وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ المـَاءِ وَمَا يَنُوْبُهُ مِنَ الدَّوَابِّ وَالسِّبَاعِ، فَقَالَ: ((إِذا كَانَ المَاءُ قُلَّتَينِ لَمْ يَحْمِلِ الخَبَثَ)) وَفِي لفظٍ: ((لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ)). رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُد، وَابْنُ مَاجَه، وَالنَّسَائِيُّ، وَالتِّرْمِذِيُّ، ٍوَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَة، وَابْنُ حِبَّان، وَالدَّارَقُطْنِيُّ، وَغيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الأَئِمَّة، وَتَكَلَّمَ فِيهِ ابْنُ عَبْدِ البَرِّ وَغَيرُهُ. وَقِيْلَ: الصَّوَابُ وَقْفُهُ، وَقَالَ الحَاكِمُ: هُوَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، فَقَدْ احْتَجَّا جَمِيعًا بِجَمِيعِ رُوَاتِه،ِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، لِخِلافٍ فِيهِ عَلَى أَبِي أُسَامَة، عَن الوَلِيدِ بنِ كَثِير.
Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang hukum air (di suatu tempat) yang disinggahi binatang dan hewan buas. Maka beliau bersabda, ‘Jika air (volumenya) dua qullah maka ia tidak membawa kotoran (najis)’.”1 Dalam lafal lainnya disebutkan, “Tidak dinajiskan oleh sesuatu apapun.”
Hadis ini disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Daraquthni, dan ulama selain mereka. Al-Hakim berkata, “Hadis tersebut sahih sesuai syarat al-Syaikhaini (al-Bukhari dan Muslim), mereka berdua berhujah dengan semua rawi hadis tersebut, namun keduanya (al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkan hadis ini di dalam kitab mereka) disebabkan perbedaan pandangan pada periwayatan Abu Usamah dari al-Walid bin Katsir.”
Daftar Isi:
Kosa Kata Hadis
- Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu anhu, Abu Abdurrahman. Beliau masuk Islam bersama bapaknya semenjak di Mekah, pada saat itu beliau masih kecil dan belum baligh Ketika perang Badar, beliau juga tidak ikut serta karena faktor usia yang masih cukup belia. Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu adalah salah seorang tokoh yang dikenal berilmu dan memiliki sifat warak yang tinggi. Beliau wafat di Mekah pada tahun 73 hijriah.
- Al-Qullah artinya adalah bejana, terkadang bejana berukuran kecil sehingga bisa diangkat dengan kedua telapak tangan, atau al-Qullah adalah bejana besar yang hanya mampu diangkat atau dipindahkan oleh orang dewasa yang kuat.2 Penyebutan dua Qullah dalam hadis ini (tentu) menunjukkan makna bejana yang besar. Ibnu Malik menyebutkan bahwa al-Qullah adalah ukuran bejana yang makruf di kawasan Hijaz pada masa tersebut.3
- Ada juga yang mendefinisikan secara spesifik al-Qullah yaitu bejana besar ukuran 250 liter al-Baghdadi, sehingga jika dua Qullah menjadi 500 liter al-Baghdaadi. Satu liter al-Baghdaadi setara dengan 408 gram.4
- “Tidak membawa kotoran (najis)” maksudnya adalah air dengan volume yang banyak seperti itu, dengan sendirinya akan mengurai dan menolak kotoran yang datang. Sebagian ulama seperti Imam al-Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah menyebutkan batasan air dua Qullah yang dimaksud dalam hadis adalah sebagaimana angka-angka yang telah disebut di atas, sehingga kotoran dianggap tidak lagi menyebabkan air menjadi najis.
Makna Hadis
Hadis ini menceritakan kondisi air yang ada di tempat terbuka seperti padang pasir atau yang semisalnya. Binatang dan hewan buas terkadang singgah dan minum di situ, kemudian dijelaskan pula ukuran di mana air mampu bertahan dari pengaruh najis yang melekatinya yaitu qullatain atau dua qullah yang bermakna air yang volumenya banyak.5
Faedah dan Istinbat dari Hadis
- Air yang kurang dari dua qullah, jika terkena najis maka hukum air tersebut menjadi najis. Ini pendapat Imam al-Syafi’i, karena beliau menafsirkan qullah adalah suatu ukuran tertentu.6
- Sebagian ulama memahami kata qullatain atau dua qullah adalah sebagai air yang banyak. Akan tetapi mesti diingat ada ijmak ulama yang menegaskan bahwa air yang banyak atau sedikit, jika terkena najis kemudian mengubah rasa, warna, atau aroma air tersebut, maka air tersebut menjadi najis.7 Terlepas volumenya dua qullah atau bukan.
- Ada hal tersirat yang dikandung hadis tersebut, yaitu jika air diibaratkan kebaikan seorang insan dan najis ibarat kesalahannya, maka kebaikan yang banyak dan mendominasi akan menghapuskan kesalahan. Hal tersebut selaras dengan firman Allah subhanahu wa taala,
اِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ
“Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan.” (Surah Hud: 114)
Footnote:
- HR. Ahmad (4605), Abu Daud (64), Ibnu Majah (517) dan Tirmidzi (67).
- Al-Khatthabi. Ma’alim as-Sunan, Jilid 1, hlm 34.
- Al-Harawi; Ali bin Muhammad (w. 1014 H). 1422 H. Mirqaatul Mafaatih Syarhu Misykaatil Mashaabih. Darul Fikr, Beirut Libanon. Jilid 2, hlm 449.
- Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili. (1975 M). Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu. Darul Fikr, Damasqus. Jilid 1, hlm 143.
- Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (w.276 H). 1419 H. Takwil Mukhtalifil Hadits. Al-Maktab Al-Islamy. Hlm 470.
- As-Syafi’i; Muhammad bin Idris (w. 204 H). Al-Umm. Darul Makrifah, Beirut. Jilid 1, hlm 18.
- Ibnul Munzir; Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim An-Naisaburi (w. 319 H). 2004 M. Al-Ijmak. Darul Muslim. Hlm 35.