MEMERCIKKAN AIR SETELAH BERWUDU

168
MEMERCIKKAN AIR SETELAH BERWUDU
MEMERCIKKAN AIR SETELAH BERWUDU
Perkiraan waktu baca: 1 menit

وَرَوَى أَبُو مُحَمَّدٍ الدَّارمِيُّ، عَنْ قَبِيْصَةَ، عَن سُفْيَانَ، عَن زَيْدِ بنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بنِ يَسَارٍ، عَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً وَنَضَحَ. وَهَؤُلَاءِ رِجَالُ الصَّحِيحِ. وَرَوَاهُ عَن أَبِي عَاصِمٍ، عَنْ سُفْيَانَ وَلَمْ يَقُلْ: وَنَضَحَ

Abu Muhammad al-Dārimī meriwayatkan dari Qabīṣah, dari Sufyān, dari Zaid bin Aslam, dari ‘Aṭā’ bin Yasār, dari Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ pernah berwudu sekali basuhan dan memercikkan (air). Semua rawi tersebut adalah rawi yang tercantum dalam kitab al-Ṣaḥīḥ. Dan beliau (al-Dārimī) juga meriwayatkannya (hadis tersebut) dari Abu Āṣim, dari Sufyān, namun tidak ada lafal “memercikkan”.[1]

Daftar Isi:

KOSA KATA HADIS:

  1. نَضَحَ atau الانْتِضَاحُ artinya mengambil sedikit air kemudian memercikkannya pada kemaluan atau pakaian yang tepat berada pada kemaluan.[2]
  2. Hadis Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhu tersebut tercantum dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, namun tanpa lafal “memercikkan” sehingga tambahan ini tidak valid atau syaż (menyelisihi riwayat lain yang lebih terpercaya dan valid). Rawi selain Qabīṣah meriwayatkan dari Sufyān tanpa tambahan lafal “memercikkan”. [3]

MAKNA HADIS:

Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan tata cara wudu Nabi ﷺ yaitu beliau membasuh anggota tubuh ketika berwudu hanya sekali-sekali saja, kemudian beliau memercikkan air pada kemaluan atau pakaian semisal izār (kain sarung) yang posisinya tepat pada kemaluan dengan tujuan menghilangkan perasaan was-was. Percikan tersebut dilakukan setelah selesai berwudu.

FAEDAH DAN ISTINBAT HADIS:

  1. Dianjurkan memercikkan air di atas pakaian yang posisinya tepat pada kemaluan, dengan tujuan menghilangkan perasaan was-was kalau bagian tersebut terkena percikan air kencing. Tentu istinbat ini dengan asumsi tambahan lafal tersebut valid.[4]
  2. Imam al-Khaṭṭābī memaknai al-intiḍāh di sini yaitu beristinja menggunakan air karena dahulu, pada masa tersebut, orang-orang umumnya bersuci hanya dengan menggunakan beberapa batu atau kerikil saja.[5]
Baca juga:  WAKTU SALAT FAJAR

 

 


Footnote:

[1] Hadis ini telah dicantumkan sebelumnya dengan nomor 47, riwayat al-Dārimī (696).

[2] Badruddīn al-Ainī. Syaraḥ Sunan Abī Dāud. Jilid 1, hlm. 386.

[3] Mughulṭai bin Qilij bin Abdullāh al-Miṣrī al-Ḥanafī (w. 762 H). 1419 H. Syarah Sunan Ibnu Majah. Maktabah Nizār Mushṭafa al-Bāz, Saudi Arabia. Hlm. 374.

[4] Mughulṭai bin Qilij bin Abdullāh al-Miṣrī al-Ḥanafī. Syaraḥ Sunan Ibnu Majah. Hlm. 374.

[5] Badruddīn al-Ainī. Syaraḥ Sunan Abī Dāud. Jilid 1, hlm. 387.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments