Tidak ada muslim yang sangsi akan kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua kabar yang beliau sampaikan kepada umat adalah wahyu yang berasal dari Allah. Semua hadis-hadis yang terkonfirmasi telah valid sampai kepada beliau adalah kebenaran yang patut diyakini oleh setiap muslim. Allah berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى ` إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
Artinya: “… dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4)
Tak terkecuali permasalahan yang satu ini. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menyampaikan tentang proses pembentukan janin sejak 14 abad silam. Mari simak hadis di bawah ini!
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ وَهُوَ الصَّادِقُ المَصْدُوْقُ: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمَاً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ المَلَكُ فَيَنفُخُ فِيْهِ الرٌّوْحَ، وَيَؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَالله الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلاذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَايَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. رواه البخاري ومسلم.
Artinya:
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu. Beliau berkata, “Rasulullah menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur lagi dibenarkan, ‘Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya empat puluh hari dalam bentuk sperma. Kemudian menjadi segumpal darah selama itu pula. Lalu menjadi segumpal daging selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya malaikat lantas ia meniupkan ruh pada (segumpal daging itu). Kemudian malaikat itu diperintahkan untuk mencatat empat perkara: lalu ditulislah rezekinya, ajalnya, amalnya, sengsara atau bahagia. Demi (zat) yang tiada berhak disembah selain Dia, sungguh salah seorang dari kalian beramal dengan amalan penduduk surga hingga batas antara dirinya dengan surga hanya sejengkal, namun takdir telah mendahuluinya, ia pun melakukan amalan penduduk neraka hingga ia masuk ke dalam neraka. Dan salah seorang dari kalian beramal dengan amalan penduduk neraka hingga batas antara dirinya dengan neraka hanya sejengkal, namun takdir telah mendahuluinya, ia pun melakukan amalan penduduk surga hingga ia masuk ke dalam surga.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu menyebutkan di awal hadis, “Rasulullah menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur lagi dibenarkan…” Sebenarnya, tanpa menyebutkan lafaz ini pun kita akan membenarkan kabar yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu. Namun beliau menyebutkan hal ini untuk sebuah tujuan yaitu penegasan kebenaran kabar yang beliau riwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ini karena hadis ini berisi pengabaran tentang perkara gaib yang tidak diketahui oleh manusia, terlebih di zaman dahulu ketika ilmu kedokteran tidak semaju saat ini.
Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari hadis di atas. Dalam hadis ini terdapat penjelasan bahwa umur hamba telah ditetapkan saat ia berada di dalam perut ibunya. Namun terdapat hadis yang konteksnya menjelaskan bahwa umur hamba bisa bertambah. Dalam hadis Anas bin Malik, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa ingin dilapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi.”[1]
Para ulama berusaha menggabungkan hadis ini dengan hadis sebelumnya dengan berbagai macam cara. Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dipanjangkannya umur dalam hadis Anas bin Malik ialah ditambahkan keberkahan di dalam umur seseorang. Hingga orang tersebut begitu produktif dalam hidupnya hingga mengalahkan produktiftas kebanyakan orang. Sebagian yang lain mengatakan bahwa dipanjangkan umurnya adalah dengan diharumkan namanya dan peninggalannya setelah kematiannya. Sebagian yang lain mengatakan bahwa maksud dari “dipanjangkan umurnya” adalah pertambahan umur dalam catatan malaikat.
Senada dengan ajal, rezeki dan kebahagiaan pun telah dituliskan semenjak seorang hamba berada di dalam perut ibunya. Kebahagiaan seorang hamba di dunia pun tergantung dari amalannya. Itu pun telah ditulis dan ditakdirkan. Orang yang bahagia akan mengamalkan amalan orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, sedang orang yang sengsara akan mengamalkan amalan orang-orang sengsara di dunia dan akhirat. Kewajiban seorang hamba adalah berusaha mengamalkan amalan-amalan yang akan mengantarkannya pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pada akhir hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyinggung tentang penghujung hidup seorang hamba. Nabi bersumpah dalam hadis ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi zat yang tiada yang berhak disembah selain Dia.” Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya.”[2] Sumpah ini disebutkan untuk menekankan betapa berbahaya hal yang akan beliau sampaikan berikutnya.
Nabi bersabda setelah itu, “Sungguh salah seorang dari kalian beramal dengan amalan penduduk surga hingga batas antara dirinya dengan surga hanya sejengkal, namun takdir telah mendahuluinya, ia pun melakukan amalan penduduk neraka hingga ia masuk ke dalam neraka.” Dapat disimpulkan bahwa penutup kehidupan seorang hamba menunjukkan ke mana arah kesudahannya di akhirat nanti. Inilah yang menjadikan seorang hamba senantiasa meminta dan memohon keistikamahan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hati hamba bukan miliknya, namun milik Allah. Allah subhanahu wa taala membolak-balikkannya sekehendak-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah subhanahu wa taala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.“[3] Ini pula yang menjadikan Rasulullah berdoa, “Wahai zat yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku pada agama-Mu.” Maka ada sahabat dan keluarganya yang bertanya, wahai Rasulullah, apakah Anda takut terhadap kami, padahal kami telah beriman pada Anda dan dengan apa yang Anda bawa. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hati itu di tangan Allah ‘Azza wa Jalla, dia membolak-balikkannya.”[4] Muadz bin Muadz [5] membaca firman Allah setelah meriwayatkan hadis serupa,
رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ
Artinya: “(Mereka berdoa) ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).’” (QS. Ali Imran: 8)
Dalam hadis lain, terdapat penjelasan tentang sebab utama terjerumusnya seorang hamba ke dalam neraka disebabkan amal kejelekan di penghujung usianya. Dari Sahl bin Saad, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya ada seseorang yang mengamalkan amalan penduduk surga berdasarkan yang nampak oleh manusia padahal dia adalah dari golongan penduduk neraka.”[6]
Ini menunjukkan bahwa ketidak sesuaian hati dengan kesalehan yang ditampakkan oleh seseorang menjadi penyebab su’ul khatimah. Allah akan menampakkan kepalsuan yang disembunyikan seseorang di akhir kehidupannya. Di sisi lain, dapat diambil pelajaran bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kejujuran hati seorang hamba yang beramal ikhlas karena Allah sepanjang hidupnya.
Semoga Allah memberikan kepada kita kejujuran hati ketika hidup di dunia sebagai hamba yang ditugaskan beribadah kepadaNya dan menjadi khalifah di bumi-Nya. Semoga Allah memberikan kepada kita husnul khatimah. Amin.
Footnote:
[1] HR. Bukhari 5527 dan Muslim 4639.
[2] HR. Ibnu Majah 73
[3] HR. Muslim 2654
[4] HR. Ahmad 13200
[5] Seorang perawi hadis yang tsiqah (terpercaya), kuniyah beliau Abu Mutsanna Al-Bashri, lahir tahun 119 H dan wafat tahun 196 H.
[6] HR. Bukhari 2898