وَعَنْ زُبَيْدِ بنِ الصَّلْتِ قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ وَلَبِسَ خُفَّيْهِ، فَلْيَمْسَحْ عَلَيْهَمَا، وَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا، وَلَا يَخْلَعْهُمَا إِنْ شَاءَ، إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ. رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ مِنْ رِوَايَةِ أَسَدِ بنِ مُوسَى، وَفِيه قَالَ: وَحَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بنِ أَبِي بَكْرٍ وَثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ، و(أَسَدُ بنُ مُوسَى): وَثَّقَهُ العِجْلِيُّ، وَالنَّسَائِيُّ، وَالبَزَّارُ، وَخَالَفَهُمْ ابْنُ حَزْمٍ، فَقَالَ: (هُوَ مُنْكَرُ الحَدِيثِ)، وَالصَّوَابُ مَعَ الجَمَاعَة. وَقَالَ الحَاكِمُ فِي الـمُسْتَدْرك -بَعْدَ ذِكْرِ حَدِيثِ عُقْبَةَ بنِ عَامِرٍ- : خَرَجْتُ مِنْ الشَّامِ: (وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوعاً بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ، رُوَاتُهُ عَنْ آخِرِهِمْ ثِقَاتٌ، إِلَّا أَنَّهُ شَاذٌّ بِمَرَّةٍ)، ثُمَّ أَخْرَجَ حَدِيثَ أَنَسٍ الـمُتَقَدِّمَ، وَقَالَ فِيهِ: (عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ)
Dari Zubaid bin al-Ṣalt berkata, “Saya mendengarkan ‘Umar bin al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu berkata, ‘Jika seseorang di antara kalian berwudu dan memakai khuf, usaplah sepasang khuf tersebut, salatlah dengan menggunakan khuf, dan jangan dilepaskan keduanya jika dia mau, kecuali jika janabah’.”
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Dāraquṭnī[1] dari jalur Asad bin Mūsā, pada riwayat tersebut Hammād bin Salamah meriwayatkan dari Ubaidullāh bin Abī Bakar dan Ṡābit, (keduanya) dari Anas, dari Nabi ﷺ riwayat (hadis) yang serupa. Asad bin Mūsā di-ṡiqah-kan oleh al-‘Ijlī, al-Nasā’i, al-Bazzār, sedangkan Ibnu Hazm berbeda pandangan dengan mereka, dengan pernyataan beliau tentang Asad bin Mūsā, “Mungkar hadisnya.” Pendapat jemaah (al-‘Ijlī, al-Nasā’i, al-Bazzār) lebih tepat. Al-Ḥākim berkata, “Riwayat Anas isnadnya sahih, para rawinya ṡiqah, hanya saja riwayat tersebut syaż (ganjil).” Kemudian beliau berkomentar tentang hadis Anas tersebut, “Sesuai dengan syarat Muslim.”[2]
KOSA KATA HADIS:
Riwayat ‘Umar bin al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu disebut sebagai riwayat maukuf karena merupakan perkataan Umar t saja dan tidak disandarkan kepada Rasulullah ﷺ. Sedangkan riwayat Anas raḍiyallāhu ‘anhu adalah riwayat yang marfuk karena beliau menyandarkan riwayat tersebut kepada Nabi Muhammad ﷺ.[3]
MAKNA HADIS:
‘Umar bin al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu mengajarkan sahabatnya (dari generasi tabiin) bahwa jika mereka berwudu dengan sempurna kemudian memakai khuf, setelah itu wudunya batal karena hadas kecil, jika mereka mau berwudu berikutnya ketika sampai pada membasuh kaki, cukup dengan mengusap khuf yang dipakai dalam keadaan taharah tersebut dan tidak perlu melepaskan sepasang khuf tersebut. Boleh salat dengan menggunakan sepasang khuf tersebut, namun mengusap khuf hanya berlaku dari hadas kecil saja, sedangkan jika yang dialami adalah hadas besar seperti janabah maka tidak boleh mengusap sepasang khuf.
FAEDAH DAN ISTINBAT DARI HADIS:
- Menghubungkan memakai khuf dan mengusapnya harus setelah berwudu merupakan dalil bahwa taharah yang dimaksud pada hadis[4] -al-Mugīrah raḍiyallāhu ‘anhu– sebelumnya adalah taharah yang sebenar-benarnya dari hadas kecil.
- Hadis ini juga menunjukkan bahwa taharah yang sempurna adalah syarat sebelum mengusap khuf .[5]
Footnote:
[1] H.R. al-Dāraquṭnī (1/203).
[2] H.R. al-Ḥākim (1/181).
[3] Muḥammad bin Ismā’īl al-Ṣan’ānī. Op. Cit. Jilid 1, hlm. 86.
[4] Hadis nomor 68.
[5] Muḥammad bin Ismā’īl al-Ṣan’ānī. Op. Cit. Jilid 1, hlm. 86.