Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»
Artinya:
Dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, janganlah ia mengganggu tetangganya, barang siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian hendaknya ia memuliakan tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian hendaknya ia berkata baik atau diam’.”
عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْعَدَوِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعَتْ أُذُنَايَ، وَأَبْصَرَتْ عَيْنَايَ حِينَ تَكَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ». قَالَ: وَمَا جَائِزَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ: «يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ، فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ، فَهُوَ صَدَقَةٌ عَلَيْهِ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»
Artinya:
Dari Abū Syuraiḥ al-‘Adawī raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Saya telah mendengar dengan kedua telingaku dan melihat dengan kedua mataku ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengucapkan sabdanya, ‘Barang siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian hendaknya ia memuliakan tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian hendaknya ia memuliakan tamunya, dan menjamunya secara istimewa’. Dia bertanya, “Apa yang dimaksud dengan menjamunya secara istimewa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menjamunya secara istimewa selama satu hari satu malam, kewajiban menjamu tamu itu selama tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah bagi tamu tersebut.” Lalu beliau bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaknya dia berkata baik atau diam.”
TAKHRIJ HADIS:
Hadis Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, kitab al-Adab, Bab “Barang Siapa Beriman kepada Allah dan Hari Kemudian maka Jangan Mengganggu Tetangganya”, nomor 6018, dan Imam Muslim dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Muslim, kitab al-Imān, Bab “Memuliakan Tetangga dan Tamu”, nomor 47.
Hadis Abū Syurah al-‘Adawī raḍiyallāhu ‘anhu diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, kitab al-Adab, Bab “Barang Siapa Beriman kepada Allah dan Hari Kemudian maka Jangan Mengganggu Tetangganya”, nomor 6019, dan Imam Muslim dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Muslim, kitab al-Imān, Bab “Memuliakan Tetangga dan Tamu”, nomor 48.
BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:
Biografi sahabat mulia, Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, sudah disebutkan sebelumnya, silakan lihat pada link: https://markazsunnah.com/perawi-islam-Abū-hurairah/
Adapun sahabat kedua, perawi hadis ini, yaitu Abū Syuraiḥ al-Khuzā’i al-‘Adawī al-Ka’bī. Beliau lebih dikenal dengan kuniyah-nya. Adapun namanya, ada beberapa versi; yang paling terkenal dan pendapat terkuat adalah Khuwailid bin Amru. Beberapa pendapat yang lain mengatakan Amru bin Khuwailid, Ka’ab bin Amru, Hani bin Amru dan Abdurraḥmān bin Amru. Al-Wāqidi mengatakan bahwa Abū Syuraih termasuk orang tercerdas di kalangan penduduk Madinah. Beliau masuk Islam sebelum Fathu Makkah dan wafat di Madinah pada tahun 68 H. (1)
FAEDAH DAN KESIMPULAN KEDUA HADIS:
1. Bolehnya seorang dai atau pengajar menyebutkan tentang pemahaman dan penguasaannya yang baik terhadap ilmu yang akan disampaikannya guna meyakinkan para pendengarnya.
2. Di antara indra yang sangat perlu difungsikan dengan baik pada saat menuntut ilmu adalah pendengaran dan penglihatan.
3. Pentingnya iman kepada Allah dan hari kemudian. Dikhususkan penyebutannya karena iman kepada Allah adalah dasar untuk beramal dan hari kemudian adalah tujuan akhir yang akan kita tuju untuk mempertanggungjawabkan seluruh amalan kita.
4. Korelasi antara iman/akidah dan akhlak.
5. Akidah yang benar akan melahirkan akhlak yang mulia dan akhlak yang mulia harus didasari dengan akidah yang benar.
6. Haramnya menyakiti tetangga, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
7. Perintah untuk memuliakan tetangga dan ini tuntutan yang lebih dari sekadar tidak mengganggunya.
8. Perintah untuk memuliakan tamu, baik dengan menjamunya berupa makanan ataupun yang lainnya.
9. Kewajiban untuk menjamu tamu hanya selama 3 hari, lebih dari itu terhitung sedekah dan tidak termasuk kewajiban.
10. Di hari pertama, tamu seharusnya mendapatkan pelayanan dan perjamuan sebaik mungkin dari tuan rumah.
11. Kewajiban menjaga lisan.
12. Berkata yang baik lebih didahulukan daripada diam, namun siapa yang tidak mampu mengatakan kebaikan maka hendaknya dia memilih untuk diam.
Footnote:
(1) Lihat: Al–Isti’ab fī Ma’rifah al-Asḥāb karya Ibnu Abdilbarr (2/455 dan 4/1688), Usdu al-Gābah karya Ibnu al-Aṡīr (2/194 dan 6/160) dan al-Iṣābah fī Tamyīz al-Ṣaḥābah karya Ibnu Hajar al-Asqalānī (5/231 dan 7/173).