MEMERCIKKAN AIR SETELAH BERWUDUPerkiraan waktu baca: 1 menit

219
MEMERCIKKAN AIR SETELAH BERWUDU
MEMERCIKKAN AIR SETELAH BERWUDU

وَرَوَى أَبُو مُحَمَّدٍ الدَّارمِيُّ، عَنْ قَبِيْصَةَ، عَن سُفْيَانَ، عَن زَيْدِ بنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بنِ يَسَارٍ، عَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً وَنَضَحَ. وَهَؤُلَاءِ رِجَالُ الصَّحِيحِ. وَرَوَاهُ عَن أَبِي عَاصِمٍ، عَنْ سُفْيَانَ وَلَمْ يَقُلْ: وَنَضَحَ

Abu Muhammad al-Dārimī meriwayatkan dari Qabīṣah, dari Sufyān, dari Zaid bin Aslam, dari ‘Aṭā’ bin Yasār, dari Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ pernah berwudu sekali basuhan dan memercikkan (air). Semua rawi tersebut adalah rawi yang tercantum dalam kitab al-Ṣaḥīḥ. Dan beliau (al-Dārimī) juga meriwayatkannya (hadis tersebut) dari Abu Āṣim, dari Sufyān, namun tidak ada lafal “memercikkan”.[1]

KOSA KATA HADIS:

  1. نَضَحَ atau الانْتِضَاحُ artinya mengambil sedikit air kemudian memercikkannya pada kemaluan atau pakaian yang tepat berada pada kemaluan.[2]
  2. Hadis Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhu tersebut tercantum dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, namun tanpa lafal “memercikkan” sehingga tambahan ini tidak valid atau syaż (menyelisihi riwayat lain yang lebih terpercaya dan valid). Rawi selain Qabīṣah meriwayatkan dari Sufyān tanpa tambahan lafal “memercikkan”. [3]

MAKNA HADIS:

Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan tata cara wudu Nabi ﷺ yaitu beliau membasuh anggota tubuh ketika berwudu hanya sekali-sekali saja, kemudian beliau memercikkan air pada kemaluan atau pakaian semisal izār (kain sarung) yang posisinya tepat pada kemaluan dengan tujuan menghilangkan perasaan was-was. Percikan tersebut dilakukan setelah selesai berwudu.

FAEDAH DAN ISTINBAT HADIS:

  1. Dianjurkan memercikkan air di atas pakaian yang posisinya tepat pada kemaluan, dengan tujuan menghilangkan perasaan was-was kalau bagian tersebut terkena percikan air kencing. Tentu istinbat ini dengan asumsi tambahan lafal tersebut valid.[4]
  2. Imam al-Khaṭṭābī memaknai al-intiḍāh di sini yaitu beristinja menggunakan air karena dahulu, pada masa tersebut, orang-orang umumnya bersuci hanya dengan menggunakan beberapa batu atau kerikil saja.[5]
Baca juga:  MAKRUH HUKUMNYA MENCUCI ANGGOTA WUDU LEBIH DARI TIGA KALI

 

 


Footnote:

[1] Hadis ini telah dicantumkan sebelumnya dengan nomor 47, riwayat al-Dārimī (696).

[2] Badruddīn al-Ainī. Syaraḥ Sunan Abī Dāud. Jilid 1, hlm. 386.

[3] Mughulṭai bin Qilij bin Abdullāh al-Miṣrī al-Ḥanafī (w. 762 H). 1419 H. Syarah Sunan Ibnu Majah. Maktabah Nizār Mushṭafa al-Bāz, Saudi Arabia. Hlm. 374.

[4] Mughulṭai bin Qilij bin Abdullāh al-Miṣrī al-Ḥanafī. Syaraḥ Sunan Ibnu Majah. Hlm. 374.

[5] Badruddīn al-Ainī. Syaraḥ Sunan Abī Dāud. Jilid 1, hlm. 387.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments