BAIT KE-10 DAN KE-11: HADIS MUSALSAL

579
BAIT KESEPULUH HADIS MUSALSAL
Perkiraan waktu baca: 2 menit

SYARAH MUDAH MATAN AL-BAIQŪNI[1]
Imam al-Baiqūni:

مُسَلْسَلٌ قُلْ مَا عَلَى وَصْفٍ أَتَى … مِثْلُ أَمَا وَاللهِ أَنْبَأَنِي الْفَتَى

كَذَاكَ قَدْ حَدَّثَنِيهِ قَائمَا … أَوْ بَعْدَ أَنْ حَدَّثَنِي تَبَسَّمَا

Artinya:
“Katakanlah, hadis musalsal adalah yang mengandung sifat tertentu seperti “Demi Allah seorang pemuda mengabarkan kepadaku.”

Begitu pula, “Sungguh dia mengabarkan kepadaku sambil berdiri” atau “Setelah mengabarkan kepadaku ia tersenyum.”

SYARAH

Definisi:

Musalsal[2] adalah hadis yang para rawinya dari awal hingga akhir seragam dalam mengucapkan sesuatu –seperti bersumpah demi Allah–, seragam dalam sikap –seperti menyampaikan hadis dalam keadaan berdiri–, atau melakukan perbuatan –seperti tersenyum setelah menyampaikan hadis–.

Hukum hadis musalsal adalah diterima apabila memenuhi syarat-syarat diterimanya hadis.

Ibn al-Ṣalāḥ berkata, “Hanya sedikit hadis musalsal yang terbebas dari kelemahan, yakni sifat tasalsul-nya (keseragaman para rawinya), bukan pada matan hadisnya.”[3]

Contoh:

Dari Mu’āż bin Jabal radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

يَا مُعَاذُ واللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ أُوصِيكَ يَا مُعاذُ لاَ تَدَعنَّ في دُبُرِ كُلِّ صلاةٍ تَقُولُ: اللَّهُم أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ، وحُسنِ عِبَادتِك[4]

Artinya:
“Wahai Mu’āż demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu. Aku mewasiatkan kepadamu, wahai Mu’āż, jangan sekali-kali di akhir setiap salatmu engkau meninggalkan membaca (yang artinya), ‘Ya Allah tolonglah aku dalam berzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu.’”

Syekh Ali Hasan al-Halabi berkata, “Syekh Abu al-Faiḍ al-Fādāni[5] berkata kepadaku[6], ‘Sesungguhnya saya mencintaimu.’ Kemudian beliau (Syekh Abu al-Faiḍ) berkata, ‘Para syekhku menyampaikan hadis ini kepadaku (yaitu) ‘Umar bin Ḥamdān, Muḥammad bin ‘Abd al-Bāqi al-Laknawi, dll. … Mereka semua berkata kepadaku, ‘Sesungguhnya saya mencintaimu, maka katakanlah …!’”.

Baca juga:  HADIS SAHIH

 

 


Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Al-Ta’liqāt al-Aariyyah ‘ala al-Manẓūmah al-Baiquniyyah” karya Syekh ‘Ali bin Ḥasan al-Ḥalabi al-Aṡari rahimahullāh.

[2] Lihat: ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (h. 38), al-Tadrīb (2/187), dan al-Risālah al-Mustaṭrafah (h. 61). Telah banyak tulisan yang disusun dengan pembahasan hadis-hadis musalsal.

[3] Lihat: ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (h. 249).

[4] Diriwayatkan oleh Aḥmad (5/247), al-Nasāi (3/35), Abu Dāwūd (1522), dan Ibn Khuzaimah (751) dengan sanad yang sahih.

[5] Beliau adalah Abu al-Faiḍ Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fādāni, lahir dan besar serta wafat di Makkah, namun menisbatkan diri pada al-Fādāni yang mengisyaratkan bahwa asal beliau dari Indonesia dan tepatnya dari kota Padang, Sumatera Barat. Beliau lahir tahun 1335 H, bermazhab fikih Syafii dan salah seorang ulama Ahlusunah yang menonjol dengan spesialisasi Ilmu Hadis dan lebih khusus lagi terkait dengan sanad. Beliau dikenal dengan Musnid al-‘Ashr dan Musnid al-Dunya (ulama yang banyak memiliki dan memberikan ijazah sanad hadis di zaman ini bahkan di seluruh dunia). Syekh Abu al-Faid wafat malam Jumat, 28 Zulhijah 1410 H, jenazahnya disalatkan setelah salat Jumat dan dimakamkan di pekuburan al-Ma’lāh Makkah al-Mukarramah, rahimahullah. Lihat: Tatimmah al-A’lām karya Muhammad Khair Ramadhan Yusuf (2/155-158) dan Itmām al-A’lām karya Nizar Abāzhah dan Muhammad Riyadh al-Mālih (hal. 275-276).

[6] Hal ini beliau sampaikan ketika Syekh Ali Hasan berziarah ke rumah Syekh Abu al-Faiḍ al-Fādāni di Makkah pada tanggal 18 Jumadilawal 1406 H, Syekh al-Fādāni telah menyampaikan beberapa riwayat musalsal kepada Syekh Ali Hasan dan juga memberikan beberapa ijazah periwayatannya, rahimahumallah.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments