SERIAL BELAJAR MUDAH MUSTHALAH HADIS(1)
4. HADIS MUBHAM
Daftar Isi:
Defenisinya:
الْمُبْهَمُ مَنْ لَمْ يُسَمَّ فِي السَّنَدِ مِنَ الرُّوَاةِ
Artinya:
“Mubham ialah seseorang yang tidak disebutkan namanya di dalam sanad dari para periwayat.”
Contohnya:
Sebuah hadis yang disebutkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab beliau, al–Sunan (no. 3790), dari jalur:
الْحَجَّاجِ بْنِ فَرَافِصَةَ عَنْ رَجُلٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ غِرٌّ كَرِيمٌ وَالْفَاجِرُ خِبٌّ لَئِيمٌ
Artinya:
Al-Ḥajjāj bin Farāfiṣah, dari seorang laki-laki, dari Abū Salamah, dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mukmin itu sopan lagi mulia, dan pendosa penipu lagi keji’.”
Terkadang ada juga periwayat di dalam sanad yang dinisbatkan kepada negerinya, pekerjaan, atau penyakit yang dideritanya, maka ini semua termasuk kategori mubham.
Contohnya:
Hadis yang disebutkan oleh Imam Abu Dawud (no. 1299) dari jalur:
مَحَمَّدُ بْنُ مُهَاجِرٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ رُوَيْم، قال: حَدَّثَنِي اْلأَنْصَارِي: أَنَّ رّسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِجَعْفَر … فَذَكَرَ حَدِيْثَ صَلاَةِ التَّسابِيْحِ
Artinya:
Muḥammad bin Muhājir, dari ‘Urwah bin Ruwaim, ia berkata, “al-Anṣārī menceritakan kepadaku, bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ja’far … (beliau menyebutkan hadis tentang salat tasbih).”
Hukum Hadis Mubham:
Hadis Mubham kedudukannya sama dengan hadis Majhūl al-‘Ain karena periwayatnya tidak dikenal identitas dan kepribadiannya sehingga hadisnya tidak bisa dijadikan hujah dan diterima, kecuali jika diketahui siapa orang yang di-mubham-kan itu. Apabila ia telah diketahui, maka dapat dinilai hadisnya sesuai dengan kaidah-kaidah kesahihan hadis. Akan tetapi, apabila yang di-mubham-kan itu adalah seorang sahabat, maka hal tersebut tidak memberikan pengaruh apa-apa karena semua sahabat nabi dinilai adil terpercaya.
Jenis-jenis Mubham:
- Mubham Matan
Kadang-kadang ke-mubham-an terdapat di dalam matan, namun hal ini tidak mempengaruhi kesahihan hadis karena penyebutan periwayat secara mubham pada matan tidak memiliki kaitan dengan kualitas sanad.
Contohnya:
Hadis yang disebutkan oleh Imam Muslim (2/603) dari sahabat Jābir bin Abdillāh raḍiyallāhu ‘anhumā, beliau berkata,
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ، فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ، ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ، فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ، وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ، وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ، ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ، فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ، فَقَالَ: تَصَدَّقْنَ؛ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ. فَقَامَتِ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ، سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ، فَقَالَتْ: لِمَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ. قَالَ: فَجَعَلْنَ يَتَصَدَّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ، يُلْقِينَ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ مِنْ أَقْرِطَتِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّ
Artinya:
“Aku menghadiri salat Id bersama Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, beliau memulai salat sebelum khotbah, tanpa azan dan ikamah, kemudian berdiri bersandar pada Bilal, lalu beliau memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah, dan memberikan dorongan untuk taat kepada Allah, menasihati manusia dan mengingatkan mereka, kemudian berlalu, sehingga beliau mendatangi para wanita, maka beliau mengajari mereka dan mengingatkan mereka seraya bersabda, ‘Bersedekahlah karena kebanyakan di antara kalian akan menjadi kayu bakar api neraka’, lalu berdirilah salah seorang wanita yang merupakan pilihan mereka, yang kedua pipinya berwarna merah kehitam-hitaman, lalu ia bertanya, ‘Mengapa demikian, ya, Rasulullah’? Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Karena kalian banyak mengeluh dan ingkar kepada para suami’.” Jabir berkata, “Lalu mereka menyedekahkan sebagian perhiasan mereka yang berupa cincin dan anting mereka dengan memasukkannya ke dalam kain Bilal.”
Ke-mubham-an nama wanita yang bertanya kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak mempengaruhi kesahihan hadis tersebut karena perempuan yang mubham itu tidak terletak pada sanad.
Footnote:
(1) Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Taysīr ‘Ulūm al-Hadīṡ lil Mubtadi’īn” karya Syekh ‘Amrū ‘Abdul Mun’īm Salīm hafiẓahullāh.