FATWA (2): APA DEFINISI SANAD, MATAN, DAN HADIS MUTAWATIR?Perkiraan waktu baca: 3 menit

34
WhatsApp Image at

TANYA JAWAB SEPUTAR ILMU HADIS(1)

🟩 FATWA (2)

Pertanyaan:
Apa definisi sanad, matan, dan hadis mutawatir?

Jawaban:

  1. Definisi Sanad

السَّنَدُ هُوَ سِلْسِلَةُ الرِّجَالِ الْمُوصِلَةُ إِلَى الْمَتْنِ

Artinya: Sanad adalah rangkaian para perawi yang menyambungkan hadis hingga sampai kepada matannya (teks hadis).

  1. Definisi Matan

الـمَتْنُ هُوَ مَا يَنْتَهِي إِلَيْهِ السَّنَدُ مِنَ الكَلَامِ

Artinya: Matan adalah bagian akhir dari sanad berupa ucapan atau teks hadis

  1. Definisi Hadis Mutawatir

هُوَ مَا يَرْوِيهِ عَدَدٌ كَثِيرٌ فِي كُلِّ طَبَقَةٍ مِنْ طَبَقَاتِ السَّنَدِ، تُحِيلُ العَادَةُ تَوَاطُؤَهُمْ عَلَى الكَذِبِ، وَيُسْنِدُونَهُ إِلَى شَيْءٍ مَحْسُوسٍ

Artinya: Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi pada setiap tingkatan sanad, yang menurut kebiasaan (‘urf) mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, dan mereka menyandarkannya kepada sesuatu yang dapat dirasakan oleh pancaindra.

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah minimal perawi agar suatu hadis disebut mutawatir:

  • Ada yang berpendapat tiga ratus empat belas orang, sebanyak jumlah sahabat dalam Perang Badar.
  • Ada yang mengatakan tujuh puluh orang, berdalil dengan firman Allah Ta‘ala

﴿وَٱخْتَارَ مُوسَىٰ قَوْمَهُۥ سَبْعِينَ رَجُلًا لِّمِيقَٰتِنَا﴾

Artinya: “Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan.” (QS. Al-A‘rāf: 155)

  • Ada yang mengatakan empat puluh orang, sebagaimana jumlah minimal jثmaah salat Jumat (meskipun bersandar pada hadis yang lemah).
  • Ada pula yang menyebut dua belas orang, berdasarkan firman Allah Ta‘ala:

﴿وَقَطَّعْنَـٰهُمُ ٱثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا﴾

Artinya: “Kami membagi mereka (Bani Israil) menjadi dua belas suku yang tiap-tiap mereka berjumlah besar”. (QS. Al-A‘rāf: 160)

  • Sebagian lainnya menyebut sepuluh orang.
Baca juga:  BAIT KETUJUH: HADIS MARFŪ’ DAN MAQṬŪ’

Namun, semua pendapat tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dari Al-Qur’an, Sunah, maupun logika yang sehat. Bahkan, masing-masing pendapat saling bertentangan dalam menentukan batas jumlah minimal perawi hadis mutawatir.

Menurut saya (Syekh Sa’ad al-Humaid), sebuah hadis dapat dikategorikan sebagai hadis mutawatir meskipun hanya diriwayatkan oleh dua orang perawi, selama hal itu ditunjukkan oleh dalil-dalil syar‘i. Penjelasan lebih rinci akan dibahas pada bagian selanjutnya.

Syarat-Syarat Hadis Mutawatir

Salah satu syarat penting hadis mutawatir adalah banyaknya jumlah perawi pada setiap tingkatan sanad.

Artinya:

  • Jumlah sahabat yang meriwayatkan hadis harus banyak.
  • Demikian pula perawi dari kalangan tabi‘in dan seterusnya.

Apabila pada satu tingkatan sanad (misalnya pada generasi tabi‘in) jumlah perawi banyak, tetapi pada tingkatan sahabat hanya satu atau dua orang, maka hadis tersebut tidak dapat disebut mutawatir.

Adapun alasannya:

  1. Jumlah perawi yang sedikit berpotensi menimbulkan kesalahan dalam periwayatan.
  2. Jumlah yang sedikit juga membuka kemungkinan adanya kesepakatan untuk berdusta.

Karena itu, banyaknya perawi pada setiap tingkatan menjadi ukuran bahwa secara kebiasaan mustahil mereka bersepakat dalam kebohongan.

Ukuran “adat kebiasaan” ini kembali kepada penilaian para ahli hadis. Jika sebuah hadis diriwayatkan oleh banyak perawi pada setiap lapisan sanad, hal itu menjadi indikasi kuat bahwa hadis tersebut benar-benar bersumber dari Nabi ﷺ.

Kritik terhadap Definisi Kalangan Mutakallimīn

Jika diperhatikan dengan saksama, definisi hadis mutawatir yang disebutkan sebelumnya mengandung beberapa redaksi yang kurang tepat. Contohnya kalimat:

تُحِيلُ العَادَةُ تَوَاطُؤَهُمْ عَلَى الكَذِبِ، وَذٰلِكَ فِي جَمِيعِ طَبَقَاتِ السَّنَدِ

Kalimat tersebut memberi kesan bahwa syarat tersebut berlaku pada semua tingkatan sanad, termasuk para sahabat. Padahal, para sahabat mustahil berdusta, apalagi bersepakat dalam kedustaan.

Baca juga:  SANAD DAN AUTENTISITAS HADIS

Definisi hadis mutawatir di atas sebenarnya bersumber dari kalangan al-mutakallimīn (ahli kalam). Pembahasan tentang hadis mutawatir baru muncul setelah kemunculan kelompok Mu‘tazilah. Sebelum munculnya kelompok tersebut, umat Islam tidak membeda-bedakan antara hadis mutawatir dan hadis āḥād. Semua hadis yang sah berasal dari Nabi Shallallāhu ‘alaihi wa sallam diterima dengan lapang dada dan penuh ketenangan.

Makna “Sesuatu yang Bersifat Indrawi”

Kalimat dalam definisi:

وَأَسْنَدُوهُ إِلَى شَيْءٍ مَحْسُوسٍ

Yang dimaksud dengan “sesuatu yang bersifat indrawi” adalah sesuatu yang dapat dijangkau oleh salah satu dari lima pancaindra, seperti dilihat atau didengar. Sedangkan jika mereka menyandarkan hadis kepada sesuatu yang hanya bersumber dari akal dan pemikiran semata — seperti teori terbentuknya alam semesta — maka hal tersebut tidak termasuk sesuatu yang bersifat indrawi, karena tidak disaksikan langsung dan tidak memiliki bukti ilmiah yang nyata.

Dengan demikian, sesuatu yang hanya bersumber dari teori akal dan pemikiran semata tidak dianggap sebagai sesuatu yang bersifat indrawi.


Footnote:

(1) Tulisan ini disadur dan diterjemahkan dari Kitab al-Fatāwā al-Ḥadītsiyyah, yang dikumpulkan serta disusun oleh Syaikh Abu ‘Ubaidah Māhir bin Ṣāliḥ Ālu Mubārak ḥafiẓahullāh, berdasarkan jawaban-jawaban Syaikh Prof. Dr. Sa‘ad bin ‘Abdullāh bin ‘Abd al-‘Azīz al-Ḥumaid ḥafiẓahullāh, mantan Guru Besar Ilmu Hadis di Universitas King Saud, Riyadh, Kerajaan Arab Saudi. Kitab ini diterbitkan oleh Dār ‘Ulūm al-Sunnah, Riyadh, pada tahun 1420H.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments