MENGQADA SALAT KARENA TERTIDUR ATAU LUPA

161
Mengqada Salat Karena Tertidur Atau Lupa
Perkiraan waktu baca: 2 menit

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُولُ:))وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ((. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Artinya:

Dari Anas bin Mālik, dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jika salah seorang di antara kalian tertidur (dari) melaksanakan salat atau lupa melaksanakannya, maka salatlah ketika dia (telah) ingat, karena Allah ṣubḥānahu wa ta’ālā berfirman, ‘Dan tegakkanlah salat untuk mengingat-ku’.[1]” Hadis riwayat Muslim.[2]

Daftar Isi:

Kosa kata hadis:

  1. Makna kalimat liżikrī (لِذِكْرِيْ) pada ayat tersebut antara lain adalah agar kamu (hamba) mengingat-Ku, agar Aku mengingatmu dalam wujud pujian, ada juga yang mengatakan maknanya jika hamba mengingat salat maka dia telah mengingat Allah ṣubḥānahu wa ta’ālā.

Dapat pula maknanya adalah tidak boleh mengingat selain Allah ṣubḥānahu wa ta’ālā di dalam salat. Penempatan ḍamīr bagi Allah pada tempat atau posisi yang seharusnya untuk salat menunjukkan kemuliaan dan kekhususan ibadah salat. [3]

  1. Waktu salat terbagi dua menurut ulama, yaitu:

a. Pertama, waktu ikhtiaryaitu waktu salat itu sendiri, selama belum masuk waktu salat berikutnya.

b. Kedua, waktu uzuryaitu waktu pelaksanaan salat di luar waktu salat itu sendiri. Uzur tersebut seperti tertidur, lupa, dan waktu kapan pun ketika dia baru teringat salat yang belum dikerjakan.

Faedah dan istinbat dari hadis:

  1. Hadis tersebut menunjukkan kewajiban mengqada salat bagi orang yang tidur jika dia telah terjaga dari tidurnya dan orang yang lupa ketika dia ingat.

Sebagian ulama bahkan menukilkan ijmak dalam ketetapan hukum tersebut.[4]

  1. Menyegerakan mengqada salat, hukumnya wajib menurut Abū Ḥanīfah dan Mālik berlandaskan sabda Nabi فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا . Berbeda dengan al-Syāfi’ī yang menyatakan sebaliknya.
  2. Sebagian ulama menjadikan hadis tersebut sebagai dalil bahwa salat adalah ibadah yang tidak dapat digantikan oleh orang lain.
  3. Salat adalah ibadah yang tidak pula digantikan dengan harta sebagaimana puasa.[5]
  4. Hadis tersebut juga menjadi landasan penetapan dan berlakunya kaidah dalam ilmu uṣūl fikihbahwa:
Baca juga:  HADIS TIDAK MEMBATALKAN SALAT HINGGA YAKIN BERHADAS

أَنَّ شَرْعَ مَنْ قَبْلَنَا شَرْعٌ لَنَا

 “Bahwa syariat sebelum kita (umat Muslim) adalah syariat yang berlaku bagi kita.”

Hal ini karena ayat yang dibacakan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam hadis tersebut mukhātab (lawan bicara)-nya adalah Nabi Musa ‘alaihissalām. Kaidah ini sahih selama tidak ada dalil yang menasakhnya.[6]

 

 


Footnote:

[1] Surah Taha:14.

[2] H.R. Muslim (684).

[3] Ibnu Hajar al-Asqalānī. Fatḥul Bāri Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Jilid 2, hlm. 72.

[4] Abdurraḥmān bin Aḥmad bin Rajab al-Dimasyqī al-Hambalī (w.795 H). 1417 H. Fatḥul Bāri Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Maktabah al-Ghurabā’, Madīnah Nabawiyah. Jilid 5, hlm. 131.

[5] Badruddin al-‘Ainī; Maḥmūd bin Aḥmad bin Mūsā al-Ḥanafī (w. 855 H). ‘Umdatul Qāri Syaraḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Dār Ihya’ al-Turāṡ al-‘Arabī, Bairūt. Jilid 5, hlm. 94.

[6] Ibnu Hajar al-Asqalānī. Fatḥul Bāri Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Jilid 2, hlm. 72.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments