وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ: ((شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الْوُسْطَى صَلَاةِ الْعَصْرِ، مَلَأَ اللهُ بُيُوْتَهُمْ وَقُبُوْرَهُمْ نَارًا)). ثُمَّ صَلَّاهَا بَيْنَ العِشَاءَيْنِ، بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Artinya:
Dari ‘Ālī bin Abī Ṭālib radhiyallāhu’anhu, dia berkata, “Rasulullah ﷺ berkata pada hari (peristiwa) Aḥzāb, ‘Mereka telah menyibukkan kita dari (melaksanakan) salat wusṭa, yaitu salat Asar, semoga Allah ta’ālā penuhi rumah-rumah dan kuburan-kuburan mereka dengan api’. Kemudian beliau melaksanakan salat tersebut di antara waktu Magrib dan Isya.” Hadis riwayat Muslim.[1]
Daftar Isi:
Kosa kata hadis:
- Peristiwa Ahzab (يَوْمَ الْأَحْزَابِ) atau perang Khandak (dua nama dengan satu peristiwa) adalah peperangan dimana kaum kafir Quraisy bersekutu dengan kabilah-kabilah Najd mengepung kota Madinah.[2]
- شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ artinya “Mereka telah menyibukkan kita dari (melaksanakan) salat”, makna dari ungkapan Nabi ﷺ tersebut adalah bahwa kesibukan beliau menghadapi pasukan Ahzab telah menyebabkan beliau lupa untuk salat dan bukan sesuatu yang disengaja. Menurut sebagian ulama, beliau mendahulukan kesibukan tersebut agar bisa salat dengan kondisi lebih aman.[3]
- الْوُسْطَى adalah bentuk muannaṡ dari أَوْسَطُ yang artinya terbaik dan terpilih, sebagaimana firman Allah ta’ālā,
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا
“Dan demikianlah Kami jadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan.” (Q.S. al-Baqarah: 143)
Makna hadis:
Orang-orang musyrik menyibukkan Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya yang harus berpatroli menjaga kota Madinah dan tentu juga keselamatan diri setiap kaum muslim karena dikepung oleh pasukan Aḥzab (sekutu), sehingga menyebabkan mereka tidak melaksanakan salat Asar padahal matahari telah terbenam.
Nabi ﷺ dan para sahabat akhirnya salat Asar setelah matahari terbenam. Nabi ﷺ mendoakan keburukan dan azab api yang melahap rumah-rumah dan kuburan mereka sebagai balasan atas keburukan yang telah mereka lakukan. Padahal salat Asar adalah salat lima waktu yang paling afdal.[4]
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Hadis ini adalah dalil bagi jumhur ulama, yaitu antara lain ‘Ālī bin Abī Ṭālib, Ibnu Mas’ūd, Ibnu ‘Abbās, Abū Hurairah, al-Ḥasan al-Baṣrī, Abū Ḥanīfah, al-Syāfi’ī dan Aḥmad yang menyatakan bahwa salat al-Wusṭa yang disebutkan dalam Al-Quran adalah salat Asar.[5]
- Diperbolehkan mengakhirkan salat, jika tidak mampu dan tidak memungkinkan melaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Sebagian ulama berpendapat bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum disyariatkannya salat Khauf.
- Hadis tersebut menunjukkan bolehnya mendoakan keburukan atas orang yang zalim sesuai kadar kezalimannya.[6]
- Pada doa tersebut, Nabi ﷺ menyebutkan rumah-rumah dan kuburan-kuburan sehingga azab yang akan dirasakan oleh orang musyrik tersebut mencakup azab di dunia dan akhirat. Kemudian penyebutan azab api dalam doa karena azab api termasuk jenis azab yang sangat menyiksa.[7]
Footnote:
[1] H.R. Muslim (627).
[2] ‘Abdullāh bin Ṣaliḥ al-Bassām. Taisīr ‘Allām Syarḥ ‘Umdatil Aḥkām. Jilid 1, hlm. 102.
[3] Ibnu Daqīq al-‘Īd Taqiyuddīn Abū al-Fatḥ Muḥammad bin ‘Ālī bin Wahab al-Qusyairī (w.702). Iḥkāmul Aḥkām Syarḥ ‘Umdatil Aḥkām. Cetakan al-Sunnah al-Muhammadiyah. Jilid 1, hlm. 186.
[4] ‘Abdullāh bin Ṣaliḥ al-Bassām. Taisīr ‘Allām Syarḥ ‘Umdatil Aḥkām. Jilid 1, hlm. 92.
[5] Badruddīn al-‘Ainī; Maḥmūd bin Aḥmad bin Mūsā al-Ḥanafī (w. 855 H). Syaraḥ Sunan Abī Dāwud. Maktabah al-Rusyd, Riyāḍ. Jilid 2, hlm. 270.
[6] ‘Abdullāh bin Ṣaliḥ al-Bassām. Taisīr ‘Allām Syarḥ ‘Umdatil Aḥkām.. Jilid 1, hlm. 103.
[7] Badruddīn al-‘Ainī. Syaraḥ Sunan Abī Dāwud. Jilid 2, hlm. 271.