BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1]
Keutamaan Bulan Ramadan dan Cara Penentuan Awal Ramadan
π Bulan Ramadan adalah bulan yang agung. Pintu-pintu rahmat telah dibuka; ia tidak membutuhkan seseorang untuk mengetuk agar terbuka, tetapi membutuhkan langkah kaki yang berjalan untuk memasukinya, bukan menunggu seseorang untuk membawanya.
π Ramadan adalah bulan kemenangan, kemuliaan, dan kejayaan. Hampir semua pertempuran yang terjadi di dalamnya berakhir dengan kemenangan. Pada bulan ini, Makkah, Quds, India, Sind, Andalusia, dan Konstantinopel ditaklukkan.
π Ucapan selamat menjelang dan saat memasuki Ramadan diperbolehkan, bahkan dianjurkan, karena secara umum memberi ucapan selamat atas amal saleh adalah sesuatu yang baik, sebagaimana ucapan selamat dari para sahabat ketika diterimanya tobat Kaβab bin Malik radhiyallahu anhu. Namun, tidak ada hadis khusus yang sahih mengenai ucapan selamat khusus untuk Ramadan.
π Masuknya bulan Ramadan ditentukan dengan rukyat (melihat hilal) atau menyempurnakan bulan Syaban hingga tiga puluh hari. Orang yang berada di negeri yang tidak memungkinkan rukyat hendaknya berpuasa mengikuti negara terdekat yang menggunakan rukyat. Jika tidak memungkinkan juga, maka ia boleh berpegang pada perhitungan astronomi.
π Allah azza wajalla telah memudahkan umat ini dengan mengaitkan puasanya hanya dengan melihat hilal. Namun, sebagian orang justru memilih mengikuti cara Bani Israil, ketika mereka diperintahkan untuk menyembelih seekor sapi, tetapi malah sibuk menanyakan warna, usia, dan sifatnya.
π Para imam mazhab yang empat sepakat bahwa melihat hilal dianggap sah baik pada malam maupun siang hari. Jika para saksi dapat melihatnya kapan saja setelah waktu Zuhur, maka keesokan harinya dianggap sebagai awal bulan baru. Demikianlah yang diamalkan oleh para sahabat.
π Sebagian ahli falak beranggapan bahwa jika hilal terbenam sebelum matahari, maka manusia sama sekali tidak dapat melihatnya. Namun, anggapan ini keliru, karena menurut mayoritas ulama fikih, melihat hilal pada siang hari dianggap sah sebagaimana melihatnya pada malam hari.
π Dimakruhkan melakukan safar di bulan Ramadan tanpa kebutuhan atau manfaat, agar tidak tersibukkan dari ibadah. Diriwayatkan secara sahih dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata, “Aku tidak menyukai bepergian di bulan Ramadan, dan jika Ramadan telah masuk, aku lebih menyukai untuk menetap.”
Footnote:
[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-βAql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)