HUKUM BERSIWAK BAGI ORANG YANG BERPUASA[1]
وَعَن أبي هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْه، عَن النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ قَالَ: لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِم أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَومَ القِيَامَةِ مِن رِيحِ المِسْكِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Aroma dari mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat kelak dari aroma kesturi.”[2]
Daftar Isi:
Kosa Kata Hadis:
- (الخُلُوفُ) Al-khuluf maknanya adalah perubahan aroma mulut (menjadi bau).[3]
- (المِسْكُ) atau musk (kesturi) adalah salah satu jenis parfum yang paling harum aromanya. karena itu parfum inilah yang dijadikan permisalan dalam hadis. Seandainya ada parfum lain yang lebih wangi dari musk atau kesturi tentu akan dijadikan permisalan sebagai wangi-wangian yang paling harum di sisi Allah subhanahu wa ta‘ala.[4]
Makna Hadis:
Nabi Muhammad menjelaskan bahwa saat berpuasa adalah kondisi lain yang menyebabkan perubahan aroma mulut menjadi tidak sedap, selain yang telah disebutkan sebelumnya. Akan tetapi karena aroma tak sedap tersebut terjadi disebabkan ibadah puasa yang sedang dikerjakan, maka Allah akan membalas kelak di sisi-Nya aroma tersebut dengan aroma yang lebih baik dari parfum yang terbaik sekalipun yaitu kesturi.
Faedah dan Istinbat dari Hadis:
- Hadis ini menjadi dalil bagi sebagai ulama yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa jika matahari sudah tergelincir (bakda zawal). Akan tetapi pendalilan itu dipandang tidak tepat karena bertentangan dengan hadis Nabi dari sahabat ‘Amir bin Rabi’ah, beliau berkata, “Saya sering sekali melihat Rasulullah bersiwak dalam kondisi beliau berpuasa.”
Hadis tersebut diriwayatkan Abu Daud dengan sanad hasan. Imam Tirmidzi meriwayatkan bahwa imam al-Syafi’i pernah berfatwa bahwa tidak mengapa bersiwak bagi orang yang berpuasa pada permulaan siang atau di penghujungnya.[5]
- Fukaha Islam berbeda pandangan tentang hukum bersiwak bagi orang yang berpuasa.
- Rukhsah dan boleh bersiwak sepanjang hari tanpa batasan waktu. Ini adalah pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, al-Tsauri, al-Auza’i. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas dengan dalil hadis sebelumnya.[6]
- Boleh bersiwak pada pagi hari dan makruh pada penghujung siang, dan ini pendapat Imam al-Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal.[7]
- Faedah besar dari lafal hadis tersebut adalah bahwa alasan Nabi memberikan pernyataan pujian bahwa aroma tak sedap dari mulut orang yang berpuasa lebih harum dari minyak kesturisebagai bentuk larangan untuk merasa jijik bagi siapa saja yang berbicara dengan orang yang berpuasa dikarenakan aroma tak sedap yang keluar dari mulutnya.
Oleh karena itu, yang dilarang bukanlah bersiwak, dan ini adalah bentuk penghormatan kepada orang yang berpuasa.[8]
Footnote:
[1] Abul Fadhl Zainuddin Al-Iraqi. Op. Cit. Jilid 4, hlm 97.
[2] HR. Muslim (1151).
[3] Ibnu Abdil Barr. Al-Istidzkaar. Jilid 1, hlm 228.
[4] Ibnu Batthal. Op. Cit. Jilid 9, hlm 165.
[5] Ibnu Hajar al-Asqalani. At-Talkhishul Habiir fii Takhrij Ahaadits Ar-Raafi’i Al-Kabiir. Muassasah Qurthubah, Mesir. Jilid 1, hlm 102.
[6] Hadis Fikih Sunnah nomor 27.
[7] Ibnu Abdil Barr. Al-Tamhiid. Jilid 19, hlm 58.
[8] Abul Fadhl Zainuddin Al-Iraqi. Op. Cit. Jilid 4, hlm 100.