KEUTAMAAN TAKWA KEPADA ALLAH DAN AKHLAK YANG MULIA

1997
KEUTAMAAN TAKWA KEPADA ALLAH DAN AKHLAK YANG MULIA
KEUTAMAAN TAKWA KEPADA ALLAH DAN AKHLAK YANG MULIA
Perkiraan waktu baca: 4 menit

Daftar Isi:

REDAKSI HADIS:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ  صلى الله عليه وسلم أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ

Dari Abu Hurairah raiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Faktor  yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga adalah ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang mulia’.”

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmizi (2004), Ibnu Majah (4246) dari jalur Abdullah bin Idris al-Audī al-Kūfī, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hurairah raiyallāhu ‘anhu,  dari Rasulullah  allallāhu ‘alaihi wasallam.

Hadis ini disabdakan oleh Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam dalam rangka menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada beliau, dimana redaksi pertanyaannya adalah, “Apa yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga?” Rasulullah lalu menjawab dengan hadis di atas.

Di antara para perawi di atas, yang derajatnya paling musykil adalah kakek dari Abdullah bin Idris al-Audī al-Kūfī, yang bernama Yazīd bin Abdurrahman al-Audī al-Kūfī. Derajat beliau adalah maqbūl[1] menurut Ibnu Hajar, dan Imam Zahabi mengatakan, “Wuṡṡiqa (dikuatkan).”[2]

Hadis ini disahihkan oleh Tirmizi[3] dan Al-Hakim[4]. Derajat minimal dari hadis ini adalah hasan karena derajat yang maqbūl atau wuṡṡiqa dari Yazid bin Abdurrahman al-Audī al-Kūfī,, sebagaimana disebutkan di atas, wallāhu a’lam.

Sisi keunikan dari mata rantai sanad di atas adalah Riwayat yang berasal dari anak, bapak dan kakek, yang menunjukkan bahwa keluarga mereka adalah keluarga ilmu.

PENJELASAN HADIS:

Sabda Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam,

أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ

“Faktor yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga.”

Yang unik dari hadis ini adalah konteksnya, yaitu jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam. Biasanya, jawaban dari sebuah pertanyaan seperti ini adalah berupa faktor-faktor yang paling afdal, apalagi pertanyaan tentang amalan-amalan yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga merupakan pertanyaan yang sangat agung dan sangat mulia, sebagaimana sabda Rasulullah kepada Muaz bin Jabal ketika beliau bertanya amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga.  Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ

Baca juga:  MENGQADA SALAT KARENA UZUR SYAR’I (BAGIAN KEDUA)

“Ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang mulia.”

Inilah dua faktor yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga. Faktor yang pertama adalah takwa kepada Allah. Al-Ṭībī rahimahullah mengatakan,

قوله تقوى الله إشارة إلى حسن المعاملة مع الخالق بأن يأتي جميع ما أمره به وينتهي عن ما نهى عنه

“Sabda Rasulullah, ‘ketakwaaan kepada Allah’, menunjukkan kepada interaksi yang baik dengan Allah, yaitu dengan melaksanakan seluruh yang diperintahkan-Nya, dan menjauhi perkara yang dilarang-Nya.”[5]

Inti dari sifat takwa adalah taat dan patuh kepada Allah ‘azza wa jalla yang dibuktikan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Di antara perkara yang perlu diketahui adalah bahwa ketakwaaan kepada Allah ‘azza wa jalla bertingkat-tingkat, sebab perintah dan larangan-Nya juga bertingkat-tingkat, ada perintah yang hukumnya wajib dan ada perintah yang hukumnya sunah, sebagaimana ada larangan yang hukumnya haram dan ada larangan yang hukumnya makruh.

Faktor yang kedua adalah akhlak yang mulia. Maksudnya adalah berinteraksi dengan sesama manusia dengan akhlak mulia[6].

Para ulama memaparkan makna akhlak yang mulia secara global. Al-Jurjānī rahimahullah mengatakan,

عبارة عن هيئة للنفس راسخة تصدر عنها الأفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر ورويَّة، فإن كان الصادر عنها الأفعال الحسنة كانت الهيئة خلقًا حسنًا، وإن كان الصادر منها الأفعال القبيحة سميت الهيئة التي هي مصدر ذلك خلقًا سيئًا

“Sikap jiwa yang melekat kuat yang terpancar darinya perbuatan-perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa dipikir dan dibuat-buat, jika yang muncul darinya perbuatan-perbuatan yang baik maka disebut akhlak yang mulia, namun jika yang muncul perbuatan-perbuatan yang tercela, maka disebut akhlak yang tercela.”[7]

Contohnya adalah ucapan dari Abdullah bin Mubarak rahimahullah,

بَسْطُ الوَجْهِ وَبَذْلُ الْمَعْرُوْفِ وَكَفُّ الأَذَى

“Wajah yang berseri-seri, menebarkan kebaikan kepada manusia, dan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain (baik dengan lisan maupun dengan tangan).”[8]

Yang patut untuk dipikirkan adalah bahwa dalam sabda Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam di atas, “حسن الخلق” (husnu al-khuluq) adalah bagian dari ketakwaan kepada Allah azza wa jalla, karena Allah memerintahkannya di dalam Al-Qur’an ataupun memerintahkannya melalui lisan Nabi Muhammad allallāhu ‘alaihi wasallam.

Lalu, apa gerangan rahasia penyebutannya? Ada dua rahasia terkait dengan hal ini, yaitu:

  1. Untuk menunjukkan bahwa makna takwa kepada Allah adalah makna khusus yaitu interaksi yang baik kepada Allah ‘azza wa jalla, dengan taat dan patuh kepada-Nya, dan makna akhlak yang mulia adalah interaksi kepada sesama manusia. Untuk masuk ke dalam surga, Allah memadukan dua sifat ini, yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan berhias diri dengan akhlak yang mulia kepada sesama manusia.
  2. Menunjukkan urgensi dari akhlak yang mulia, karena banyak di kalangan manusia yang menduga bahwa takwa kepada Allah hanya diwujudkan dengan melaksanakan hak-hak Allah ‘azza wa jalla semata, bukan dengan melaksanakan hak-haknya sesama manusia, sehingga Rasulullah menegaskan urgensi akhlak yang mulia di samping takwa kepada Allah[9]. Hal ini karena segala amal ibadah seorang hamba kepada Allah bisa habis jika ia tidak menjaga hubungannya dengan sesama manusia, ia terjatuh ke dalam perbuatan zalim kepada manusia, sehingga amalannya dihadiahkan kepada korban kezalimannya sebagaimana hadis Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam,

أتدرون ما المفلس؟ قالوا: المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع. فقال: إن المفلس من أمتي يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة ويأتي قد شتم هذا وقذف هذا وأكل مال هذا وسفك دم هذا وضرب هذا فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته فإن فنيت حسناته قبل أن يقضى ما عليه أخذ من خطاياهم فطرحت عليه ثم طرح في النار

Baca juga:  HADIS KE-31 AL-ARBA’IN: CARA MERAIH CINTA ALLAH DAN CINTA MANUSIA

“Tahukah kalian orang yang bangkrut?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di antara kita adalah orang yang tidak memiliki uang dan barang.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah yang datang para hari kiamat dengan (pahala) salat, (pahala) puasa, dan (pahala) zakat, namun dia mencela si fulan, dan menuduh si fulan, dan mengambil harta si fulan, dan membunuh si fulan dan memukul si fulan. Akhirnya, (pada hari kiamat) kebaikan-kebaikannya diberikan kepada si fulan dan (pahala) amalannya diberikan kepada si fulan, dan jika pahala kebaikannya sudah habis dibagikan sebelum dosa-dosanya habis, maka dosa-dosa orang yang dizalimi diberikan kepadanya, sehingga kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka.”[10]

FIKIH HADIS:

  1. Hadis ini menunjukkan tentang urgensi memberi perhatian terhadap perkara-perkara yang dapat mendatangkan kebahagiaan di akhirat, sebagaimana ditunjukkan oleh para sahabat Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah dengan bertanya tentang faktor dan amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga.
  2. Urgensi memberikan wasiat takwa kepada sesama manusia, sebab ini adalah wasiat yang utama dan yang pertama untuk manusia. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ

“Dan sungguh, Kami telah wasiatkan kepada orang yang beri kitab suci (ahli kitab) sebelum kalian dan juga Kami wasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah.” (Q.S. al-Nisa : 131)

Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam juga banyak memberikan wasiat ketakwaan kepada umatnya, demikian juga dengan para ulama salaf.[11]

  1. Keutamaan berakhlak yang mulia kepada sesama manusia, yaitu dengan menampakkan wajah yang berseri-seri, bertutur kata yang baik dan lembut, dan bersabar dengan gangguan-gangguan. Semua ini merupakan faktor yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Rasulullah allallāhu ‘alaihi wasallam,

أنَا زَعِيمٌ ببَيتٍ في أعلَى الجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ

Baca juga:  HADIS KE-21 AL-ARBAIN: BERI AKU SATU UCAPAN

“Saya menjamin bagi seseorang untuk masuk ke dalam surga yang tertinggi bagi orang yang mulia akhlaknya.”[12]

  1. Hadis ini menunjukkan pentingnya memperhatikan dua hubungan seorang hamba, yaitu hubungan secara vertikal dengan Allah ‘azza wa jalla yaitu dengan bertakwa kepada-Nya, dan hubungan secara horizontal dengan sesama manusia yaitu dengan berakhlak yang mulia.

 


Footnote:

[1]  Taqrību al-Tahzīb, hal. 675.

[2]  Al-Kāsyif (2/386).

[3]  Jāmi’ Tirmizī, no. hadis: 2004.

[4]  Al-Mustadrak no. hadis: 7919.

[5]  Tuhfatul Ahwazi (6/120).

[6] Idem.

[7]  Al-Ta’rīfāt, hal. 101.

[8] Jāmi’ Tirmizī, no hadis: 2005.

[9]  Jāmi’ul ‘Ulūm wal Ḥikam, hal. 407, tahqīq oleh Dr. Mahir al-Fahl, cetakan Muassatu al-Anud.

[10] Ṣaḥīḥ Muslim (2581).

[11]  Lihat di Jāmi’ul ‘Ulūm wal Ḥikam, hal. 358 – 368.

[12]  Sunan Abu Dawud (4802).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments