SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)
Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
عَنْ أبِي مُوسَى الأشْعَرِي رَضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ…الحديث. رواه مسلم
Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Al-Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuhmu.” (H.R. Muslim)
TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya, Shahih Muslim; kitab al-Thaharah, Bab “Fadhl al-Wudhu“ no. 223.
BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadhdhar bin Harb, dikenal dengan kuniyah-nya Abu Musa al-Asy’ari. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda bahwa telah diberikan kepada Abu Musa seruling dari seruling-seruling Daud alaihissalam. Pernyataan ini sebagai isyarat keindahan suara beliau pada saat membaca Al-Qur’an. Postur tubuh beliau pendek, kurus dan jenggot beliau tidak terlalu lebat. Beliau meninggalkan negerinya, Yaman, menuju ke ka’bah sejak mendengar dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mengajak kepada tauhid. Di Makkah, Abu Musa bermajelis di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ber-talaqqi dari beliau tentang petunjuk dan keyakinan. Beliau pulang ke negerinya membawa kalimatullah dan ketika menjelang wafatnya bertambah mujahadahnya, beliau ditanya tentang sebabnya lalu beliau menjawab, “Sesungguhnya kuda jika sudah menjelang finisnya maka dia mengeluarkan seluruh kemampuannya dan umurku yang tersisa lebih sedikit dari itu.” Beliau wafat di Kufah pada zaman khilafah Muawiyah radhiyallahu anhu, tahun 52 H.
PENJELASAN HADIS SECARA GLOBAL:
Hadis ini menjadi dalil bahwa kita harus beramal dengan Al-Qur’an, mematuhi apa yang diperintahkan dan dilarang di dalamnya, dan dia (Al-Qur’an) akan menjadi pembela bagi orang-orang yang beramal dengannya, dan mengikuti apa yang ada di dalamnya, dan dia (Al-Qur’an) juga bisa menjadi musuh bagi orang-orang yang tidak beramal dengannya, dan tidak mengikuti apa yang ada di dalamnya.
Sebagian salaf berkata, “Tidaklah seseorang bersama Al-Qur’an kecuali dia memperoleh satu dari dua hal, entah dia beruntung atau mendapat kerugian.” Kemudian beliau membacakan ayat,
وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (Q.S. al-Isra’: 82)(2)
Sesungguhnya tujuan besar dari diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk mengimani segala sesuatu yang ada di dalamnya, beramal dengannya, mematuhi apa yang diperintahkan di dalamnya, dan menjauhi apa yang dilarang di dalamnya.
Tujuan diturunkannya Al-Qur’an bukan sekadar hanya dengan membaca lafaznya dengan benar, dimana seorang pembaca Al-Qur’an atau qari memperlihatkan bacaan-bacaan yang indah, begitu mengagungkan nama-nama Allah, dan begitu beradab dalam membacanya. Walaupun hal ini juga sangat diperlukan bahkan dianjurkan dalam agama kita, akan tetapi ada hal yang lebih penting yang perlu kita pahami yaitu membaca hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an, yang dengannya akan mendatangkan kebahagiaan dan kemenangan bagi seorang hamba yaitu dengan mengamalkan ayat ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Syekh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan, “Sesungguhnya lafaz التلاوة jika disebutkan seperti dalam ayat ini,
ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَتۡلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِ…
‘Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya‘. (Q.S. al-Baqarah:121)
Maksudnya adalah mereka berusaha untuk beramal dengan Al-Qur’an. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh para sahabat dan para tabiin radhiyallahu anhum ajma’in.”
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata, “Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, maksud lafaz ‘حق تلاوته ‘ adalah mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, menjauhi larangan-Nya, membacanya sebagaimana Allah menurunkannya, tidak mengubah arti yang terkandung di dalamnya, dan tidak mentakwilkan makna-maknanya dengan takwil yang tidak sesuai.(3)³
Mujahid rahimahullah berkata, “Lafaz ‘ حق تلاوته ‘ maksudnya adalah bahwa mereka mengikuti tiap ajaran di dalamnya dengan sebaik-baiknya. Inilah yang diamalkan oleh orang-orang saleh terdahulu dari umat ini, pelajarilah Al-Qur’an, dan beramallah dengannya dalam setiap fase kehidupanmu.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata, “Dahulu kami ketika belajar sepuluh ayat Al-Qur’an, tidaklah kami berpindah ke ayat selanjutnya kecuali kami sudah mengetahui makna ayat tersebut dan mengamalkan kandungannya.”(4)⁴
Perkataan tersebut pernah juga diucapkan oleh Abu Abdurrahman al-Sulami rahimahullah, salah seorang tabiin senior.(5)⁵
Wahai para pembaca ataupun penghafal Al-Qur’an, takutlah kalian kepada Allah! Ikhlaskan niat dalam membaca kitabnya, beramallah dengannya, berhati-hatilah dari hal hal yang bisa menjauhkanmu dari Al-Qur’an. Jangan sampai engkau berpaling dari hukum-hukum yang ada di dalamnya dan tidak beradab dengannya (Al-Qur’an). Dan semoga kalian terhindar dari perumpamaan yang Allah gambarkan kepada orang-orang Yahudi dalam firman-Nya,
مَثَلُ ٱلَّذِينَ حُمِّلُواْ ٱلتَّوۡرَىٰةَ ثُمَّ لَمۡ يَحۡمِلُوهَا كَمَثَلِ ٱلۡحِمَارِ يَحۡمِلُ أَسۡفَارَۢاۚ بِئۡسَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Jumu’ah:5)
Ya Allah, izinkanlah kami agar bisa membaca kitab-Mu dan menggapai keridaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah kami hamba-Mu sanggup melaksanakan segala perintah-Mu, menjauhi apa yang Engkau haramkan, mematuhi setiap syariat-Mu, dan bisa membaca Al- Qur’an sebagaimana mestinya. Ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin di manapun mereka berada.
Footnote:
(1) Dari kitab Mukhtashar Ahāditsi al- Ṣiyām, karya Syekh Abdullah bin Sālih al-Fauzān hafizhahullah.
(2) Lihat: Syarah hadis ketiga al-Arba’in al-Nawawiyah dalam kitab Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam.
(3) Lihat : Tafsir al-Tabhari (2/567), tahkik: Mahmud Syakir, Tafsir Ibnu Katsir (2/235), dan Majmu’ al-Fatawa (7/167).
(4) H.R. Ibnu Jarir (1/80), dan Hakim (1/557) dan beliau berkata, “Sanadnya sahih.”
(5) H.R. Ibnu Abu Syaibah (10/460) dan Ibnu Jarir (1/80). Syekh Ahmad Syakir, “Sanad hadis ini sahih dan bersambung”.