SIRAH NABI SALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM SEBELUM DIUTUS

181
Sirah
Perkiraan waktu baca: 3 menit

SIRAH NABI ALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM SEBELUM DIUTUS[1]

Daftar Isi:

Kelahirannya

Beliau ﷺ dilahirkan di kota Mekah pada tahun gajah, hari senin bulan rabiulawal, 53 tahun sebelum hijrah, bertepatan dengan tahun 571M. Tahun gajah adalah sebuah peristiwa yang Allah ﷻ jadikan mukadimah untuk nabiNya dan rumahNya baitullah.

Ayahnya

Abdullah bin Abdul Mutthalib yang wafat ketika Rasulullah ﷺ berada di dalam kandungan ibunya, sehingga beliau ﷺ terlahir dalam keadaan yatim.

Ibunya

Aminah binti Wahb dari Bani Zuhrah yang wafat ketika Rasulullah ﷺ belum cukup umur 7 tahun.

Penanggungnya

Beliau ﷺ ditanggung oleh kakeknya yaitu Abdul Mutthalib sepeninggal ibunya, lalu kakeknya wafat ketika beliau ﷺ berumur 8 tahun, kemudian beliau ditanggung oleh paman kandungnya yaitu Abu Thalib yang bernama Abdu Manaf.

Ibu Susuan Rasulullah

Tsuwaibah raḍiyallāhu ‘anhā

Ia seorang maulah (mantan budak) dari Abu Lahab, ia menyusui Nabi ﷺ bersama Abu Salamah Abdullah bin Abdil Asad Al Makhzumi raḍiyallāhu ‘anhu dengan susuan putranya yaitu Masruh, dan ia juga menyusui bersama mereka berdua paman Nabi ﷺ Hamzah bin Abdul Mutthalib raḍiyallāhu ‘anhu.

Halimah As-Sa’diyyah raḍiyallāhu ‘anhā

Ia menyusui Nabi ﷺ dengan susuan putranya yaitu Abdullah yang merupakan saudara kandung dari Unaisah dan Judzamah – yang dikenal Syaima’ – anak-anak dari Al Harits bin Abdul ‘Uzza bin Rifa’ah As-Sa’di, dan ia juga menyusui bersamanya putra paman Nabi ﷺ (sepupunya) yaitu Abu Sufyan bin Al Harits bin Abdul Mutthalib raḍiyallāhu ‘anhu.

Para Pengasuhnya

(1) Ibunya Aminah

(2) Tsuwaibah mantan budak Abu Lahab

(3) Halimah binti Abi Dzuaib As Sa’diyyah

Baca juga:  BEBERAPA PETUNJUK NABI ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM DALAM KEHIDUPANNYA (BAGIAN KEDUA)

(4) Syaimaa adalah putri dari Halimah As Sa’diyyah, saudari sesusuan Nabi ﷺ, yang datang bersama rombongan kabilah Hawazin kepada Nabi ﷺ, maka Nabi ﷺ membentangkan selendang beliau ﷺ untuknya, dan mempersilakan untuk duduk di atasnya sebagai bentuk kemuliaan kepadanya.

(5) Ummu Aiman bernama Barakah Al Habasyiyyah, Rasulullah ﷺ mewarisinya dari ayahnya, yang merupakan pengasuh beliau ﷺ. Nabi ﷺ menikahkannya dengan kesayangan beliau ﷺ yaitu Zaid bin Haritsah raḍiyallāhu ‘anhu, lahir darinya Usamah bin Zaid raḍiyallāhu ‘anhu.

Ia pula wanita yang didatangi oleh Abu Bakr dan Umar raḍiyallāhu ‘anhumā setelah wafatnya Nabi ﷺ, saat itu ia dalam keadaan menangis, lantas keduanya berkata kepadanya, “Apa yang membuat anda menangis? Bukankah yang ada di sisi Allah ﷻ lebih baik untuk RasulNya ﷺ?”. Ia pun menjawab, ” Sesungguhnya aku tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah ﷻ lebih baik untuk RasulNya ﷺ, dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah pergi ke tempat yang lebih baik daripada yang sebelumnya, akan tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari kita dari langit”, sehingga membuat hati Abu Bakr dan Umar tersentuh, keduanya pun menangis bersamanya.

Pekerjaannya

Beliau ﷺ pernah menggembala kambing, yang menjadi sebab kesabaran, rahmat, dan perhatian beliau kepada orang-orang lemah. Beliau ﷺ bersabda, “Tidaklah Allah ﷻ mengutus seorang Nabi kecuali ia pernah menggembala kambing”. Para sahabat pun bertanya: “Bagaimana dengan engkau?” beliau ﷺ menjawab: “Ya, aku pun pernah menggembala kambing dengan imbalan dari penduduk kota Mekah”.

Perniagaan Dan Pernikahannya

Ketika beliau ﷺ berumur 25 tahun, pergi ke negeri Syam untuk berdagang, hingga sampai ke daerah Bushra, lalu kembali (ke kota Mekah), setelah itu beliau menikah dengan Khadijah binti Khuwailid raḍiyallāhu ‘anhā istri pertama Nabi ﷺ.

Baca juga:  SIRAH NABI ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM PERMULAAN TURUNNYA WAHYU

Membangun Ka’bah

Ketika Rasulullah ﷺ berumur 35 tahun, bangunan Ka’bah mulai rusak, Kaum Quraisy pun berupaya membangunnya kembali, dengan membagi pekerjaan kepada kabilah-kabilah di antara mereka, setiap mereka mengerjakan satu sisi ka’bah, tatkala sudah sampai pada sisi hajar aswad mereka pun berselisih, siapakah yang akan meletakkan hajar aswad pada tempatnya? perselisihan tersebut berlangsung selama empat atau lima hari. Hingga akhirnya mereka bersepakat untuk menjadikan orang yang pertama kali masuk dari pintu masjid yang berhak memutuskan. Ternyata orang yang pertama kali memasuki masjid adalah Rasulullah ﷺ, mereka pun mununjuk beliau ﷺ sebagai hakim antara mereka. Rasulullah ﷺ kemudian memerintahkan untuk mengambil sebuah selendang, dan meletakkan hajar aswad di atasnya, lalu beliau meminta setiap kabilah untuk memegang setiap sisi selendang tersebut dan mengangkatnya menuju tempat hajar aswad, lalu Rasulullah ﷺ pun mengambil dengan tangan beliau (yang mulia) dan meletakkan hajar aswad di tempatnya.

Masa Menyendirinya

Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā berkata, “Dulu Rasulullah ﷺ senang menyendiri, biasa menyendiri di Gua Hirā’ untuk beribadah di dalamnya beberapa malam”. Beliau ﷺ sangat benci berhala-berhala yang dianut oleh kaumnya, tidak ada sesuatu yang beliau benci melebihi hal tersebut.

 


Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab al-Mukhtaar al-Mufīd li Sirah al-Nabi al-Muṣṭafā allallāhu alaihi wa sallam wa Syamāilihi karya Haiṡam bin Muḥammad Sarhan (Mantan Pengajar Ma’had Masjid Nabawi dan pengasuh situs: alsarhaan.com.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments