ISTIḤBĀB MENYEGERAKAN SALAT ASAR PADA AWAL WAKTU

80
Istiḥbāb Menyegerakan Salat Asar Pada Awal Waktu
Perkiraan waktu baca: 2 menit

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفعَةٌ حَيَّةٌ، فَيَذْهَبُ الذَّاهِبُ إِلَى العَوَالِي فَيَأْتِيهِمْ وَالشَّمْسُ مُرْتَفعَةٌ، وَفِي رِوَايَةٍ: إِلَى قُبَاءٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةِ البُخَارِيِّ: وَبَعضُ العَوَالِي مِنَ الْمَدِينَةِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَمْيَالٍ أَوْ نَحْوِهِ

Artinya:

Dari Anas bin Mālik, dia berkata, “Rasulullah r melaksanakan salat Asar saat matahari masih meninggi dan jika seseorang pergi menuju al-‘Awālī dan bertemu penduduknya maka keadaan matahari masih tinggi.” Lafaz riwayat lain, “Menuju Qubā’.” Muttafaqun ‘alaihi. Dalam riwayat al-Bukhārī, “Sebagian al-‘Awālī (yaitu) perkampungan di kota Madinah yang jaraknya sekitar empat mil.”[1]

Daftar Isi:

Kosa kata hadis:

  1. وَالشَّمْسُ مُرْتَفعَةٌ حَيَّةٌ maknanya adalah حَيَاتُهَا صَفَاءُ لَوْنِهَا قَبْلَ أَنْ تَصْفَرَّ أَوْ تَتَغَيَّرَ (matahari masih meninggi dan berwarna bersih sebelum kemudian menguning dan berubah).
  2. الْعَوَالِي (al-‘Awālī) adalah bentuk jamak dari kata عَالِيَةٌ, yaitu perkampungan-perkampungan dan ada di sekitar kota Madinah. Yang paling jauh jaraknya adalah delapan mil dan yang terdekat berjarak satu mil dan sebagian lagi tiga mil.

Dalam sebagian riwayat di sebutkan, “Seseorang keluar menuju perkampungan ‘Amrū bin ‘Auf dan masih mendapatkan mereka sedang salat.” Perkampungan bani ‘Amrū bin ‘Auf berjarak dua mil dari kota Madinah pada masa tersebut.[2]

Makna hadis:

Hadis Anas bin Mālik tersebut maknanya adalah menyegerakan salat Asar pada awal waktunya karena tidak mungkin seseorang salat Asar kemudian keluar mendatangi suatu tempat dengan jarak dua atau tiga mil namun keadaan matahari setelah dia sampai di sana masih belum berubah menjadi kekuningan atau yang semisalnya.

Hal tersebut hanya mungkin terjadi jika seseorang salat Asar pada awal waktu ketika bayang-bayang sesuatu sama persis dengan benda aslinya atau pada musim panas ketika siang hari lebih panjang durasinya.[3]

Baca juga:  HUKUM PENGGUNAAN BEJANA EMAS DAN PERAK (BAGIAN KETIGA)

Faedah dan istinbat dari hadis:

  1. Istiḥbāb menyegerakan salat Asar pada waktunya. Hal tersebut diperkuat dengan hadis Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abū Umāmah raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Kami pernah salat Zuhur diimami oleh ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz, setelah salat selesai kami mendatangi Anas bin Mālik yang ternyata beliau sedang salat Asar – rumah beliau di dekat masjid –, maka saya pun bertanya, ‘Wahai paman, salat apakah yang Anda kerjakan’? beliau menjawab, ‘Salat Asar, ini adalah sifat salatnya Rasulullah r yang kami dulu laksanakan bersamanya’.”[4]

Peristiwa tersebut terjadi ketika ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz masih menjabat sebagai gubernur kota Madinah dan bukan ketika beliau menjabat sebagai khalifah. Hal ini karena Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu wafat sebelum ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz menjadi khalifah, yaitu sekitar sembilan tahun sebelumnya.

Mengapa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz mengakhirkan salat Zuhur hingga menjelang waktu Asar?

Pertama, karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan penguasa sebelumnya pada masa tersebut dan sunah menyegerakan salat Zuhur pada awal waktu belum sampai ilmunya kepada beliau. Ketika kemudian hari sunah tersebut diketahuinya, salat Zuhur pun dilaksanakan pada awal waktu.

Kedua, ada ihtimāl beliau mengakhirkannya karena kesibukan atau uzur yang sedang beliau hadapi, namun secara harfiah teks hadis lebih mendukung makna yang pertama.[5]

  1. Hadis tersebut menunjukkan bahwa bani ‘Amrū bin ‘Auf melaksanakan salat Asar pada pertengahan waktunya. Jika tidak demikian maka tidak mungkin hal tersebut dapat terjadi. Sedangkan alasan bani ‘Amrū bin ‘Auf mengakhirkan salat Asar adalah karena umumnya mereka memiliki kesibukan bertani dan berkebun. Jika telah selesai dari pekerjaan tersebut, baru mereka bersiap-siap untuk bertaharah dan kemudian salat secara berjemaah setelah semua orang berkumpul.[6]
  2. Kapankah awal waktu salat Asar? Ada beberapa pendapat ulama tentang masalah ini, antara lain:
Baca juga:  WAKTU SALAT MAGHRIB

Pertama, awal waktu Asar adalah jika bayang-bayang sesuatu sama tinggi dengan benda aslinya. Ini adalah pendapat Mālik, al-Ṡaurī, Abū Yūsuf, Aḥmad, Isḥāq dan Abū Ṡaur.

Kedua, awal waktu Asar adalah jika bayang-bayang benda telah melampaui tinggi benda aslinya meskipun hanya sedikit. Tujuannya adalah agar ada pemisah dengan akhir waktu Zuhur.[7]

 

 


Footnote:

[1] H.R. al-Bukhārī (550) dan Muslim (621).

[2] Al-Nawawī. Al-Minhāj. Jilid 5, hlm. 122.

[3] Al-Nawawī. Al-Minhāj. Jilid 5, hlm. 122.

[4] H.R. Muslim (623).

[5] Al-Nawawi. Al-Minhāj. Jilid 5, hlm. 124.

[6] Op. Cit. Jilid 5, hlm 122.

[7] Al-Khaṭṭābī. Ma’ālim al-Sunan. Jilid 2, hlm. 173.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments