SYARAH MUDAH MATAN AL-BAIQŪNI[1]
Imam al-Baiqūni:
مُعَنْعَنٌ كَعَن سَعِيدٍ عَنْ كَرَمْ … وَمُبْهَمٌ مَا فِيهِ رَاوٍ لَمْ يُسَمّ
Artinya:
“Mu’an’an seperti ‘an (dari) Sa’īd ‘an (dari) Karam. Mubham adalah yang di dalamnya ada rawi yang tidak disebutkan namanya.”
Daftar Isi:
Syarah:
Definisi:
Syekh ‘Abd al-Sattār raḥimahullāh mengoreksi penulis manẓūmah pada bagian ini dengan berkata,
مُعَنْعَن المدَلِّسِينَ عَنْ كَرَمْ … وَمُبْهَمٌ مَا فِيهِ رَاوٍ لَمْ يُسَمْ
Artinya:
“Mu’an’an (adalah) seorang mudallis (meriwayatkan secara) ‘an (dari) Karam. Mubham adalah yang di dalamnya ada rawi yang tidak disebutkan namanya.”
Sebagian ulama juga menyertakan ke dalam pembahasan mu’an’an dan menyamakan hukumnya pembahasan المُؤَنَّن (al-muannan) yaitu apabila dikatakan,
حَدَّثَنَا فُلَانٌ أنَّ فُلَاناً قَالَ…
Artinya:
“Fulan menyampaikan kepadaku anna (bahwasanya) fulan berkata…”
Al-mu’an’an[2] adalah hadis yang di dalamnya satu rawi atau lebih berkata ‘an (dari) fulan ‘an (dari) fulan…. Penulis manẓūmah memberikan contoh singkat dengan berkata “‘an (dari) Karam.” Jika rawi tersebut adalah seorang mudallis dan dia tidak menegaskan bahwa dia diceritakan atau menyimak (hadis tersebut), maka hadis tersebut tertolak. Jika dia seorang yang ṡiqah ṡabt dan dia tidak dikenal melakukan tadlīs maka hadis tersebut diterima.
Tadlīs adalah penyembunyian cacat.
Faedah:
Imam al-Bukhāri dan gurunya Ibn al-Madīni serta sejumlah imam ahli hadis mensyaratkan kepastian pertemuan antara seorang rawi dengan rawi lain yang dia meriwayatkan darinya dengan cara mu’an’anah. Adapun kebanyakan imam ahli hadis, khususnya Imam Muslim, mencukupkan diri dengan kepastian bahwa kedua rawi tersebut hidup pada satu masa yang sama dengan adanya kemungkinan pertemuan, meskipun belum ada informasi yang pasti bahwa keduanya pernah berjumpa dan saling berbicara. Imam Muslim sendiri menukil bahwa (metode) ini adalah kesepakatan (para ulama) sebagaimana dalam mukadimah Ṣaḥīḥ-nya.[3]
Contoh:
Contoh hadis mu’an’an tanpa tadlīs sangat banyak dalam kitab-kitab hadis, hukumnya adalah diterima dengan syarat (penerimaan) yang telah disebutkan sebelumnya. Adapun contoh mu’an’an para rawi mudallis insyaallah akan disebutkan pada pembahasan mendatang.
Definisi:
المُدَلِّس (al-mudallis), dengan lam tasydid berharakat kasrah, yaitu rawi yang jika dia meriwayatkan maka dia melakukan tadlīs dalam penyampaian hadis dengan salah satu jenis tadlīs yang juga akan dijelaskan pada pembahasan mendatang insyaallah.
المُبْهَم (al-mubham)[4] adalah orang yang belum jelas penyebutan namanya dalam matan maupun isnad dari kalangan rawi atau orang yang memiliki hubungan dengan riwayat tersebut.
Contoh:[5]
- Mubham dalam matan, contohnya dalam hadis Ibn ‘Abbās,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللهِ الحَجٌّ كُلَّ عَامٍ؟
Artinya:
“Bahwasanya seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, haji itu setiap tahun?”
Di sini laki-laki tersebut mubham (tidak disebutkan namanya). Akan tetapi, namanya diketahui berdasarkan riwayat yang lain yaitu al-Aqra’ bin Ḥābis.
- Mubham dalam sanad, contohnya hadis Rāfi’ bin Khadīj dari pamannya tentang larangan al-mukhābarah. Di sini paman Rāfi’ bin Khadīj mubham (tidak disebutkan namanya) padahal riwayat ini berasal darinya. Akan tetapi, diketahui melalui riwayat lain bahwa namanya adalah Ẓahīr bin Rāfi’.[6]
Footnote:
[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab al-Ta’liqāt al-Aṡariyyah ‘ala al-Manẓūmah al-Baiquniyyah karya Syekh ‘Ali bin Ḥasan al-Ḥalabi al-Aṡari rahimahullāh.
[2] Lihat: Tauḍīḥ al-Afkār (1/337) karya al-Ṣan’āni dan Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ (h. 56).
[3] Muqaddimah Ṣaḥīḥ Muslim (1/30). Lihat: al-Nukat ‘ala Ibn al-Ṣalāh (1/289) dan Ḥāsyiyah al-Ajhūri (h. 46). Sebagai tambahan penjelasan terhadap masalah ini silakan rujuk kitab al-Sunan al-Abyan wa al-Maurid al-Am’an fi al-Muḥākamah baina al-Imāmain fi al-Sanad al-Mu’an’an (h. 21 dst. cet. Tunisia) karya Imam Ibn Rusyaid al-Fihri.
[4] Lihat: al-Tadrīb (2/342). Untuk tambahan contoh silakan rujuk al-Tabṣīrah wa al-Taẓkirah (3/231 dst.).
[5] Al-Asmā al-Mubhamah fi al-Anbā’ al-Muhkamah (h. 13) karya al-Khaṭīb al-Bagdādi.
[6] Gawāmiḍ al-Asmā’ al-Mubhamah (no. 266) karya Ibn Basykuwāl. Lihat juga: Taqrīb al-Tahżīb (1/382) dan Khulāṣah Tahẓīb al-Kamāl (h. 182) karya al-Khazrajī.