عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ، والْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ، فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بِهَا، فَأَخَذَ الحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ، وَقَالَ: ((هَذَا رِكْسٌ)). رَوَاهُ البُخَارِيُّ، وَالتِّرْمِذِيُّ وَعَلَّلَهُ ثمَّ قَالَ: ((هَذَا حَدِيْثٌ فِيْهِ اضْطِرَابٌ))، وَرَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَفِي آخِرِهِ: ((ائْتِنِي بِحَجَرٍ))، وَفِي لَفْظِ الدَّارَقَطْنِي: ((ائْتِنِي بغَيْرِهَا)).
Dari ‘Abdullāh bin Mas’ūd raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Nabi ﷺ mendatangi tempat buang hajat dan memerintahkan saya mengambilkan tiga butir batu, saya berhasil mendapatkan dua butir saja, ketika saya tidak berhasil mendapatkannya maka saya ambil kotoran hewan yang sudah kering, kemudian semuanya saya serahkan kepadanya. Beliau ambil dua batu dan membuang kotoran hewan seraya berkata, ‘Ini adalah najis’.” Hadis ini adalah riwayat al-Bukhārī dan Tirmiżī namun dia menyatakan ilatnya dengan berkata, “Hadis ini ada iḍṭirāb (inkonsistensi lafal).” Imam Aḥmad dan al-Dāraquṭnī juga meriwayatkan hadis tersebut, dengan lafal di penghujungnya, “Berikan kepadaku batu,” dan lafal al-Dārquṭnī, “Berikan kepadaku selainnya.”
Daftar Isi:
Kosa kata hadis:
- Al-rauṡah (الرَّوْثَةَ) adalah kotoran hewan dan dikhususkan untuk hewan seperti kuda, bagal dan keledai. Yang dimaksud dalam hadis ini adalah kotoran keledai.[1]
- Riksun (رِكْسٌ) adalah najis.[2]
Makna hadis:
‘Abdullāh bin Mas’ūd raḍiyallāhu ‘anhu adalah sahabat yang berkhidmat kepada Nabi ﷺ. Suatu ketika, Nabi ﷺ buang hajat dan memerintahkan ‘Abdullāh bin Mas’ūd raḍiyallāhu ‘anhu untuk mencarikan untuk beliau tiga butir batu yang akan digunakan untuk istinja, namun ‘Abdullāh raḍiyallāhu ‘anhu hanya berhasil mendapatkan dua butir batu sehingga yang ketiga yang diserahkan kepada Nabi ﷺ adalah kotoran keledai.
Nabi ﷺ menolak menggunakannya dan menjelaskan bahwa kotoran keledai tersebut adalah najis sehingga tidak dapat digunakan untuk beristinja dan minta dicarikan penggantinya.
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Hadis ini menunjukkan bahwa bolehnya berintinja dengan batu, namun tidak boleh kurang dari tiga butir meskipun sudah bersih.
Pendapat ini adalah mazhab al-Syāfi’ī, Aḥmad dan ulama hadis raḥimahumullāh. Oleh karenanya, ketika ‘Abdullāh bin Mas’ūd raḍiyallāhu ‘anhu memberikan kotoran hewan (yang sudah mengeras) sebagai ganti benda ketiga untuk menyempurnakan bilangan tiga butir batu, Nabi ﷺ menolaknya dan minta didatangkan yang lainnya.[3]
- Tidak boleh beristinja dengan kotoran hewan.[4]
Footnote:
[1] Ibnu Hajar. Fatḥul Bāri Syarḥu Ṣaḥīḥil Bukhārī. Jilid 1, hlm. 257.
[2] Ibnu Hajar. Fatḥul Bāri Syarḥu Ṣaḥīḥil Bukhārī. Jilid 1, hlm. 257.
[3] Ibnu Baṭṭāl. Op. Cit. Jilid 1, hlm 247.
[4] Ibid.