Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهَ، إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي؟ قَالَ: إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا
Artinya:
Dari Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, dia berkata, “Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, saya memiliki dua tetangga, manakah yang aku (dahulukan) untuk memberinya hadiah’? Beliau menjawab, ‘Tetangga yang lebih dekat dengan pintu rumahmu’.”
TAKHRIJ HADIS:
Hadis Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, kitab al-Adab, Bab “Hak Bertetangga Pada Pintu Terdekat”, nomor 6020.
BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:
Biografi Ummu al-Mukminīn, ‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā, sudah disebutkan sebelumnya, silakan lihat pada link: https://markazsunnah.com/aisyah-ahli-hadis-umat-islam-dari-kalangan-wanita/
FAEDAH DAN KESIMPULAN:
1. Ilmu hendaknya didahulukan sebelum melakukan sesuatu.
2. Pentingnya mengetahui fikih prioritas.
3. Disyariatkannya bertanya tentang hal yang lebih utama dari dua kebaikan.
4. Disyariatkannya saling memberi hadiah sesama tetangga.
5. Tetangga yang terdekat haknya lebih besar dan didahulukan dari selainnya.
6. Kedermawanan dan kecerdasan Ummu al-Mukminin, ‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā. Kedermawanannya ditunjukkan oleh kemurahan hatinya memberi hadiah kepada tetangga meski kehidupannya sangat terbatas dari sisi ekonomi. Sementara kecerdasarnnya ditunjukkan ketika bertanya tentang siapa yang harus didahulukan untuk diberi hadiah karena beliau sadar bahwa beliau tidak mampu memberi hadiah kepada seluruh tetangganya.
7. Kemampuan yang terbatas tidak menghalangi seseorang untuk berbuat kebaikan semampunya dengan memperhatikan skala prioritas.
8. Para ulama berbeda pendapat tentang batasan tetangga. ‘Ālī raḍiyallāhu ‘anhu mengatakan bahwa tetangga adalah yang mendengarkan panggilan pada saat dipanggil. Ada juga yang berpendapat bahwa tetangga adalah yang melaksanakan salat Subuh bersama kita di masjid. Diriwayatkan dari ‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā, al-Ḥasan al-Baṣrī dan al-Auzā’I, bahwa batasan tetangga adalah 40 rumah dari setiap arah rumah (40 dari arah depan, 40 dari arah belakang, 40 dari arah kanan dan 40 dari arah kiri). Diriwayatkan pula dari Imam al-Zuhri bahwa tetangga adalah jumlahnya 40 rumah (dari rumah kita) dari segala arah yaitu 10 rumah di setiap arah[1], wallāhu a’lam.
9. Al-Muhallab berkata, “Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memberi hadiah kepada yang lebih dekat pintunya karena dia melihat apa yang masuk dan keluar di rumah tetangganya, dan apabila dia melihat sesuatu pada tetangganya maka dia ingin juga memilikinya. Tetangga yang terdekat pintunya juga yang paling bersegera dalam merespon hajat kebutuhan tetangganya di waktu-waktu banyak orang lalai dan tidak mengetahuinya. Atas dasar itulah, beliau memulai dengan yang pintunya terdekat dibandingkan yang jauh pintunya walaupun rumahnya lebih dekat.”[2]
10. Ibnu Abi Jamrah berkata, “Menghadiahkan kepada tetangga yang terdekat adalah suatu anjuran (bukan kewajiban) karena hadiah sendiri hukum asalnya tidak wajib maka urutan pemberiannyapun tidak wajib”[3].
Footnote:
[1] Lihat: Syarḥu Ṣaḥīḥ al-Bukhārī karya Ibnu Baṭṭāl (6/383), Jāmi’ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam (1/347) karya Ibnu Rajab al-Hambali dan tahkik al-Arnauṭ dan Fatḥu al-Bārī (10/447) karya Ibnu Hajar al-Asqalani.
[2] Lihat: Syarḥu Ṣaḥīḥ al-Bukhārī karya Ibnu Baṭṭāl (6/383).
[3] Lihat: Fatḥu al-Bārī (10/447).