka terhadap syuyukh, tapi juga berkembang di kalangan muhadditsin kepada pembagian mereka berdasarkan makna dan iktibar yang lainnya seperti fadhl (keistimewaan) dan sabiqah (senioritas) sebagaimana dalam hal sahabat, atau hal (keadaan) dan manzilah (kedudukan) seperti yang disebutkan oleh Abbas al-Dauraqi (wafat 271 H), ada thabaqat fuqaha, thabaqat ruwat, thabaqat mufassirin dan seterusnya.

Penyusunan kitab-kitab yang berkaitan dengan ilmu ini terus berlanjut dan berkembang hingga akhir abad kesembilan hijriah. Bahkan, muncul sistem pembagian thabaqat dalam bidang keilmuan yang lain misalnya thabaqaat alqurra, thabaqat alfuqaha, thabaqat al-shufiyah, thabaqaat al-syuara dan sebagainya.

Imam al-Sakhawi mengatakan, “Faedah ilmu thabaqaat ini adalah keamanan dari bercampurnya almutasyabihin (para rijal hadis yang memiliki kesamaan) seperti yang sama namanya atau kuniyah-nya atau yang lain. Kita juga dapat menelaah terjadinya tadlis secara jelas dan menyingkap hakikat ananah untuk mengetahui hadis yang mursal atau munqathi (terputus) dan membedakannya dari yang musnad….”

THABAQAT RUWAT (RIJAL AL-ISNAD)

Ada empat thabaqat yang pokok bagi ruwat/rijal (para rawi) hadis, yaitu:

Thabaqah Pertama: Sahabat

Thabaqah Kedua: Tabiin

Thabaqah Ketiga: Atba al-Tabiin

Thabaqah Keempat: Taba al-Atba’

MADARIS AL-‘ILM ALULA (MADRASAH-MADRASAH ILMU YANG PERTAMA KALI MUNCUL)

a.  Para Imam yang pada Mereka Beredar Riwayat-riwayat di Kota-kota Pusat Ilmu

Menurut Imam Ali bin Abdullah al-Madini (wafat tahun 234 H) bahwa isnad itu beredar pada 6 orang:

Baca juga:  BAIT KEDELAPAN DAN KESEMBILAN: HADIS MUSNAD DAN MUTTAṢIL

Untuk Penduduk Madinah: (1) Ibn Syihab yaitu Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab Al-Zuhri, kuniyah-nya adalah Abu Bakar (wafat 124 H);

Untuk Penduduk Mekkah: (2) Amru bin Dinar, kuniyah-nya Abu Muhammad (wafat 124 H);

Untuk Penduduk Bashrah: (3) Qatadah bin Diamah al-Sadusi, kuniyah-nya Abu al-Khaththab (wafat 117 H) dan (4) Yahya ibn Abi Katsir, kuniyahnya Abu Nashr (wafat 132 H);

Untuk Penduduk Kufah: (5) Amru bin Abdillah Al-Sabi’i, kuniyah-nya Abu Ishaq (wafat 129 H) dan (6) Sulaiman bin Mihran al-A’masy, kuniyah-nya Abu Muhammad (wafat 148 H).

Ilmu mereka berenam kemudian turun kepada tokoh-tokoh berikut ini:

Untuk Penduduk Madinah: (1) Malik bin Anas bin Abi Amir al-Ashbahi (wafat 179 H) beliau telah mendengar dari Ibn Syihab al-Zuhri dan (2) Muhammad bin Ishaq bin Yasar, kuniyah-nya Abu Bakar (wafat 152 H) beliau telah mendengar dari Ibn Syihab Al-Zuhri dan al-A’masy;

Untuk Penduduk Mekkah: (3) Abdul Malik bin Abdil Aziz bin Juraij, Abul Walid (wafat 151 H) dan (4) Sufyan bin Uyainah bin Maimun al-Hilali, kuniyah beliau Abu Muhammad (wafat 198 H), beliau bertemu Ibn Syihab, Amru bin Dinar, Abu Ishaq dan al-A’masy;

Untuk Penduduk Bashrah: (5) Said bin Abi Arubah, kuniyah-nya Abu al-Nadhr (wafat 158/159 H) dan (6) Hammad bin Salamah, kuniyah-nya Abu Salamah (wafat 168 H); dan (7) Abu ‘Awanah al-Wadhdhah (wafat 175 H); dan (8) Syu’bah bin Hajjaj, kuniyahnya Abu Bistham (wafat 160 H); dan (9) Ma’mar ibn Rasyid;

Untuk Penduduk Kufah: (10) Sufyan bin Said al-Tsauri, kuniyah-nya Abu Abdillah (wafat 161 H);

Untuk Penduduk Syam: (11) Abdurrahman bin Amr bin Al-Auza’I, kuniyahnya Abu Amr (wafat 151 H);

Untuk penduduk Wasith: (12) Hasyim bin Basyir, kuniyah-nya Abu Muawiyah (wafat 183 H);

Kemudian ilmu kedua belas orang tersebut sampai kepada 6 orang:

  1. Yahya bin Said Al-Qaththan, kuniyah-nya Abu Said (wafat 198 H);
  2. Yahya bin Zakariyya bin Abi Zaidah, kuniyah-nya Abu Said (wafat 182 H);
  3. Waki bin al-Jarrah, kuniyah-nya Abu Sufyan (wafat 199 H);
  4. Abdullah bin Al-Mubarak al-Hanzhali, kuniyah-nya Abu Abdirrahman (wafat 181 H);
  5. Abdurrahman bin Mahdi al-Asadi, kuniyah-nya Abu Said (wafat 198 H);
  6. Yahya bin Adam, kuniyah-nya Abu Zakaria (wafat 203 H).

b.  Madrasah-Madrasah Awal

  1. Madrasah Madinah Nabawiyyah
  2. Madrasah Makkah
  3. Madrasah Kufah
  4. Madrasah Bashrah
  5. Madrasah Syam
  6. Madrasah Mesir
  7. Madrasah Khurasan

Referensi:

  1. Ilmu ar-Rijaal; Nasyatuhu wa Tathawwuruh, Prof. Dr. Muhammad bin Mathar al-Zahrani;
  2. Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, Dr. Mahmud al-Thahhan;
  3. Muqaddimah Tahqiq Syarah Shahih Muslim li al-Nawawi, pada pasal AlIsnad min al-Din oleh Syaikh Khalil Ma’mun Syiha.
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments