إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا. مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (QS. al-Nisa: 142-143)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَثَلُ الْمُنَافِقِ، كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Permisalan orang munafik ibarat seekor kambing yang bingung di antara dua kawanan kambing. Terkadang dia ikut bersama kawanan kambing yang ini dan terkadang dia ikut bersama kawanan kambing yang lainnya.’”[1]
⁕⁕⁕
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memisalkan orang munafik dalam hadis ini ibarat seekor kambing yang kebingungan di antara dua kawanan kambing lainnya. Tak menentu arah tujuannya, terkadang ia mengikut kepada kawanan kambing yang ini dan terkadang pula ikut kepada kawanan kambing yang lainnya.
Al-Thibi rahimahullah menjelaskan bahwa permisalan ini adalah contoh yang buruk bagi siapa pun yang bersifat munafik, sebab ia tak memiliki pendirian yang tetap. Terkadang ia bersama kaum mukminin dan di waktu yang lain ia mengikut kepada kaum kuffar karena hawa nafsunya dengan tujuan untuk membuat kerusakan. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala mensifatkan kaum munafikin dalam firman-Nya,
مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا
“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”[2]
Al-Thibi rahimahullah juga mengungkapkan bahwa dimisalkannya dengan seekor kambing bertujuan untuk melucutkan sifat al-rujulah atau kedewasaan dari orang munafik[3] karena tak memiliki kepribadian yang jelas. Ia menampakkan keimanan di hadapan orang-orang yang beriman, namun diam-diam justru menyembunyikan kekufuran dan pembangkangan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bukankah Allah telah menyebutkan di dalam al-Qur’an bahwa rijal memiliki sifat-sifat istimewa yang tak dimiliki oleh orang munafik? Allah berfirman,
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul–Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, ‘Kami tidak menghendaki selain kebaikan.’ Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”[4]
Allah juga berfirman tentang rijal yang tak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari dzikrullah, salat, dan zakat:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَال. ِرِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama–Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”[5]
Sedangkan firman Allah perihal orang munafik yang enggan menegakkan ibadah salat dengan sebaik-baiknya:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”[6]
Dari sifat-sifat ini nampak bahwa orang munafik tak memiliki pendirian yang kokoh, keinginan yang kuat dan kepribadian yang jelas. Maka sangat tepat apabila ia dimisalkan dengan seekor kambing yang kebingungan hendak mengikut kepada siapa.
Footnote:
[1] HR. Muslim nomor 2784.
[2] QS. al-Nisa ayat 143.
[3] Syarhul Misykat 2/510.
[4] QS. al-Taubah ayat 107-108.
[5] QS. al-Nur ayat 36-37.
[6] QS. al-Nisa ayat 142.