-
Daftar Isi:
HADIS MURSAL
Definisinya:
ما نسبه التابعي-الذي سمع من الصحابة-إلى النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة
Artinya:
Hadis yang dinisbatkan oleh tabiin yang ia dengar dari sahabat Nabi, lalu ia sandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, maupun sifat beliau.
Gambarannya:
Ketika seorang dari kalangan tabiin berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berkata seperti ini, atau melakukan hal ini, atau telah dikerjakan sesuatu di hadapan beliau, atau beliau seperti ini lalu ia mengabarkan sebuah sifat dari sifat-sifatnya (sifat fisik ataupun karakter Nabi, pen.).”
Contohnya:
Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Abdul Razzāq[1], dari Ibnu Juraij, dari ‘Aṭā’,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ أَقْبَلَ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: «السَّلَامُ عَلَيْكُمْ»
“Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika naik ke mimbar, beliau menghadapkan wajahnya ke arah manusia kemudian mengucapkan, ‘Assalāmu ‘alaikum’.”
Aṭā’ ialah Ibnu Abī Rabāḥ, seorang tabiin senior, mendengar banyak hadis dari sejumlah besar sahabat Nabi, akan tetapi riwayatnya-riwayatnya terhadap hadis-hadis nabi bersifat mursal.
Hukum Berdalil dengan Hadis Mursal
Hadis mursal dalam pandangan mayoritas ulama hadis adalah termasuk ke dalam kategori hadis lemah. Imam Muslim raḥimahullāhu ta’ālā berkata,[2]
المرسل من الروايات في أصل قولنا وقول أهل العلم بالأخبار ليس بحجة
“Hadis mursal di antara riwayat-riwayat yang berdasarkan pendapat kami dan pendapat ulama hadis merupakan riwayat yang tidak bisa dijadikan hujah.”
Akan tetapi, sisi lemah dari hadis mursal bersifat muḥtamal, artinya ia masih bisa ditutupi sisi lemahnya jika ada sebuah penguat yang tingkatannya sama dari sisi kelemahan atau lebih kuat darinya, (berdasarkan mazhab ulama yang datang belakangan, adapun mazhab ulama terdahulu, hadis mursal tidak akan naik levelnya bahkan jika ditemukan penguatnya), dengan syarat bahwa yang menjadi penguatnya adalah seorang periwayat (mursil) yang tingkatannya (ṭabaqah-nya) tidak sama dengan periwayat sebelumnya (mursil) yang membawakan hadis mursal yang pertama.
Beberapa Hadis Mursal Lebih Kuat Dibandingkan Hadis Mursal yang Lain
Hadis mursal Sa’īd Ibn Musayyib merupakan hadis-hadis mursal yang paling kuat karena mayoritas riwayatnya bersumber dari sahabat Nabi, sehingga jika melakukan “al-irsal” alias menyebutkan hadis secara mursal, ia lakukan terhadap sahabat yang ia riwayatkan darinya.
Adapun hadis mursal yang diriwayatkan oleh Imam al-Zuhrī dan Imam Qatādah adalah hadis mursal yang dianggap paling lemah karena hadis-hadis mursal mereka terindikasi hilangnya lebih dari satu periwayat dari jalur mereka hingga Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, sehingga banyak dari hadis mursal mereka yang masuk dalam kategori hadis mu’ḍal (akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya, pen.).
-
HADIS MUNQAṬI’
Definisinya:
ما كان في إسناده انقطاع فيما دون طبقة الصحابي.
Artinya:
Hadis yang terputus sanadnya (perawinya gugur, pen.) pada tingkat setelah sahabat (tabiin atau tābi’ tābi’īn, dst., pen.).
Penjelasan Makna:
Hadis munqaṭi’ adalah hadis yang ada sanadnya terputus di pertengahan (bukan pangkal atau ujung sanad), di satu tempat atau lebih, dengan syarat bahwa yang terpotong (perawi yang gugur, pen.) itu tidaklah berurutan dan bukan dari kalangan sahabat.
Adapun jika rawi yang gugur itu berasal dari kalangan di atas tabiin (sahabat) maka ia dikategorikan mursal.
Contohnya:
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasā’ī[3], dari jalur Mūsā Ibn ‘Uqbah, dari Abdullāh bin ‘Ālī, dari al- Ḥasan bin ‘Ālī, beliau berkata,
عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ فِي الْوِتْرِ….
“Rasullullah mengajariku beberapa kalimat yang aku baca pada qunut witir…. “
Kemudian beliau membacakan hadis tentang doa qunut. Sanad dari hadis ini adalah munqaṭi’.
Al-Hafīẓ Ibn Hajar raḥimahullāh berkata, “Abdullāh Ibn ‘Ālī, yang bernama Ibn al-Ḥusain Ibn ‘Ālī, ia tidak pernah menjumpai al-Ḥasan Ibn ‘Ālī.”[4]
Footnote:
[1] Al–Muṣannaf (no. 5281).
[2] Muqadimah Ṣaḥīḥ Muslim (1/30).
[3] Al-Sunan (3/248).
[4] Al-Talkhīṣ al-Ḥabīr (1/264).