SERIAL MENGENAL KITAB-KITAB HADIS(1)
SHAHĪH AL-BUKHĀRĪ
Daftar Isi:
Biografi Penulis
Beliau adalah Syekh al-Islam, imamnya para penghafal hadis dan amirulmukminin dalam bidang hadis. Nama lengkapnya Muhammad bin ‘Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah bin Bardizbah al-Ju’fī maulāhum. Kuniyah beliau adalah Abū Abdillāh bin Abi al-Hasan al-Bukhārī. Dinisbatkan sebagai imam al-Bukhari, karena merujuk kepada kampung halaman beliau di Bukhāra atau pada zaman sekarang ini lebih dikenal dengan negara Uzbekistan. Beliau lahir pada malam Jumat 13 Syawal 194 H, bapak beliau meninggal sejak beliau masih kecil sehingga beliau tumbuh di bawah bimbingan ibunya yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian imam Bukhari dari sisi ilmu dan kedudukan. Beliau mulai menuntut ilmu syariat ketika menginjak usia remaja, dan mulai mengumpulkan hadis Nabi sallallahu alaihi wasallam di saat umurnya baru menginjak 16 tahun, mengelilingi kota yang banyak untuk menuntut ilmu dan hadis. Beliau mendatangi banyak guru dan belajar dari mereka, di antaranya: Abdullah bin Yūsūf al-Tinnīsī, Abu al-Yamān al-Hakam bin Nāfi’, Abdullah bin Muhammad al-Musnidi, Abu Nu’aim al-Fadhl bin Dukain, Abu al-Walīd Hisyām bin Abdul Malik al-Thayālisi, Ishak bin Rahūyah, dan Imam Ali bin al-Madini yang merupakan satu di antara guru yang memiliki tempat khusus dan sangat berpengaruh terhadap jiwa imam Bukhari sampai beliau mengatakan, “Saya tidak melihat diriku lebih rendah di hadapan seseorang kecuali di hadapan Ali bin al-Madini”. Masih banyak lagi guru-gurunya yang lain dan tidak kalah hebatnya kedudukan mereka dari yang telah disebutkan.
Imam al-Bukhari memiliki karya tulis yang sangat banyak, di antara karya beliau adalah Shahih al-Bukhari, al-Tārikh al-Kabīr, al-Tārikh al-Shaghīr, Khalqu Af’āli al-‘Ibād, Raf’u al-Yadain fī al-Shalāh, kitab al-Dhu’afa’ al-Shagīr, dan al-Kunā.
Imam al-Bukhārī wafat pada tahun 256 H.(2)
Nama Kitab
Kitab ini sejak dahulu hingga sekarang dikenal oleh para ulama dan sering disebutkan oleh para ulama dari berbagai bidang ilmu yang ada dengan nama: Sahih al-Bukhārī, dan kadang kala disebutkan dengan nama: Al-Jāmi’ al-Shahīh. Adapun nama yang sebenarnya diberikan oleh penulisnya sendiri ada 2 versi:
- Al-Jāmi’ al-Musnad al-Shahīh al-Mukhashar min Umūri Rasūlillah shallallahu alaihi wasallam wa Sunanihi wa Ayyāmihī(3). Pendapat ini yang lebih tepat.
- Al-Jāmi’ al-Shahīh al-Musnad min Hadītsi Rasūlillah shallallahu alaihi wasallam wa Sunanihi wa Ayyāmihī(4).
Beliau menuliskan bukunya selama 16 tahun. Imam al-Bukhāri pernah mengatakan, “Saya menuliskan kitab Sahih ini selama 16 tahun, dan menjadikannya hujah antara diriku dan Allah azza wajalla.(5)
Latar Belakang Penulisan Sahih al-Bukhāri:
Ada beberapa sebab yang melatarbelakangi Imam al-Bukhari kenapa beliau menyusun kitabnya ini sebagaimana yang disebutkan oleh beberapa ulama, yaitu:
- Imam Al-Bukhāri mendapati orang-orang yang mengumpulkan dan menuliskan hadis sebelum beliau mengumpulkan hadis-hadis sahih, hasan, bahkan banyak pula yang memasukkan hadis-hadis daif sehingga hal tersebut membangkitkan keinginan beliau untuk mengumpulkan dan menuliskan buku yang hanya berisi hadis-hadis yang tidak diragukan kesahihannya.(6)
- Bertambah tekad beliau tatkala beliau mendengarkan syekhnya Ishāq bin Rahūyah dalam salah satu majelisnya di hadapan para muridnya, “Seandainya saja di antara kalian ada yang mengumpulkan dan menuliskan buku singkat tetang sunah-sunah Nabi salallahu alaihi wasallam yang sahih”. Imam al-Bukhāri berkata, “Perkataan tersebut langsung terbesit di hatiku, sehingga mulailah saya mengumpulkan dan menuliskan buku ini, yakni Sahih al-Bukhāri.(7)
- Ibnu Hajar mengatakan, “Diriwayatkan kepada kami dengan sanad yang kuat dari Muhammad bin Sulaimān bin Fāris menceritakan bahwa beliau mendengarkan imam al-Bukhāri mengisahkan, “Aku bermimpi melihat Nabi sallallahu alaihi wasallam dan berada di depannya serta di tanganku ada alat kipas untuk melindungi Nabi sallallahu alaihi wasallam, lalu kemudian saya menceritakan mimpiku kepada ahli takwil mimpi. Salah seorang di antara mereka mengatakan, ‘Engkau membela dan menjaga Nabi shallallahu alaihi wasallam dari hadis-hadis dusta’. Sehingga hal inilah yang mendorong saya menuliskan kitab al-Jāmi’ ini”.(8)
Manhaj Imam al-Bukhāri Dalam Kitabnya
- Beliau memulai kitabnya dengan basmalah.
- Beliau tidak menuliskan mukadimah untuk menjelaskan manhaj dan syaratnya dalam kitabnya.
- Beliau hanya mencantumkan hadis yang sahih.
- Mengumpulkan hadis-hadis yang mencakup 8 pembahasan pokok yakni: akidah, ahkam, adab, sirah, tafsir, fitnah, zuhud, dan manakib
- Beliau menuliskan juga bab-bab dalam bukunya dalam setiap bab terdiri beberapa hadis yang sesuai dengan judul bab.
- Menuliskan sanad setiap hadis sampai kepada nabi.
- Kadang pula disebutkan atsar–atsar bukan sebagai asal hadis atau pokok dalam bab melainkan sebagai mutāba’ah (jalur periwayatan lain) dan syawāhid (penguat).
- Jumlah kitab dalam bukunya ada 97 kitab dan di dalamnya ada 3931 bab.
- Memulai kitabnya dengan kitab Bad’u al-Wahyi (Permulaan Wahyu) dan ditutup dengan kitab al–Tauhīd.
- Sebagian besar dalam bab tersebut diisi dengan hadis yang sanadnya bersambung sampai kepada Nabi shallalahu alaihi wasallam, sebagiannya ada yang cuman satu hadis, bahkan ada pula bab yang dituliskan namun tidak ada hadis yang disebutkan di dalamnya. Hal demikian terjadi bukan karena tanpa alasan namun bisa jadi karena imam al-Bukhāri tidak mendapatkan hadis yang pas sesuai dengan syaratnya sehingga beliau meninggalkannya sampai beliau mendapatkan yang pas kedepannya, atau bisa jadi karena tidak menemukan hadis sahih di dalamnya.
- Dalam penulisan bab pada kitabnya di situlah bisa dibaca kefakihan imam al-Bukhāri dalam penyusunan kitabnya, sehingga banyak ulama mengatakan, “Fikih imam al-Bukhāri tampak di judul bab-babnya yang ditulis”.
Namun penulisan babnya itu terbagi dua; ada yang dituliskan secara jelas dan selaras dengan hadis yang disebutkan di dalamnya, dan inilah yang paling banyak dalam buku Sahih al-Bukhāri. Namun jenis yang kedua, ada juga bab yang dituliskan itu yang samar maksudnya di mana seorang pembaca kadang tidak mengetahui keselarasan antara penulisan judul bab dengan hadis yang dicantumkan kecuali setelah melihat dengan teliti serta berpikir keras dengan memahami maksudnya.
- Beliau kadang pula memotong dan meringkas matan hadis serta menuliskan hadis yang menjadi syāhid (sesuai dengan konteks) dalam bab, dengan tujuan meringkas kitabnya.
- Sangat sedikit beliau menuangkan hadis dalam sebuah bab dengan satu hadis dengan jalur sanad yang sama dan matan yang sama.
Syarat Imam al-Bukhāri Dalam Kitabnya
Dalam penulisan syarat, imam al-Bukhari tidak menyebutkan langsung dalam bukunya ataupun dalam mukadimah bahwa beliau mempersyaratkan untuk dalam bukunya ini dan itu sebagaimana yang dilakukan oleh imam yang lain namun hal ini bisa di dapatkan melalui bacaan dan hasil telaah pada kitabnya. Imam Abu al-Fadhl Muhammad bin Thāhir al-Maqdisi menyebutkan ada empat(9):
- Beliau mengeluarkan hadis dari periwayat yang disepakati ketsiqahannya dalam menukil hadis sampai sahabat Nabi salallahu alaihi wasallam.
- Mengeluarkan hadis yang tidak diperselisihkan oleh para ahlul tsiqah dan atsbat (para ulama terpercaya dan kuat hafalannya).
- Mengeluarkan hadis yang sanadnya bersambung kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tanpa ada yang terputus.
- Jika hadis yang ingin dikeluarkan dalam bukunya terdapat banyak jalur dari sahabat maka hal itu lebih utama. Namun jika yang meriwayatkannya cuman dari satu sahabat namun jalurnya benar dan sahih maka itu sudah cukup untuk beliau keluarkan dalam kitab
Al-Hāfizh Ibnu Hajar memberikan ringkasan dari perkataan al-Hāzimi tentang syarat imam al-Bukhāri dalam kitabnya bahwa syarat imam al-Bukhāri dalam kitabnya adalah bahwa hadis yang dikeluarkan imam al-Bukhāri dalam bukunya adalah dengan sanad yang bersambung, periwayatnya harus seorang muslim, jujur, bukan mudallis, tidak mukhtalith (berubah hafalannya), memiliki sifat ‘adalah (terpercaya), dhabith (kuat hafalannya), terjaga, sedikit kekeliruannya, pikiran yang selamat, dan akidah yang selamat. Ibnu Hajar juga menyebutkan bahwa perkataan al-Hāzimi di atas terkait dengan murid para perawi yang banyak meriwayatkan hadis seperti al-Zuhri, Nāfi’, al-A’masy, Qatādah dan lain-lain. Adapun yang sedikit riwayatnya maka beliau mengambil riwayat dari para perawi yang tsiqah, ‘adālah, dan sedikit kesalahannya…(10)
Di antara syarat imam al-Bukhāri juga meriwayatkan hadis adalah beliau mempersyaratkan mu’āsharah (perawi satu zaman dengan gurunya) dan memastikan bahwa perawi tersebut pernah berjumpa dengan gurunya jika dia meriwayatkan secara ‘an’anah.
Jumlah Hadis dalam Sahih al-Bukhāri
Jumlah hadis yang ditulis dan disebutkan oleh imam al-Bukhāri di kitabnya menurut Ibnu al-Shalāh dan imam al-Nawawi adalah 7275 hadis termasuk hadis yang berulang adapun jika tidak dengan berulang 4000 hadis. Adapun menurut Ibnu Hajar jumlah hadisnya itu 7397 hadis. Menurut perhitungan Fuad Abdul Bāqī jumlah hadis imam al-Bukhāri selain hadis muallaq dan mutaba’āt adalah 7593, hadis muallaq 1341, dan yang tersambung sanadnya sekitar 4000 hadis.
Periwayat Sahih al-Bukhāri
Para ahli hadis memberikan perhatian besar dalam mendengarkan dan menulis kitab Sahih al-Bukhāri sehingga banyak perawi yang meriwayatkannya. Di antaranya:
- Ibrahim bin Ma’qil an-Nasafi ( 295 H)
- Hammād bin Syākir an-Nasawi ( 310 H)
- Muhammad bin Yusuf al-Farabry ( 320 H) dan beliau mendengarkannya 2 kali dan merupakan riwayat paling masyhur yang meriwayatkan Sahih al-Bukhāri.
Imam al-Dzahabi mengatakan bahwa orang yang paling terakhir meriwayatkan Sahih al-Bukhārī adalah Manshūr bin Muhammad al-Bazdawi (w. 329 H) dan yang paling terakhir mengaku bahwa dia mendengarkan darinya adalah Abu Zhahīr Abdullah bin Fāris al-Balkhī di tahun 346 H(10). Namun hal ini diragukan kebenarannya oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalāni(11).
Naskah Kitab Sahih al-Bukhāri
Tidak bisa dipungkiri bahwa imam Bukhari menuliskan kitabnya dengan tulisan tangan sendiri, lalu kemudian beliau membacanya dan memperdengarkannya kepada murid-muridnya yang begitu banyak dan lalu kemudian murid-muridnya tersebut mencocokkan apa yang dia tulis dengan kitab yang dituliskan oleh imam al-Bukhari. Lalu kemudian berpidahlah setiap naskah tersebut dari murid ke murid hingga sangat banyak yang meriwayatkan buku Ini. Naskah periwayatan yang paling masyhur dalam meriwayatkan Sahih al Bukhari adalah melalui jalur muridnya yaitu imam al-Farabrī, bukan karena hanya beliau yang riwayatkan bahkan ada begitu banyak yang meriwayatkan namun semua ini merupakan pilihan dari Allah azza wajalla. Adapun imam al-Khathtābi (w. 388 H) sendiri dalam mensyarah Shahīh al-Bukhāri beliau bersandar pada riwayat Ibrahim an-Nasafi.
Di antara naskah yang paling masyhur yang sampai kepada kita pada zaman ini adalah naskah dari imam al-hafizh Abū Ali as-Shadafī yang beliau tulis dengan mencocokkan naskah tulisan tangan dari Muhammad bin Ali bin Mahmud yang dibaca kepada Abu Dzar. Naskah ini pernah dipinjam oleh al-‘allāmah al-Thāhir bin ‘Āsyūr dari maktabah Thabruq di Libia.
Begitupula naskah imam hafizh Syarifuddin Abu al-Husain Ali bin Ahmad al-Yunīnī al-Hambalī (w. 701H) yang beliau telah cocokkan dengan naskah asal yang telah diasistensi oleh al-hafizh Abū Dzar al-Harawi, dan juga al-Ashīli, dan juga al-hafizh Ibnu ‘Asākir, dan dengan asal yang sudah didengarkan dari Abū al-Waqt hal itu dengan kehadiran imam pakar bahasa dan nahwu Ibnu Mālik (w. 672 H) penulis al-Alfiyah .
Sehingga jika kita perhatikan bahwa banyak orang yang meriwatkan buku ini, dari murid ini ke murid itu sampai bisa kita katakan buku ini diriwayatkan secara mutawatir menunjukkan tentang besarnya keutamaan buku ini.
Cetakan Kitab Sahih al-Bukhāri
Kitab ini dicetak dengan cetakan yang begitu banyak namun diantara cetakan yang paling bagus adalah sebagai berikut:
- Cetakan al-Amīriyyah atau biasa disebut al-Shulthāniyyah dicetak di Baulāq, dan cetakan ini sangat jarang untuk ditemukan. Namun naskah asli ada dan pernah dikopi oleh Muhammad Zuhair an-Nāshir lalu kemudian dicetak oleh Dār Thauq an-Najāh dalam 4 jilid besar.
- Ada juga dari cetakan India yang sudah sangat lama dan juga merupakan salah satu dari cetakan yang paling bagu Sudak dicetak dalam edisi terbaru yang ditahkik oleh Dr. Taqiyuddin an-Nadawi di Dār al-Basyāir dalam 15 jilid.
- Ada juga cetakan Dār Ibn al-Jauzī, dengan tahkik Māhir al-Fahl yang dicetak dalam 5 jilid.
Masih banyak lagi cetakan-cetakan yang lain namun kebanyakan tidak memperhatikan
Perhatian Ulama Terhadap Sahih al-Bukhāri
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap kaum muslimin dengan begitu banyak perbedaan mazhabnya dan tingkatan-tingkatannya namun semuanya sepakat dalam menyikapi Sahih al-Bukhari, di mana kita dapatkan tidak ada kitab yang mereka beri porsi perhatian setelah al-Qur’an melebihi kitab Sahih al-Bukhari. Sehingga diantara mereka ada yang mensyarah buku ini, ada pula fokus terhadap istinbat hukum di dalamnya, ada juga yang berbicara tentang perawi-perawi sanadnya, ada juga yang menjelaskan tentang kata garib hadisnya, dan lain sebagainya. Sehingga syarah dalam buku ini begitu banyak. Kita sebutkan beberapa diantaranya:
- A’lāmu al-Hadīts, karya imam Abu Sulaiman Hamd bin Muhammad al-Khaththābī ( 388H). Syarah ini hanya untuk sebagian hadis saja dan bukan seluruhnya. Kitab ini sudah dicetak di Universitas Ummu al-Qurā, Makkah al-Mukarramah.
- Syarhu Sahih al-Bukhāri li Ibni Baththhāl, karya Abu al-Hasan Ali bin Khalaf al-Mālikī ( 449H).
- Al-Kawākib al-Darārī Syarhu Shahīh al-Bukhārī, karya Muhammad bin Yusuf al-Kirmāni ( 786H). Ibnu Hajar menyebutkan bahwa syarah ini bermanfaat namun ada beberapa kekeliruannya.
- Al-Taudhīh lil Syarhi al-Jāmi’ al-Shahīh, karya Ibnu Mulaqqin Sirājuddin Abu Hafsh Umar bin Ali al-Syāfi’i al-Mishrī ( 804 H).
- Fathu al-Bārī Syarh Sahih al-Bukhāri, karya Ibnu Rajab al-Hambali (w. 795 H), kitab ini sudah dicetak namun tidak lengkap.
- Fathu al-Bārī bi Syarhi Sahih al-Bukhāri, karya al-hāfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalānī ( 852 H). Ini adalah syarah yang terpenting dan terbaik. Sangat benar apa yang pernah dikatakan oleh al-Syaukani, “Tidak ada hijrah (ke kitab syarah lainnya) setelah keberadaan Fathu al-Bārī”.
- ‘Umdah al-Qāri’ Syarhu Sahih al-Bukhāri, karya Badruddin Mahmud bin Ahmad al-‘Ainī ( 855H)
- Irsyādu al-Sāri lī Syarhi Sahih al-Bukhāri, karya Syihābuddin Ahmad bin Muhammad al-Khathīb al-Qasthalānī ( 922 H).
- Minhah al-Bārī bi Syarhi Shahīh al-Bukhārī atau dikenal juga dengan nama Tuhfah al-Bārī, karya Zainuddin Abu Yahya Zakariyya al-Anshārī al-Mishri al-Syafi’ī (w. 926 H).
- Faidh al-Bāri, karya Muhammad Anwar al-Kasymīrī al-Hanafī (w. 1353 H).
Sebagian ulama juga memberikan perhatian terhadap judul-judul bab yang ditulis imam al-Bukhārī dalam kitab Sahih al-Bukhari, mereka mensyarah dan menjelaskan maksud dari judul-judul bab tersebut. Di antara ulama tersebut:
- Nāshiruddīn Ahmad bin al-Munayyir ( 683 H) dikenal dengan Khatīb al-Iskandariyyah. Beliau menulis kitab yang sangat masyhur berjudul: Al-Mutawāri ‘alā Tarājim al-Bukhārī. Kitab ini dicetak di Maktabah al-Mu’allā, Kuwait pada tahun 1407 H.
- Muhibbuddīn Ibnu Rusyaid al-Fihri al-Sibtī ( 721 H), beliau menulis kitab yang berjudul: Turjumānu al-Tarājim. Kitab ini termasuk kitab terbaik dalam bidang ini namun kitab ini cuman sampai di bab Puasa saja sebagaimana yang dikatakan oleh imam Ibnu Hajar seandainya beliau sempurnakan maka buku ini menjadi luar biasa dan sarat dengan begitu banyak faedah(12). Kitab ini dicetak di Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut.
- Al-Qādhī Badruddin Muhammad bin Ibrāhim bin Jamā’ah (w. 733 H), beliau meringkas kitab Ibnu al-Munayyir dan menambah dengan beberapa faedah. Beliau menamakan kitabnya: Munāsabāt Tarājim al-Bukhārī. Kitab ini telah ditahkik oleh Muhammad Ishāq as Salafī di al-Dār al-Salafiyyah, India pada tahun 1404 H.
- Al-Syāh al-Dahlawī (w. 1176 H) menulis kitab yang berjudul: Syarhu Tarājim Abwābi Sahīh al-Bukhārī. Kitab ini dicetak di Dāirah al-Ma’ārif al-‘Utsmānyyah, India pada tahun 1415 H dan juga di Dār al-Kitāb al-Mishrī, Mesir pada tahun 1420H.
- Al-‘Allāmah Abdul Haq al-Hāsyimī (w. 1392 H), menulis kitab yang berjudul: Lubbu al-Lubāb fī Tarājim wa al-Abwāb. Kitab ini dicetak dalam 5 jilid di Dār al-Nawādir, Damaskus pada tahun 1432 H.
Adapun kitab-kitab yang ditulis dalam kaitannya dengan para perawi Shahih al-Bukhari, di antaranya:
- Man Rawā ‘anhu al-Bukhārī, karya Al-Hāfizh Abu Ahmad Abdullah bin ‘Adī (w. 365 H).
- Al-Hidāyah wa al-Irsyād, karya Abu Nashr Ahmad bin Muhammad al-Kalābadzī (w. 398 H).
- Al-Ta’dĪīl wa al-Tajrīh liman Akhraja lahū al-Bukhārī fi al-Shahīh, karya Abū al-Walīd Sulaimān bin Khalaf al-Bājī (w. 474 H).
Footnote:
(1) Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Tadwīn al-Sunnah al-Nabawiyyah” karya Prof. Dr. Muhammad bin Mathar al-Zahrāni –rahimahullah- dan kitab “Al-Mu’īn fī Ma’rifah Manāhij al-Muhadditsīn” karya Dr. Khālid bin Qāsim al-Raddādī –rahimahullah-.
(2) Lihat: Siyar A’lām al-Nubalā (12/391) dan Tārikh al-Islām (6/140), keduanya karya Imam al-Dzahabi, juga baca biografi beliau di pasal pertama dari kitab Hadyu al-Sārī karya Ibnu Hajar.
(3) Nama ini disebutkan oleh beberapa ulama, di antaranya: Al-Kalābādzī di Rijāl Shahīh al-Bukhārī (1/23), Ibnu Khair al-Isybīlī di al-Fihrisit (hal. 94), Ibnu al-Shalāh di Ulum al-Hadits (hal. 24), al-Nawawi di Tahdzīb al-Asmā’ wa al-Lughāt (1/73) dan Ibnu Rusyaid al-Fihri di Ifādah al-Nashīh (hal. 16).
(4) Nama kitab seperti ini disebut oleh al-Hāfizh Ibnu Hajar dalam Hadyu al-Sāri (hal.6).
(5) Siyar A’lām al-Nubala (12/405).
(6) Hadyu al-Sari (hal. 6).
(7) Tārikh al-Baghdād (6/140), Tahdzīb al-Kamāl (24/442) dan Siyar A’lām al-Nubalā (12/401).
(8) Hadyu al-Sāri (hal.7).
(9) Syurūth al-Aimmah al-Sittah (hal.17).
(10) Hadyu al-Sari (hal. 10).
(10) Al-Taudhīh li Syarhi al-Jāmi’ al-Shahīh (2/23) karya Ibnu al-Mulaqqin.
(11) Lisān al-Mīzān (3/325).
(12) Hadyu al-Sārī (hal. 14).