KEWAJIBAN MANDI JANABAH JIKA DUA KHITAN TELAH BERSENTUHAN

248
KEWAJIBAN MANDI JANABAH JIKA DUA KHITAN TELAH BERSENTUHAN
Perkiraan waktu baca: 1 menit

وَعَن أبي هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْه قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الغَسْلُ)). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. زَادَ مُسْلِمٌ: ((وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ))

Dari Abu Hurairah raḍiyallahu’anhu dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jika seorang laki-laki (suami) telah berada di antara empat anggota tubuh (paha) istrinya, kemudian dia bersungguh-sungguh maka wajib baginya mandi janabah.’” Muttafaq ‘alaihi. Tambahan dalam lafal Muslim, “Meskipun tidak mengeluarkan (mani).” [1]

Daftar Isi:

Kosakata hadis:

  1. Lafal “telah berada di antara empat anggota tubuh” adalah kiasan untuk jimak.
  2. (ثُمَّ جَهَدَهَا) artinya secara etimologi atau bahasa adalah “kemudian dia bersungguh-sungguh” adalah kiasan telah terjadi penetrasi.[2]

Makna hadis:

Nabi ﷺ bersabda dengan perkataan yang maknanya bahwa jika seorang laki-laki telah berada pada posisi empat anggota tubuh istrinya, yaitu kedua tangan dan kedua kaki, kemudian dia telah memasukkan kemaluannya ke dalam farji istri, wajib atas keduanya mandi janabah meskipun tidak ada mani yang keluar. Karena penetrasi yang dilakukan adalah salah satu hal yang mewajibkan seseorang mandi janabah.

Faedah dan istinbat dari hadis:

  1. Wajib mandi janabah karena penetrasi kemaluan laki-laki ke dalam farji perempuan, meskipun tidak mengeluarkan mani.

Ini adalah mazhab jumhur umat Islam, pendapat ini diselisihi oleh Daud dari Mazhab Zahiriyah.[3]

  1. Hadis ini menasakh hadis sebelumnya dari sahabat Abu Said al-Khudri raḍiyallahu’anhu tentang, “Sesungguhnya air (mandi janabah) disebabkan karena air (mani yang keluar).”

Karena hadis tersebut memberikan pemahaman bahwa selama air mani tidak keluar maka tidak wajib mandi janabah.[4]

  1. Hadis menjadi contoh dalam bab nasakh dan mansukh, dan secara khusus sebagai contoh nasakh sunnah dengan sunnah.[5]
  2. Anjuran menggunakan kata dan kalimat kinayah (kiasan) untuk mengungkapkan sesuatu yang tabu atau malu diucapkan secara eksplisit. Selama kiasan tersebut dipahami dan mewakili maksud dengan tepat.
Baca juga:  LARANGAN BERBICARA KETIKA SEDANG BUANG HAJAT

 

 


Footnote:

[1] H.R. Al-Bukhāri (291) dan Muslim (348).

[2] ‘Abdullāh bin Ṣāliḥ Al-Bassām. Op. Cit. hlm. 68.

[3] Ibn Daqīq al-‘Īd. Ihkam al-Aḥkām Syarḥ Umdah al-Aḥkām. Jilid 1, hlm. 143.

[4] ‘Abdullāh bin Ṣāliḥ al-Bassām. Op. Cit. hlm. 69.

[5] Al-Nawawi. Al-Minhāj. Jilid 4, hlm. 37.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments