SYARAH KITAB ‘UMDAH AL-AHKĀM[1]
HADIS ISTINJA DENGAN AIR
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ -رضي الله عنه-؛ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدْخُلُ الْخَلَاءَ، فَأَحْمِلُ أَنَا، وَغُلَامٌ نَحْوِي، إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ، وعَنَزَةً، فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ
العَنَزَةُ: الحَرْبَةُ الصَّغِيْرَةُ
Artinya:
Dari Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Dahulu Rasulullah ﷺ masuk ke tempat buang hajat, lalu aku pun bersama dengan seorang anak seumurku membawa seember air dan ‘anazah, lalu beliau pun beristinja dengan air.”
Al-‘anazah ialah tombak kecil.
Daftar Isi:
Takhrij Hadis:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Wuḍū’, Bab “Istinja Menggunakan Air”, no. 150, dan Imam Muslim dalam kitabnya, al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Ṭahārah, Bab “Istinja dengan Air Setelah Buang Air”, no. 270.
Syarah dan Faedah yang Terkandung dalam Hadis Ini
- Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu menghikayatkan bahwa dahulu beliau dan seorang anak lain melayani Nabi ﷺ dengan cara membawakan air kepada Nabi ﷺ untuk istinja bila beliau buang hajat.
- Bolehnya mencukupkan dengan istinja (cebok) tanpa menggunakan batu dan lain sebagainya, namun menggabungkan antara istinja dan istijmār dengan batu dan lain-lain adalah lebih afdal.
- Bila memilih salah satunya, istinja dengan air labih afdal karena air lebih mampu menyucikan[2]. Ibnu ‘Abdil Bar berkata, “Para ahli fikih dewasa ini bersepakat bahwa istinja dengan air adalah lebih bersih dan lebih baik, mereka pula sepakat bahwa batu adalah bentuk keringanan dan kelapangan (syariat) dan beristinja dengan batu boleh dalam keadaan safar maupun bermukim.”[3]
Footnote:
[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Mūjaz al-Kalām ‘ala ‘Umdah al-Aḥkām” karya Dr. Manṣūr bin Muhammad al-Ṣaq’ūb hafiẓahullāh.
[2] Al-Furū’ (1/137) dan Syarḥ Muntahā al-Irādāt (1/38).
[3] Lihat: al-Tamḥīd karya Ibnu ‘Abdil Bar (11/132).