Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَوْمًا، فَقَالَ: يَا غُلَامُ! اِحْفَظِ اَللَّهَ يَحْفَظْكَ، اِحْفَظِ اَللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اَللَّهَ، وَإِذَا اِسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاَللَّه
Abdullāh bin ‘Abbās berkata, “Suatu saat aku dibonceng di belakang Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, ‘Nak, jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah’.”
TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Aḥmad (2669) dan Imam Tirmiżī (2516) dari jalur Laiṡ bin Sa’ad, dari Qais bin al-Ḥajjāj, dari Hanasy al-Ṣan’ānī, dari Abdullāh bin ‘Abbās, dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Seluruh perawi hadis di atas ṡiqat (terpercaya), kecuali Qais bin al-Ḥajjāj al-Miṣhrī al-Ṣan’ānī. Derajat beliau adalah ṣadūq (jujur)[1] dan derajat ini merupakan derajat bagi hadis yang hasan. Di antara ulama yang menilai sanad di atas dengan hasan adalah Ibnu Rajab al-Hanbalī[2], namun dikarenakan hadis ini memiliki beberapa jalur periwayatan, maka derajatnya terangkat pada derajat sahih. Oleh karena itu, Imam Tirmiżī menilai hadis ini dengan label hasan sahih.[3]
PROFIL SAHABAT[4]:
Abdullāh bin ‘Abbās bin Abdul Muṭṭalib bin Hasyim al-Qurasyī al-Hasyimī al-Madanī, kuniyah-nya adalah Abu al-’Abbās, putra dari paman Rasulullah, ‘Abbās bin Abdul Muṭṭalib, sedangkan ibunya adalah Ummu al-Faḍl Lubābah bintu Ḥāriṡ.
Beliau dilahirkan ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan Bani Hasyim sedang diboikot oleh orang kafir Quraisy yang dimotori oleh Abu Jahl. Beliau masuk dalam kategori ṣigāru saḥābah (sahabat kecil), sebab ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam meninggal, usia beliau masih kecil, sekitar 13 tahun. Kendati beliau berpredikat sebagai ṣigāru saḥābah, namun beliau memiliki keilmuan dalam bidang agama yang sangat mumpuni, sehingga derajat beliau terangkat dengan keutamaan tersebut. Bahkan Umar bin Khaṭṭab begitu membanggakan beliau di hadapan para sahabat senior. Julukan beliau cukup mentereng, yaitu habru al-ummah (ulama umat). Beliau pakar dalam bidang tafsir Al-Qur’an, nyaris tidak ada ayat di dalam Al-Qur’an kecuali ada riwayat terkait penafsirannya dari beliau. Di antara bukti ketokohannya dalam ilmu agama adalah perdebatan beliau dengan tokoh-tokoh Khawarij[5]. Dari perdebatan ini sangat nampak keluasan ilmu beliau, sehingga menimbulkan akibat yang dahsyat bagi sekte ini, yaitu tobatnya 2000 orang dari mereka. Sejatinya kejeniusan Abdullāh bin ‘Abbās bukan perkara yang ajaib, sebab beliau adalah seorang anak yang tumbuh berkembang di bawah asuhan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan juga seorang anak yang beruntung dengan doa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Untaian doa yang diucapkan oleh Rasulullah untuk Abdullāh bin ‘Abbās adalah,
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
“Ya Allah, pahamkan ia dalam masalah agama, dan ajarkan kepada tafsir (Al-Qur’an).”[6]
Di antara faktor yang menjadikan beliau unggul dalam ilmu agama dibandingkan dengan sahabat yang lain –tentunya faktor yang paling utama adalah taufik dari Allah- adalah keuletan dan kesungguhan beliau dalam menuntut ilmu pasca wafatnya Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Beliau mendatangi para sahabat Nabi yang senior yang menjadi lumbung ilmu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Beliau wafat pada tahun 68 H di kota Ṭā’if, raḍiyallāhu ‘anhu.
PENJELASAN HADIS:
Hadis ini merupakan salah satu potret perhatian Rasulullah dalam melaksankan pembinaan terhadap anak-anak. Hal ini sangat perlu dilakukan sebab mereka adalah “kader” yang akan melanjutkan estafet perjuangan dakwah Islam di masa depan.
Ucapan Ibnu ‘Abbās,
كُنْتُ خَلْفَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَوْمًا
“Suatu hari, aku berada di belakang Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.”
Beginilah kira-kira makna lafal di atas secara harfiah, namun di dalam riwayat yang lain, dijelaskan bahwa maksudnya adalah Rasulullah membonceng Abdullāh bin ‘Abbās di atas hewan tunggangannya, sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Aḥmad (2803),
كُنْتُ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
“Suatu saat aku dibonceng di belakang Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.”
Sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
يَا غُلَامُ! اِحْفَظِ اَللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Nak, jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu.”
Sabda Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wa sallam,
اِحْفَظِ اَللَّهَ
“Jagalah Allah.”
Maksudnya adalah jagalah batasan-batasan Allah, hak-hak-Nya, perintah-perintah-Nya dan larangan-Nya. Menjaga itu semua adalah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan (berdiri) diatas batas-batasan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla,
هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32) مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
“(Kepada mereka dikatakan), ’Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya), (yaitu) orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih sekalipun tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat’.” (Q.S. Qaf: 32 – 33)
Penafsiran kalimat al-ḥāfīz adalah orang yang menjaga (melaksanakan) perintah-perintah Allah ‘azza wa jalla dan orang yang mengingat dosa untuk bertobat darinya.[7]
Sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
يَحْفَظْك
“Niscaya Dia akan menjagamu.”
Maksudnya adalah barangsiapa yang menjaga batasan-batasan Allah dan memelihara hak-hak-Nya, maka Allah akan menjaganya pula, sebab balasan dan imbalan selaras dan setimpal dengan amalan yang dilakukan.
Penjagaan Allah terhadap seorang hamba mencakup dua hal:
Pertama, menjaganya pada kemaslahatannya di dunia, seperti menjaga kesehatan badannya, anak-anaknya, keluarganya dan hartanya, sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla,
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Q.S. al-Ra’d: 11)
Kedua, penjagaan Allah pada agama dan imannya. Allah menjaganya dari fitnah syubhat dan syahwat, dan Allah menjaga agamanya dan keimanannya ketika dia meninggal dunia, sehingga mewafatkannya di atas keimanan.[8]
Sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ
“Niscaya kau dapati Dia di hadapanmu.”
Maknanya adalah barangsiapa yang menjaga batasan-batasan Allah dan memelihara hak-hak-Nya, maka Allah akan bersamanya dalam setiap kondisi, yang mana Allah akan melindunginya, menolongnya, menjaganya dan memberinya taufik. Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. al-Nahl: 128)
Inilah hakikat dari ma’iyah khāṣṣah (kebersamaan Allah bersama hamba-Nya yang beriman).
Sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اَللَّهَ، وَإِذَا اِسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاَللَّه
“Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.”
Perintah untuk meminta dan memohon pertolongan kepada Allah ‘azza wa jalla, yaitu dengan cara berdoa kepada-Nya, sebagaimana firman Allah,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan haya kepada Engkaulah kamu memohon pertolongan.”
FIKIH HADIS:
- Hadis ini menunjukkan salah satu akhlak Rasulullah yang sangat mulia, yaitu tawaduk atau rendah hati, yang mana Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan kedudukannya sebagai pemimpin kaum muslimin dan sebagai Rasul utusan Allah, bergaul dan berinteraksi dengan sangat intim dengan seorang bocah, bahkan duduk berboncengan di atas hewan tunggangan.
- Urgensi dakwah fardiah (dakwah secara individu), yang mana Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan cara berbincang santai dengan Abdullāh bin ‘Abbās.
- Hadis ini menujukkan bahwa orang yang menjaga syariat Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya akan dibalas dengan yang serupa oleh Allah, yaitu dijaganya kemaslahatan dunianya dan dijaganya keimanan dan agamanya sehingga ia dapat menjadi orang yang istikamah.
- Mafhūmu al-mukhālafah (kesimpulan kontradiktif) dari hadis ini adalah orang yang menyia-nyiakan syariat Allah, baik denga cara kufur kepada-Nya maupun dengan melalaikan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya, akan dibalas dengan cara yang sama, yaitu akan dilupakan oleh Allah dan akan sia-siakan oleh-Nya, Allah berfirman,
نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
“Mereka telah melupakan Allah, maka Allah-pun melupakan mereka.” (Q.S. al-Taubah: 67)[9]
- Urgensi mendidik, membimbing dan mengajar anak-anak dengan baik dan lembut.
- Urgensi menyiapkan kader dengan mendidik dan membina anak-anak.
- Urgensi berdoa kepada Allah dalam urusan dunia maupun akhirat, dan di antara sarana terbesar untuk merealisasikan ketakwaan dan keimanan kepada Allah adalah dengan berdoa kepada-Nya.
Footnote:
[1] Taqrību al-Tahżīb, karya Ibnu Hajar al-‘Asqalanī, hal. 511.
[2] Jamī’ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, penjelasan hadis nomor 19.
[3] Sunan Tirmizi, no hadis (2516).
[4] Lihat al-Iṣābah, karya Ibnu Hajar (4/141-151), dengan sedikit tambahan dari riwayat-riwayat terkait beliau.
[5] Diriwayatkan oleh al-Nasai dalam Sunan al-Kubra (8522), dan al-Hakim (7368).
[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2397) dan yang lainnya.
[7] Jamī’ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, penjelasan hadis nomor 19.
[8] Idem.
[9] Minhatu al-‘Allam (10/170).