40 HADIS PENGAGUNGAN AL-QUR’AN(1)
Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: اقْرَأِ الْقُرْآنَ فِي شَهْرٍ. قَالَ: إِنِّي أَجِدُ قُوَّةً. قَالَ: اقْرَأْ فِي عِشْرِينَ. قَالَ: إِنِّي أَجِدُ قُوَّةً. قَالَ: اقْرَأْ فِي خَمْسَ عَشْرَةَ. قَالَ: إِنِّي أَجِدُ قُوَّةً. قَالَ: اقْرَأْ فِي عَشْرٍ. قَالَ: إِنِّي أَجِدُ قُوَّةً. قَالَ: اقْرَأْ فِي سَبْعٍ، وَلَا تَزِيدَنَّ عَلَى ذَلِكَ
وعند البخاري قال: إني أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ، فَمَا زَالَ حَتَّى قَالَ: فِي ثَلَاثٍ
وعند أبي داود قال: لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَهُ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ
Artinya:
Dari Abdullāh bin ‘Amrū raḍiyallāhu ‘anhumā bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Bacalah Al-Qur’an (hingga khatam) dalam sebulan.” Abdullāh berkata, “Aku bisa (mengkhatamkan) lebih cepat dari itu (sebulan).” Beliau bersabda, “Kalau begitu, (khatamkan) selama dua puluh hari.” Abdullāh berkata, “Aku bisa (mengkhatamkan) lebih cepat dari itu.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, (khatamkan) selama lima belas hari.” Abdullāh berkata, “Aku bisa (mengkhatamkan) lebih dari itu.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, (khatamkan) selama sepuluh hari.” Abdullāh berkata, “Aku bisa (mengkhatamkan) lebih dari itu.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, (khatamkan) selama tujuh hari, jangan kamu kurangi dari itu.”
Dalam riwayat Bukhārī, Abdullāh berkata, “Aku sanggup lebih banyak dari itu,” seterusnya sampai sabdanya, “dalam tiga hari”.
Riwayat Abu Daud, sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan paham (apa yang dibacanya) orang yang mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari.”
TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, al- Saḥīḥ, kitab Faḍā’il al-Qur’ān, Bab “Berapa Hari Mengkhatamkan Al-Qur’an”, no. 1978 dan 5054, Imam Muslim meriwayatkan sebagiannya dalam kitabnya, al-Saḥīḥ, kitab al-Ṣiyām, Bab “Larangan Puasa Sepanjang Masa”, no. 1159, dan Imam Abu Daud dalam kitabnya, al-Sunan, kitab al-Ṣalāh, Bab “Berapa Hari Mengkhatamkan Al-Qur’an”, no. 1388 dan 1390.
BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:
Nama lengkap beliau adalah Abdullāh bin ‘Amrū bin al-’Āṣ bin Wā’il bin Hasyim bin Sua’id bin Sā’īd bin Sahm bin Amr bin Huṣaiṣ bin Ka’ab bin Luai bin Gālib al-Quraisy al-Sahmi. Nama ibunya adalah Raiṭah binti Munabbih bin al-Hajjāj al-Sahmiyyah. Kuniyah beliau adalah Abū Muḥammad atau juga Abū ‘Abdurraḥmān.
Abdullāh masuk Islam terlebih dahulu dibandingkan ayahnya, Amrū bin al-’Āṣ raḍiyallāhu ‘anhu. Beliau merupakan sahabat yang tangguh, tidak hanya dalam masalah jihad, melainkan juga dalam urusan ibadah. Ia merupakan sosok yang alim dan rajin beribadah. Kegemarannya dalam ibadah memang tidak bisa dipungkiri lagi, bahkan ia berusaha melakukan ibadah secara totalitas. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan rutin yang ia lakukan, yakni mendirikan salat malam dan berpuasa di siang hari.
Selain ibadah yang tekun, ia juga dikenal dengan sosok yang cerdas dan menguasai bahasa selain Bahasa Arab. Beliau juga sahabat yang sangat gemar menulis hadis. Muhammad bin Sa’ad mengutip riwayat yang menunjukkan bahwa Abdullāh bin ‘Amr bin al-’Āṣ memang tekun dalam menulis hadis, bahkan ia secara langsung meminta izin kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Abdullāh bin ‘Amr bin al-’Āṣ berkata, “Aku minta izin kepada Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk menulis apa yang aku dengar dari beliau, maka beliau mengizinkannya untuk menulis hal tersebut.” Sahifah dari Abdullāh ibn Amr dinamai al-Ṣadīqah. Imam al-Ẑahabī menukil riwayat dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu yang memuji kemampuan Abdullāh bin ‘Amrū dalam menulis. Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu berkata, “Tidak ada salah seorang sahabat Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang lebih banyak meriwayatkan hadis dibanding diriku kecuali Abdullāh bin ‘Amr, ia menulis hadis sedangkan aku tidak melakukannya.”
Para ulama berbeda pendapat mengenai tahun wafatnya Abdullāh bin ‘Amr bin al-’Āṣ. Imam Aḥmad mengatakan bahwa beliau wafat pada bulan Zulhijah tahun 63 H, ada juga ulama yang mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 65 H. Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa ia telah wafat pada tahun 68 H, raḍiyallāhu ‘anhu wa ‘an abīhi.(2)
KOSA KATA DAN SYARAH HADIS:
إِنِّي أَجِدُ قُوَّةً: “Aku kuat (mengkhatamkan) lebih cepat dari itu.” Kekuatan adalah lawan kata dari kelemahan, maksudnya adalah kesanggupan dan kemampuan.
أُطِيقُ : sanggup menanggung keletihan dalam membacanya.
لَا يَفْقَهُ: dia tidak memahaminya, kata al-fiqh berarti mengilmui dan memahami sesuatu.
FAEDAH DAN PELAJARAN HADIS:
- Kasih dan sayangnya Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam terhadap ummatnya.
- Di antara pengagungan kepada Al-Qur’an adalah selalu berinteraksi dengannya dan tidak pernah meninggalkannya.
- Kesempurnaan dalam mengagungkan Al-Qur’an dengan paham lafal dan maknanya.
- Di antara bentuk kesempurnaan dalam mengagungkan Al-Qur’an adalah dengan menamatkannya dalam sebulan.
- Ahli Al-Qur’an adalah yang memiliki cita-cita tinggi dan jiwa yang kuat.
- Hendaklah seorang pengajar Al-Qur’an bersifat santun dalam mengajarkannya dan bersikap lemah lembut.
- Ketika membaca Al-Qur’an, berusahalah merenungi dan memahami maknanya.
- Hendaknya setiap kita menargetkan mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu yang ditentukan sesuai keadaan masing-masing.
Footnote:
(1) Diterjemahkan dan disadur dari buku al-Arba’ūn Ḥadīṡan fī Ta’ẓīm al-Qur’ān al-Karīm, diterbitkan oleh al-Lajnah al-‘Ilmiyyah bi Masyrū’ Ta’ẓīm al-Qur’ān al-Karīm di Jeddah, Arab Saudi.
(2) Lihat: al-Ṭabaqāt al-Kubrā karya Ibnu Sa’ad (2/373), al-Istī’āb karya Ibn Abdilbarr (3/956), Usdu al-Gābah karya Ibn al-Aṡir (3/345), Siyār A’lām al-Nubalā’ karya al-Ẑahabī (3/79), dan al-Iṣābah karya Ibnu Hajar (4/ 165).