Daftar Isi:
Pertanyaan:
Pada Hari Jumat lalu saya mendengar seorang khatib menyampaikan sebuah hadis tanpa menyebutkan periwayatnya bahwa Salat Jumat yang dilakukan selama 40 kali berturut-turut seperti pahala orang yang berhaji dengan sempurna. Apakah hadis ini sahih? Jazakallahu khairan.
(Muh Arifin Arif, Gowa – Sulawesi Selatan)
Jawaban:
Alhamdulillah washshalatu wassalamu ala Rasulillah, amma ba’du.
Ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah azza wajalla. Ia termasuk syiar Islam yang paling besar dan rukun Islam yang kelima. Akan tetapi, sebagaimana diketahui bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah yang mulia ini. Oleh karenanya, di antara bentuk kemurahan dan kasih sayang Allah azza wajalla kepada hamba-hamba-Nya adalah disyariatkannya amalan-amalan yang mudah dan ringan namun memiliki keutamaan yang sangat besar yang sebanding pahalanya dengan ibadah haji. Di antara amalan tersebut adalah:
- Umrah di bulan suci Ramadan
Dari Ibnu Abbas radiallahu anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
عُمْرَةٌ في رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah di Bulan Ramadhan sebanding dengan haji.” (HR. Bukhari, no. 1863 dan Muslim, no. 1256)
- Salat Subuh secara berjamaah kemudian duduk berzikir sampai terbit matahari yang dilanjutkan dengan Salat Duha
Anas bin Malik radiallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ
“Barang siapa yang melaksanakan Salat Subuh secara berjamaah lalu dia duduk berzikir sampai terbit matahari kemudian salat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah.” (HR. Tirmidzi, no. 589, dan beliau mengatakan, “Ini adalah hadis hasan gharib.”)(1)
- Pergi ke masjid dalam keadaan suci untuk menghadiri salat berjamaah
Abu Umamah radiallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ
“Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci menuju salat fardu (di masjid) maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berhaji.” (HR. Abu Dawud, no. 558((2)
- Pergi ke masjid untuk belajar atau mengajarkan ilmu
Abu Umamah radhiallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُرِيدُ إِلَّا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ
“Barang siapa yang pergi ke masjid tiada lain untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala berhaji dengan sempurna.” (HR. Tabrani, no. 7473 dan Hakim, no. 311)(3)
Setidaknya ada dua hal penting yang perlu diketahui berkaitan dengan permasalahan ini:
- Keutamaan dan pahala suatu amalan merupakan perkara gaib sehingga tidak boleh diyakini dan ditetapkan kecuali berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan sunah yang sahih.
Syekh Ahmad Syakir rahimahullah berkata, “Dalam menetapkan hukum dan keutamaan suatu amalan sama-sama tidak boleh didasarkan pada hadis lemah, bahkan tidak dibenarkan bagi seseorang untuk berhujah (dalam menetapkan hukum atau menetapkan keutamaan suatau amalan) kecuali dengan hadis yang sahih atau hasan.”(4)
Syekh Nasiruddin al-Albani rahimahullah berkata, “Hal yang aku yakini kebenarannya dan aku ajak manusia kepadanya adalah bahwasanya hadis lemah tidak boleh diamalkan (dan diyakini) secara mutlak, baik dalam menetapkan keutamaan suatu amalan, menetapkan perkara-perkara sunah, dan sebagainya.”(5)
- Meskipun amalan-amalan tersebut memiliki pahala yang sama dengan ibadah haji namun tidak serta merta dapat menggugurkan kewajiban haji bagi yang belum menunaikan ibadah haji.(6)
Adapun yang berkaitan dengan apa yang disebutkan oleh penanya tentang keutamaan Salat Jumat 40 kali sama dengan pahala menunaikan ibadah haji, kami tidak menemukan –sebatas penelitian kami- ada hadis yang menunjukkan hal tersebut, baik hadis palsu, hadis lemah, maupun hadis sahih.
Akan tetapi, ada beberapa riwayat yang menyebutkan keutamaan Jumat secara umum tanpa jumlah tertentu sama dengan pahala haji, akan tetapi –wallahu a’lam– semuanya diriwayatkan dengan sanad yang lemah bahkan ada yang palsu, di antaranya:
- Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
الْجُمُعَةُ حَجُّ الْمَسَاكِينِ
‘Jumat itu hajinya orang-orang miskin.’” (HR. Al-Qudha’i dalam Musnad al-Syihab, no. 78)
Hadis ini dinyatakan daif oleh Ibnu Rajab,(7) al-Sakhawi,(8) dan al-Albani.(9)
- Dari Sahl bin Saad radiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ لَكُمْ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ حِجَّةً وَعُمْرَةً الْحِجَّةُ الْهَجِيرُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَالْعُمْرَةُ انْتِظَارُ الْعَصْرِ بَعْدَ الْجُمُعَةِ
“Sesungguhnya bagi kalian pada setiap Jumat pahala haji dan umrah; pahala haji didapatkan dengan mendatangi Jumat lebih awal dan pahala umrah didapatkan dengan menunggu Salat Asar (di masjid) setelah Salat Jumat.” (HR. Ibnu Adi dalam al-Kamil (7/155), dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra, no. 5950).
Riwayat ini dinyatakan lemah oleh al-Baihaqi(10) dan dinyatakan maudhu’ (palsu) oleh Syekh Nasiruddin al-Albani.(11)
- Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata, “Al-Baihaqi berkata, ‘Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَهَيْئَةِ الْمُحْرِمِ، لَا يَأْخُذُ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ حَتَّى تَنْقَضِيَ الصَّلَاةُ
‘Seorang mukmin pada Hari Jumat seperti orang yang berihram, dia tidak mengambil/memotong rambut dan kukunya hingga selesai dari Salat Jumat.’’”
Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مُحْرِمٌ، فَإِذَا صَلَّى فَقَدَ أَحَلَّ
“Seorang muslim pada hari ـJumat adalah seperti orang yang berihram, jika dia telah Salat Jumat maka dia telah tahalul.”
Kata al-Baihaqi, “Kedua hadis ini diriwayatkan dengan sanad yang lemah yang tidak bisa dijadikan sebagai hujah.”(12)
Maka berdasarkan keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa tidak ada hadis yang sahih –sebatas yang kami ketahui- yang menjelaskan secara khusus bahwa Salat Jumat memiliki pahala yang sama dengan ibadah haji. Hanya saja sebagian salaf seperti tabiin yang mulia Said bin Musayyib rahimahullah pernah berkata,
شُهُوْدُ الْجُمُعَةِ أَحَبُّ إِليَّ مِنْ حَجَّةٍ نَافِلَةٍ
“Menghadiri Salat Jumat lebih aku sukai dari haji sunah.”(13)
Sebagaimana juga kita lihat perkataan di atas tidaklah menunjukkan bahwa beliau menyamakan antara pahala Jumat dengan haji.
Hadis yang sahih yang bisa dijadikan dalil tentang kemiripan antara ibadah haji dan Jumat (namun tidak menunjukkan kesamaan pahala) adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
…مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الجُمُعَةِ غُسْلَ الجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً
“Barang siapa yang mandi pada Hari Jumat seperti mandi junub, kemudian dia pergi ke masjid maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang mengurbankan unta, siapa yang pergi pada saat kedua maka seolah-olah dia mengurbankan sapi…” (HR. Bukhari, no. 881 dan Muslim, no. 850)
Imam ibnu Rajab mengatakan, “Hadis ini menunjukkan bahwa Jumat memiliki kemiripan dengan ibadah haji”(14) yaitu dari sisi keutamaan sembelihan kurban.
Wallahu a’lam bisshawab.
Footnote:
(1) Hadis ini dihasankan pula oleh Syekh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadis al-Shahihah (7/1195).
(2) Hadis ini dinilai sebagai hadis hasan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih Al-Targhib wa al-Tarhib (1/247).
(3) Hadis ini dinilai oleh Syekh al-Albani sebagai hadis hasan sahih dalam Shahih Al-Targhib wa al-Tarhib (1/145).
(4) Al-Ba’its al-Hatsits fi Ikhtishar Ulum al-Hadis, hal. 209.
(5) Shahih al-Jami’ al-Shagir wa Ziadatuhu (1/50).
(6) Silakan lihat: Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (9/2).
(7) Fathu al-Bari (8/102).
(8) Al-Maqashid al-Hasanah (371).
(9) Dhaif al-Jami’ al-Shaghir (2659).
(10) Al-Sunan al-Kubra (6/426).
(11) Silsilah al-Ahadis al-Dha’ifah, no. 6208.
(12) Fathu al-Bari karya Ibnu Rajab (8/103).
(13) Lihat: Lathaif al-Ma’arif (250).
(14) Fathu al-Bari (8/102)