Dalam bahasa Arab, al-Umm bisa diartikan sebagai induk, ibu, inti dan lain sebagainya. Di dalam Al-Qur’an, kita mengenal surah al-Fatihah sebagai Ummul Qur’an. Penamaan ini disematkan kepada surah al-Fatihah karena kandungannya yang mencakup makna-makna yang terkandung dalam seluruh Al-Qur’an. Demikian pula adanya pada sunah. Ada yang disebut sebagai Ummu al-Sunnah (induk sunah). Apakah itu? Induk sunah adalah hadis Jibril yang begitu terkenal. Al-Qurthuby berkata, “Hadis ini berhak disebut sebagai Ummu al-Sunnah karena mengandung banyak ilmu sunah.”1 Ibnu Daqiq al-‘Id berkata, “Hadis ini (hadis Jibril) layaknya Ummu al-Sunnah (induk sunah) sebagaimana al-Fatihah disebut sebagai Ummul Qur’an. Hal itu karena kandungan isi al-Fatihah yang mengumpulkan makna-makna Al-Qur’an.”2
Berikut ini adalah teks hadis Jibril yang dimaksud.
«عن عُمرَ رَضِي اللهُ عَنْهُ أيضاً قالَ: بَينَما نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذاتَ يَوْمٍ إذْ طلَعَ عَلَيْنا رَجُلٌ شَديدُ بَيَاضِ الثِّيابِ، شَديدُ سَوادِ الشَّعْرِ، لا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حتَّى جَلَسَ إلى النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ على فَخِذَيْهِ؛ قالَ: يا محمَّدُ، أَخْبِرْنِي عَنِ الإسْلامِ. فَقالَ رسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِليْهِ سَبِيلاً. قالَ: صَدَقْتَ. قالَ: فَعَجِبْنا لَهُ، يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإيمانِ. قالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِِ. قالَ: صَدَقْتَ. قالَ: فَأَخْبِرْني عَنِ الإحسانِ؟ قالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فإِنَّهُ يَرَاكَ. قالَ: فَأَخْبِرْني عَنِ السَّاعةِ. قالَ: مَا الْمَسْؤُولُ عَنْها بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قالَ: فَأخْبِرْني عَنْ أَمَاراتِها. قالَ: أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ، يَتَطاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ. قالَ: ثُمَّ انْطَلَقَ، فَلَبِثْتُ مَلِيًّا.ثُمَّ قالَ لي: يا عُمَرُ، أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟. قُلتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ رواه مسلمٌ
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu juga beliau berkata, “Saat kami sedang duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul seorang pria dengan pakaian yang sangat putih, rambut yang sangat hitam legam, tak nampak padanya tanda-tanda ia baru tiba dari perjalanan jauh, sedang tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Lantas ia pun duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menempelkan lututnya ke lutut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan tangannya di atas kedua pahanya seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, beritahu kepadaku tentang Islam!’. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Islam itu adalah engkau bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau dirikan salat, tunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke baitullah jika mampu’. Orang itu berkata, ‘Engkau benar.’ Maka kami pun heran, ia bertanya, ia juga yang membenarkan. Orang itu berkata, ‘Beri tahu kepadaku tentang iman!’ Nabi menjawab, ‘Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan engkau beriman terhadap takdir baik dan buruk’. Orang itu menjawab, ‘Engkau benar’. Ia berkata lagi, ‘Beri tahu kepadaku tentang Ihsan!” Nabi menjawab, ‘Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tak melihat-Nya maka Dia melihatmu’. Orang itu berkata, ‘Beri tahu kepadaku tentang hari kiamat!’ Nabi menjawab, ‘Yang ditanyai tidak lebih tahu dari yang bertanya’. Orang itu berkata, ‘Beri tahu tentang tanda-tandanya!’ Nabi menjawab, ‘Apabila seorang budak wanita melahirkan tuannya dan jika engkau melihat orang tak beralas kaki, tidak memiliki pakaian, miskin, menggembala kambing berlomba-lomba meninggikan bangunan’. Kemudian orang itu pun bertolak pergi. Aku pun diam beberapa lama. Kemudian Nabi bertanya, “Wahai Umar apakah kamu tahu siapa yang bertanya?” Aku menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Nabi berkata, ‘Sesunggunya dia adalah Jibril. Dia datang untuk mengajari kalian urusan agama kalian’.” (H.R. Muslim)
Dalam hadis ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan derajat-derajat dalam agama berserta rukun-rukunnya. Qadhi ‘Iyadh berkata, “Hadis ini telah menjelaskan seluruh jenis ibadah yang lahir maupun yang batin berupa iman, amal anggota tubuh, keikhlasan batin, dan penjagaan diri dari perusak amal. Bahkan seluruh ilmu syariat berpangkal dan bercabang dari hadis ini….”3
Daftar Isi:
Malaikat Bisa Berubah Wujud
Jibril menyerupakan dirinya dengan manusia. Ini menunjukkan bahwa malaikat bisa datang dalam wujud manusia. Disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Jibril mendatangi Maryam dalam wujud manusia. Demikian pula ketika malaikat mendatangi Ibrahim dan Luth dalam rupa manusia. Ini adalah sebuah karunia khusus dari Allah yang diberikan kepada malaikat.
Adab Belajar
Jibril duduk bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di sini terdapat sebuah faedah, yaitu hendaknya seorang penuntut ilmu memperlihatkan sikap tawaduk (rendah hati) saat ia duduk di hadapan gurunya. Demikian pula hendaknya duduk di tempat yang dekat dengan sang guru. Diam dan mendengarkan perkataan guru. Apabila seorang penuntut ilmu tidak memperhatikan adabnya kepada gurunya maka dia akan kehilangan ilmu disebabkan hal itu. Az-Zuhri berkata, “Dahulu Abu Salamah mendebat gurunya, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu. Oleh sebab itu dia terhalang dari banyak ilmu.”4 Maimun bin Mihran berkata, “Jangan mendebat orang yang lebih tinggi ilmunya dari dirimu. Jika engkau lakukan itu maka orang itu akan menahan ilmunya darimu, sedang ucapanmu tidak memberinya mudarat sedikit pun.”5
Bertanya Perkara yang Sudah Diketahui
Jibril ‘alaihissalam bertanya tentang masalah agama agar dapat mengajari orang yang belum mengetahuinya. Dari sini dapat diambil faedah bahwa seseorang boleh bertanya sesuatu yang telah diketahuinya saat orang yang ingin diajari, hadir di majelis yang sama.
Penuntut Ilmu Hadis Hendaknya Memperhatikan Penampilannya
Penampilan adalah hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu. Hendaknya penuntut ilmu bersiap sebelum mendatangi majelis ilmu dengan mengenakan pakaian terbaik dan memperhatikan aroma tubuhnya sebagai bentuk penghormatan kepada ilmu yang ia cari. Juga sebagai bentuk pengagungan kepada rumah Allah serta orang-orang yang hadir dalam majelis tersebut. Umar mengatakan, “… rambutnya sangat hitam legam.” Ini menunjukkan bahwa sebaiknya orang yang menuntut ilmu dan hadir dalam majelis ilmu memperhatikan penampilannya. Hendaknya ia berhias. Adab ini berlaku bagi guru dan murid.
Abu Salama al-Khuza’iy berkata, “Dahulu Malik bin Anas apabila hendak memulai majelis hadis, beliau mengenakan pakaian terbaiknya, mengenakan peci, dan menyisir janggutnya. Ada yang bertanya kepada beliau mengapa melakukan itu. Beliau menjawab, ‘Aku mengagungkan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam’.”
Bagi sang murid, adab ini nampak pada perilaku Jibril ‘alaihissalam. Jibril datang sebagaimana yang disifatkan oleh Umar. Pakaiannya sangat putih dan rambutnya hitam legam. Itu karena Jibril berhias untuk menghadiri majelis ilmu.
Rukun Islam
Dalam sabda Nabi “Islam itu adalah engkau bersaksi bahwasanya… dst.” terdapat penyebutan rukun Islam yang lima:
- Dua kalimat syahadat
- Mendirikan salat lima waktu
- Menunaikan zakat
- Berpuasa Ramadhan.
- Mengerjakan Haji bagi yang mampu
Rukun Iman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan engkau beriman terhadap takdir baik dan buruk.” Dalam sabda tersebut terdapat penyebutan rukun iman yang enam. Barangsiapa yang meyakininya maka dia disifati sebagai orang beriman. Rukun tersebut adalah sebagai berikut:
- Iman kepada Allah. Orang beriman meyakini keberadaan Allah, sifat rububiyah, uluhiyah yang dimiliki Allah. Meyakini bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak untuk disembah. Meyakini nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya sesuai yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Iman kepada malaikat, yaitu dengan meyakini keberadaan para malaikat dan sifat-sifat serta tugas mereka yang dijelaskan oleh Allah kepada kita.
- Iman kepada kitab-kitab Allah, yakni meyakini bahwa Allah menurunkan kitab-kitab kepada para rasul. Di antaranya Taurat, Injil, Zabur, Suhuf Ibrahim, dan Al-Qur’an. Iman kepada kitab berarti meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah dan mengikuti perintah serta larangan yang ada di dalamnya.
- Iman kepada rasul-rasul-Nya. Meyakini bahwa Allah mengutus rasul sebagai pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira. Meyakini bahwa setip rasul yang diutus membawa risalah yang benar. Meyakini risalah kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengamalkan syariat yang dibawanya dengan keyakinan bahwa syariat tersebut mencakup dan menghapus syariat-syariat yang ada sebelumnya.
- Iman kepada hari akhir, yaitu hari kiamat. Termasuk iman kepada hari akhir adalah meyakini semua fase yang akan terjadi setelah kematian.
- Iman kepada takdir. Meyakini bahwa segala sesuatu bergantung pada ketetapan Allah. Apa yang telah terjadi dan akan terjadi adalah takdir Allah dan kehendak-Nya. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab sahihnya dari Abdullah bin ‘Amr bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.”6
Barangsiapa meyakini enam rukun di atas beserta konsekuensinya maka ia adalah seorang mukmin.
Derajat Ihsan
Nab shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tak melihat-Nya maka Dia melihatmu.” Dalam potongan sabda ini terdapat penjelasan tentang derajat yang tinggi yaitu derajat ihsan. Nabi menjelaskan bahwa ihsan memiliki dua derajat:
- Menyembah Allah seakan-akan sang hamba melihat-Nya. Dengan demikian, sang hamba akan beramal dengan sebaik mungkin.
- Menyembah Allah dengan keyakinan bahwa Allah sedang melihat dan memperhatikan-Nya. Derajat ini disebut juga sebagai derajat ikhlas, yaitu ketika sang hamba meyakini bahwa Allah melihatnya, memperhatikannya, dan dekat dengan dirinya. Cara ini juga harus ditempuh hingga sang hamba mencapai derajat yang paling tinggi.
Kiamat, kapankah?
Nabi bersabda, “Yang ditanyai tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Ini menujukkan bahwa Nabi dan Jibril ingin memutus pertanyaan tentang waktu hari kiamat. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Kemudian Jibril berpindah kepada pertanyaan yang lebih berfaedah, yaitu pertanyaan tentang tanda-tanda hari kiamat tersebut.
Sebagian Tanda-tanda Kiamat
Nabi bersabda, “Apabila seorang budak wanita melahirkan tuannya.” Para ulama menyebutkan bahwa maksud kalimat ini adalah bahwa kelak kekuasaan kaum muslimin akan meluas dengan banyaknya kota-kota yang dibebaskan dari kesyirikan. Ini akan menjadikan banyaknya wanita-wanita tawanan menjadi budak pada akhir zaman. Anak-anak yang dilahirkan oleh budak-budak wanita tersebut sederajat dengan tuan-tuan mereka. Disebutkan pula bahwa maksudnya adalah banyak terjadi kedurhakaan di akhir zaman. Anak memperlakukan ibu-ibu mereka seperti tuan memperlakukan budaknya.
Nabi bersabda, “… dan jika engkau melihat para orang tak beralas kaki, tidak memiliki pakaian, miskin, menggembala kambing berlomba-lomba meninggikan bangunan.” Maksudnya ialah bahwa kelak orang-orang rendahan, fakir miskin akan menjadi penguasa dan pemimpin serta memiliki banyak harta. Lantas mereka berbangga-bangga dengan bangunan tinggi dan megah yang mereka bangun. Tanda ini sejatinya merujuk pada satu tanda, yaitu ketika perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Dalam sebuah hadis, Nabi pernah ditanya apa tanda hari kiamat. Beliau bersabda, “Jika perkara diserahkan bagi yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat.”7 Maksudnya ketika yang memegang urusan-urusan penting tersebut adalah orang yang tidak mengamalkan agama dan tidak amanah. Masuk di dalamnya pula orang-orang yang menolong mereka untuk berbuat zalim dan semena-mena. Para pengkhianat mendapat mandat sedangkan orang yang amanah malah dikhianati. Hal ini terjadi karena kebodohan tersebar luas dan kelemahan para pengusung kebenaran untuk menegakkannya.
Demikianlah faedah dari hadis yang begitu agung ini. Semoga dapat memberikan pencerahan kepada kita semua. Amin.
Endnotes
- Lihat: Fathul Bari karya Ibnu Hajar (1/125)
- Lihat: Syarah Al-Arba’in karya Ibnu Daqiq al-‘Id hal 129
- Lihat: Syarah Muslim (1/158)
- Lihat: Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi karangan Ibnu ‘Abdul Bar (1/517)
- Lihat: Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi karangan Ibnu ‘Abdul Bar (1/519)
- HR. Muslim, 2653
- HR. Bukhari no. 59