SYARAH KITAB ‘UMDAH AL-AHKĀM[1]
عن عَبَّاد بن تميم، عن عبد الله بن زيد بن عاصم المازنيّ رضي الله عنه قال: شُكِي إلى النبيِّ صلى الله عليه وسلم: الرجلُ يخيَّلُ إليه أنه يجِدُ الشيءَ في الصَّلاةِ؟ فقال: لَا ينصَرِفُ حتَّى يسمعَ صوتًا، أو يجدَ ريحًا
Artinya:
‘Abbād bin Tamīm meriwayatkan dari ‘Abdullāh bin Zaid bin ‘Āṣim al-Māzini raḍiyallahu’anhu, beliau berkata, “Ada yang mengeluhkan kepada Nabi ṣallallāhu‘alaihiwasallam tentang seorang yang seakan-akan ia mendapati sesuatu di dalam salat. Nabi pun mengatakan, “Hendaknya ia tidak meninggalkan salatnya hingga ia mendengar suara atau mendapati aroma.”
Daftar Isi:
Takhrij Hadis:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhāri dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab al-Wuḍū, bab Seseorang yang Tidak Berwudu Hanya Karena Keraguan Hingga Dia Yakin Batalnya, nomor 137 dan Muslim dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab al-Haiḍ, bab Seseorang yang Yakin dalam Keadaan Suci Lalu Ragu Apakah Dia Berhadas, nomor 361.
Syarah dan Faedah Yang Terkandung Dalam Hadis Ini:
- Orang yang ragu apakah ia berhadas atau tidak, sedangkan ia awalnya dalam keadaan suci, hendaknya ia tidak memperhatikan keraguannya tersebut hingga ia yakin bahwa ia berhadas. Sesuatu yang diyakini tidak bisa digoyahkan dengan sesuatu yang diragukan. Ia hanya bisa digoyahkan dengan sesuatu yang bersifat yakin juga.
- Imam al-Nawawi berkata, “Hadis ini berisi sebuah salah satu prinsip Islam dan berisi kaidah fikih yang agung yaitu segala sesuatu dihukumi tetap pada hukum awalnya hingga diyakini kebalikannya. Keraguan yang muncul tidak mempengaruhinya.”[2]
- Ini menutup pintu waswas karena setan menggoda manusia di dalam salatnya melalui pintu ini. Oleh karena itu, pintu ini harus ditutup. Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’īd raḍiyallahu’anhu dari Nabi ṣallallāhu‘alaihiwasallam, beliau bersabda (artinya), “Jika setan datang lalu membisikkan, ’Kamu berhadas.’ Katakanlah di dalam hati, ‘Kamu berdusta.’”[3]
Footnote:
[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Mūjaz al-Kalām ‘ala ‘Umdah al-Ahkām” karya Dr. Manṣūr bin Muhammad Al-Ṣaq’ūb hafizhahullāh.
[2] Lihat: Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim (4/49).
[3] H.R. Aḥmad (11082), Ibn Ḥibbān (2666), dan Al-Ḥākim (1210). Al-Ḥākim berkata, “Hadis ini sahih, memenuhi kriteria al-Bukhāri dan Muslim namun keduanya tidak meriwayatkannya.”