DALIL ULAMA YANG MENGANJURKAN MENGAKHIRKAN SALAT SUBUH

134
Dalil Ulama Yang Menganjurkan Mengakhirkan Salat Subuh
Perkiraan waktu baca: 2 menit

Daftar Isi:

وَعَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ قَالَ، قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((أَصْبَحُوا بِالصُّبْحِ، فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِأُجُوْرِكُمْ، – أَو- أَعْظَمُ لِلْأَجْرِ)). رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَابْنُ مَاجَه، وَالتِّرْمِذِيُّ، وَصَحَّحَهُ، وَالنَّسَائِيُّ، وَأَبُو حَاتِمٍ، وَابْنُ حِبَّان، وَرَوَاهُ الطَّحَاوِيُّ وَلَفْظُهُ: أَسْفِرُوا بِالْفَجْرِ، فَكُلَّمَا أَسْفَرْتُمْ فَهُوَ أَعْظَمُ لِلْأجْرِ – أَوْ قَالَ – لِأُجُورِكُمْ

Artinya:

Dari Rāfi’ bin Khadīj, dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Pagikan pelaksanaan salat Subuh karena (hal tersebut) pahalanya lebih besar bagi kalian – atau – lebih besar pahalanya.” Hadis riwayat Abū Dāwud, Ibnu Mājah, Tirmiżī dan beliau menyahihkannya, al-Nasā’ī, Abū Ḥātim, Ibnu Ḥibbān. Al-Ṭaḥāwī juga meriwayatkannya dengan lafaz, “Pagikan (asfirū) pelaksanaan salat Fajar karena semakin pagi maka pahala semakin besar – atau – pahala kalian.”[1]

Kosa kata hadis:

  1. Rāfi’ bin Khadīj bin Rāfi’ al-Anṣārī al-Khazrajī al-Madanī, beliau pernah ditolak untuk ikut serta dalam peristiwa Badar karena usianya yang belum cukup. Setelah itu beliau ikut banyak peperangan bersama Nabi ﷺ diawali dengan perang Uhud.

Beliau adalah seorang sahabat yang tinggal di pedalaman (padang pasir). Beliau juga dikenal yang cukup berilmu dalam bidang pertanian dan pengairan.

Rāfi’ bin Khadīj raḍiyallāhu ‘anhu adalah salah seorang mufti di kota Madinah pada masa pemerintahan khalifah Mu’āwiyah bin Abī Sufyān raḍiyallāhu ‘anhu. Beliau wafat pada tahun 74 atau 73 hijriah, pada usia 86 tahun, dan ‘Abdullāh bin ‘Umar yang bertindak sebagai imam jenazahnya.[2]

  1. أَصْبَحُوا بِالصُّبْحِ maknanya adalah tundalah salat Subuh hingga lebih bercahaya.[3] Demikian makna tekstual hadis tersebut. Sedangkan makna lainnya adalah sebagai berikut:
  2. Makna أَصْبَحُوا بِالصُّبْحِ adalah memastikan telah terbit fajar.
  3. Ada juga yang menjelaskan bahwa maksudnya adalah jika malam terang benderang dengan cahaya bulan (اللَّيَالِي الْمُقْمِرَةُ) maka awal waktu fajar tidak terdeteksi dengan baik karena cahaya bulan yang mendominasi, dalam kondisi seperti itu maka mesti menunggu lebih pagi.
  4. Ada juga yang menakwilkan bahwa hadis tersebut terjadi hanya sekali saja ketika Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi uzur syar’i. Setelah peristiwa tersebut yang kontinu dilakukan adalah menyegerakan pelaksanaan salat Subuh di awal waktu.[4]
Baca juga:  HUKUM BERZIKIR TIDAK DALAM KEADAAN TAHARAH

Makna hadis:

Rāfi’ bin Khadīj raḍiyallāhu ‘anhu menyebutkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda dan memerintahkan untuk mengakhirkan salat Subuh. Hadis ini tentu memberikan makna yang berbeda dengan hadis sebelumnya, sehingga ulama pun berbeda pendapat terkait hal tersebut. Pahala yang didapat dari amalan tersebut juga lebih besar karena kesukaran yang dihadapi lebih besar.

Faedah dan istinbat dari hadis:

  1. Hadis ini dijadikan dalil oleh Imam al-Ṡaurī dan ulama Ḥanafiyah bahwa pelaksanaan salat Subuh dianjurkan untuk menunggu lebih pagi (bercahaya).
  2. Pada masa sekarang beberapa negeri yang mazhab fikih mereka mengikuti mazhab Ḥanafī, contohnya negeri Turki, waktu salat Subuhnya masih diakhirkan, sehingga ketika mereka selesai melaksanakan salat Subuh di masjid, mereka langsung beraktivitas dan bekerja. Pabrik-pabrik juga terlihat telah melakukan produksi ditandai dengan cerobong asap yang mulai mengepul.
  3. Pendapat ulama Ḥanafiyah tersebut berbeda dengan pendapat jumhur ulama yang menganjurkan untuk salat Subuh di awal waktu dengan dalil hadis ‘Ā’isyah. Sedangkan hadis Rāfi’ bin Khadīj raḍiyallāhu ‘anhu dinyatakan oleh sebagian ulama telah mansukh hukumnya dengan hadis ‘Ā’isyah. Dapat pula, mereka menakwilkannya dengan beberapa makna sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

 

 


Footnote:

[1] H.R. Abū Dāwud (424), Ibnu Mājah (672), Tirmiżī (154), al-Nasā’ī (1/272), Ibnu Ḥibbān (1490), al-Ṭaḥāwī (1/178).

[2] Al-Żahabī; Muḥammad bin Aḥmad bin ‘Uṡmān (w.748 H). Siyar A’lām al-Nubalā’. 1405 H. Muassasah al-Risālah. Jilid 3, hlm. 181.

[3] Badruddīn al-‘Ainī. Syaraḥ Sunan Abī Dāwud. Jilid 2, hlm. 295.

[4] Al-Ṣan’ānī. Subulus Salām. Jilid 1, hlm. 164.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments