وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ. يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang sangat dekat (hari kiamat) yaitu ketika hati menyesak sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak akan mempunyai teman setia seorang pun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya. Dia (Allah) mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir: 19)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَثَلُ الَّذِي يُعِينُ عَشِيرَتَهُ عَلَى غَيْرِ الْحَقِّ، مَثَلُ الْبَعِيرِ رُدِّيَ فِي بِئْرٍ، فَهُوَ يَمُدُّ بِذَنَبِهِ
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan orang yang menolong kaumnya pada perkara yang batil, ibarat seekor unta yang jatuh ke dalam sumur dan hendak dikeluarkan dengan menarik ekornya.”[1]
⁕⁕⁕
Hadis ini menjelaskan tentang bahaya dosa tolong-menolong dalam kebatilan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”[2]
Perbuatan tolong-menolong dalam kebatilan bahkan dikategorikan sebagai dosa besar oleh al-Haitami rahimahullah dalam kitab al-Zawaajir-nya (2/311). Beliau menjelaskan bahwa membantu seseorang yang berbuat kebatilan adalah salah satu dosa besar dalam syariat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَعَانَ عَلَى خُصُومَةٍ بِظُلْمٍ -أَوْ يُعِينُ عَلَى ظُلْمٍ- لَمْ يَزَلْ فِي سَخَطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ
“Barang siapa yang menolong seseorang dengan kezaliman, maka ia berada dalam kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala hingga ia berhenti darinya.”[3]
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَعَانَ ظَالِمًا بِبَاطِلٍ لِيَدْحَضَ بِبَاطِلِهِ حَقًّا فَقَدْ بَرِئَ مِنْ ذِمَّةِ اللَّهِ وَذِمَّةِ رَسُولِهِ
“Barang siapa yang menolong pelaku kezaliman dengan kebatilan untuk membantah kebenaran, maka Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam telah berlepas diri darinya.”[4]
Seseorang yang tolong-menolong dalam kebatilan sama saja dengan menceburkan dirinya ke dalam lubang kemaksiatan dan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala. Ibarat seekor unta yang jatuh ke dalam sumur hendak ditarik dan dikeluarkan dengan menarik ekornya yang pendek, sebuah kemustahilan yang mengisyaratkan bahwa ia tidak akan keluar dari lubang kemaksiatan dan kemurkaan itu sampai ia berlepas diri meninggalkan perbuatan dosa tersebut dan segera bertobat kepada Allah azza wajalla.
Amir al-San’ani rahimahullah mengangkat contoh dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang pedalaman desa yang masih terpaut kuat akan kesukuan dan ikatan kabilah mereka. Tidak jarang mereka membunuh seseorang tanpa tahu apa penyebab mereka melakukannya, kecuali untuk membela suku atau kabilah mereka semata. Sekadar mendengarkan keributan di siang hari, lantas dengan mudahnya mereka bertindak zalim tanpa alasan yang hak.[5]
Oleh karena itu, hadis-hadis di atas menjadi peringatan bagi siapa pun yang hendak menolong keluarga, kerabat, sahabat, atau dimintai tolong oleh orang yang tak dikenalnya sekalipun, maka carilah terlebih dahulu kebenaran perkara. Baik engkau yang hidup melarat di jalan-jalan kota besar, atau engkau yang telah hidup mewah dengan dasi dan jasmu yang teramat mahal harganya, atau engkau yang duduk di jajaran pemerintahan negeri ini. Kesaksian dan pertolonganmu kepada para pelaku maksiat, para koruptor, dan mereka yang hendak merenggut kedamaian dan keamanan negeri kaum muslimin, semua didengar oleh Allah azza wajalla dengan seksama. Setiap ucapan dan pelintiran kata dusta, pemutarbalikan fakta, permainan mata, data, dan tipu daya, kesemuanya adalah sumpal serta batu karang yang akan terus menenggelamkanmu ke dalam kubangan dosa dan maksiat. Kesemuanya adalah magnet yang menarikmu untuk semakin jauh, jauh ke dasar lautan hak, kehormatan dan darah yang engkau tumpahkan demi menyelamatkan sahabat-sahabat batilmu.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ. يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang sangat dekat (hari kiamat) yaitu ketika hati menyesak sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak akan mempunyai teman setia seorangpun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya. Dia (Allah) mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”[6]
Footnote:
[1] HR. Ahmad nomor 3726 dan disahihkan Syekh al-Albani dalam Ta’liqat Hisan nomor 5912.
[2] QS. al-Maidah ayat 2.
[3] HR. Ibnu Majah nomor 2320 dan al-Hakim nomor 7051 dengan sanad yang sahih.
[4] HR. al-Thabrani dalam Mu’jam Awsath nomor 2944, dihasankan al-Albani.
[5] Al-Tanwir, 9/530.
[6] QS. Ghafir ayat 19.