Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
عَنْ الْمَعْرُورِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ: رَأَيْتُ عَلَيْهِ بُرْدًا وَعَلَى غُلَامِهِ بُرْدًا، فَقُلْتُ: لَوْ أَخَذْتَ هَذَا فَلَبِسْتَهُ، كَانَتْ حُلَّةً وَأَعْطَيْتَهُ ثَوْبًا آخَرَ. فَقَالَ: كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَ رَجُلٍ كَلَامٌ، وَكَانَتْ أُمُّهُ أَعْجَمِيَّةً، فَنِلْتُ مِنْهَا، فَذَكَرَنِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لِي: أَسَابَبْتَ فُلَانًا؟. قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: أَفَنِلْتَ مِنْ أُمِّهِ؟. قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ. قُلْتُ: عَلَى حِينِ سَاعَتِي هَذِهِ مِنْ كِبَرِ السِّنِّ؟ قَالَ: نَعَمْ، هُمْ إِخْوَانُكُمْ، جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ، فَمَنْ جَعَلَ اللَّهُ أَخَاهُ تَحْتَ يَدِهِ، فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ، وَلَا يُكَلِّفُهُ مِنْ الْعَمَلِ مَا يَغْلِبُهُ، فَإِنْ كَلَّفَهُ مَا يَغْلِبُهُ، فَلْيُعِنْهُ عَلَيْهِ
Dari Ma’rūr dari Abu Żar raḍiyallahu’anhu, (Ma’rūr) berkata, “Saya pernah melihat Abu Żar memakai sehelai kain yang bercorak dan hamba sahayanya juga memakai sehelai kain yang sama. Maka saya berkata kepadanya, ‘Sekiranya kamu mengambil sehelai kain tersebut (dari hamba sahayamu) untuk kamu kenakan maka akan menjadi sepasang pakaian yang kamu kenakan, kemudian kamu memberi kain yang lain lagi untuk sahayamu (maka itu akan lebih baik).’ Abu Żar raḍiyallahu’anhu berkata, ‘Suatu waktu aku dengan seorang laki-laki terjadi percekcokan, sementara ibu laki-laki itu adalah orang ajam (non-Arab) lalu aku pun menghinakannya. Kemudian laki-laki itu mengadukan perkataanku kepada Nabi ṣallallāhu‘alaihiwasallam, maka beliau bersabda kepadaku, ‘Apakah kamu mengumpat fulan?’ Aku menjawab, ‘Benar.’ Beliau ṣallallāhu‘alaihiwasallam bertanya lagi, ‘Apakah kamu menghinakan ibunya?’ Jawabku, ‘Benar.’ Beliau ṣallallāhu‘alaihiwasallam bersabda, ‘Sungguh dalam dirimu masih terdapat sifat jahiliah.’ Aku pun berkata, ‘Apakah saya masih memiliki sifat jahiliah padahal aku sudah tua?’ Beliau ṣallallāhu‘alaihiwasallam bersabda, ‘Ya, benar, mereka (para pelayan dan sahayamu) adalah saudaramu yang Allah jadikan mereka di bawah penguasaanmu, barang siapa memiliki saudara yang dalam kekuasaannya, hendaklah dia diberi makan sebagaimana yang dia makan, diberi pakaian sebagaimana ia mengenakan pakaian. Janganlah kamu bebaninya di luar batas kemampuannya dan jika kamu membebaninya, maka bantulah dia dalam menyelesaikan tugasnya.’”
TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, kitab al-Adab, Bab Mencela dan Melaknat yang Dilarang, nomor 6050 dan Imam Muslim dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Muslim, kitab al-Imān, Bab Memberikan Makan Kepada Hamba Sahaya dari Apa yang Dimakannya dan Memberikan Pakaian Kepada Hamba Sahaya dari Apa yang Dikenakannya, nomor 1661.
BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:
Sudah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, lihat: https://markazsunnah.com/hadis-larangan-mengafirkan-sesama-muslim/#BIOGRAFI_SAHABAT_PERAWI_SAHABAT
FAEDAH DAN KESIMPULAN:
- Bolehnya menasehati dan menganjurkan saudara kita dengan sesuatu yang lebih memberikan maslahat duniawi baginya menurut pandangan kita.
- Keutamaan sahabat yang mulia Abu Żar raḍiyallahu’anhu di mana beliau begitu bersegera dalam menjalankan nasihat Nabi ṣallallāhu‘alaihiwasallam untuk memberikan pakaian kepada sahayanya sebagaimana yang beliau pakai sendiri.
- Sejatinya seorang muslim mendasari segala tindak tanduknya dengan ilmu syariat termasuk dalam berpakaian.
- Setiap manusia bisa saja jatuh dalam kesalahan namun yang terbaik di antara mereka adalah yang segera bangkit dari kesalahannya dan memperbaiki dirinya.
- Seluruh hamba sama kedudukannya di sisi Allah azza wajalla, tidak ada perbedaan antara Arab dan non-Arab, yang menjadi parameter kemuliaan adalah ketakwaan bukan ras atau suku dan bukan juga yang lainnya.
- Haramnya seseorang menghinakan saudaranya dalam persoalan suku, bangsa, ras, dan lainnya.
- Bahaya pertengkaran, karena setan akan memanfaatkannya untuk menjatuhkan kita dalam beberapa kesalahan berikutnya.
- Sepatutnya seorang muslim banyak melakukan muhasabah/introspeksi diri terutama ketika dia telah memasuki usia tua.
- Kedudukan dan kepemimpinan adalah amanah dari Allah ta’ala bukan untuk bersikap sewenang-wenang.
- Seorang majikan wajib memperhatikan kebutuhan sandang dan pangan dari sahaya atau pelayannya.
- Seorang majikan tidak boleh membebani budak atau pelayannya dengan suatu pekerjaan yang di luar kesanggupannya.
- Suatu kemuliaan dan kehormatan bagi majikan dan pemimpin jika dia ikut membantu pekerjaan pelayan dan bawahannya.